Gadis ini tengah berada di kamar mandi. Gemericik air terdengar sampai luar kamarnya. Lebih dari 35 menit, Zia berada di kamar mandi. Suara ketukan pintu yang terus menerus didengarnya tak dihiraukan.
Air matanya mengalir bersamaan dengan air shower. Bibir Zia sekarang telah berubah warna. Warna ungu terpampang jelas di bibirnya. Wajahnya memucat. Sedari pulang sekolah, ia langsung masuk kekamar tanpa makan siang lebih dulu.
"Hikss... hiks... kenapaa? Kenapa semuanya jadi gini?" Zia terus saja menangis. Kini air matanya tak lagi turun, mungkin terlalu lama Zia menangis hingga menyebabkan air matanya habis.
"Gue benci lo! GUE BENCIII!" Zia berteriak histeris layaknya orang gila. Zia sama sekali tak memperdulikan keadaannya. Perut yang sama sekali belum diisi semenjak pulang sekolah, dan seragam sekolah yang masih melekat ditubuhnya.
Bi Asih yang sedari tadi mengetuk pintu kamar Zia rasanya sudah lelah. Meski Bi Asih juga sempat meminta tolong kepada Pak Agus-sopir Zia. Hasilnya tetap sama.
Dentingan ponsel Zia sedari tadi juga berbunyi. Banyak notifikasi pesan masuk ataupun panggilan masuk. Namun sang pemilik ponsel tak kunjung mengangkatnya.
"Haduh gimana ini Pak Agus?" Bi Asih masih setia berada didepan kamar Zia dan ditemani Pak Agus. Pak Agus juga sesekali mendobrak pintu kamar Zia, namun usahanya sia-sia.
"Saya juga gak tau lah Bi. Ya udah, saya coba sekali lagi ya" Bi Asih mengangguk menyetujui. Barangkali ini akan membuahkan hasil.
Dan--
Brakk!
Pintu kamar Zia berhasil terbuka. Namun Zia tak berada disana. Bi Asih yang mendengar suara ricikan air langsung menuju ke arah kamar mandi.
"Pak Agus! Sini."
"Kenapa Bi? Ini kok Non Zahra gak ada?"
Bi Asih menunjuk pintu kamar mandi, "pasti Non Zahra ada disini pak."
"Ya udah sekarang Bi Asih aja yang masuk. Kalo saya yang masuk, nanti gak enak Bi."
Bi Asih sedikit ragu untuk memasuki kamar mandi, "saya juga agak takut Pak Agus."
Ting!
Ting!
Ting!
Ting!
Ting!
Ting!
Ting!
Ting!
Ting!
Ting!Dentingan ponsel milik Zia menyita perhatian Bi Asih dan Pak Agus.
"Itu bunyi ponselnya non Zahra kan?" Tanya Pak Agus
"Iya Pak" Pak Agus mendekati letak ponsel milik Zia. Ia melihat notifikasi yang banyak dari seseorang. Tertera nama Alvaro disana.
"Bi. Sini deh! Ini siapa? Alvaro jelek?"
"Oh iya, Pak agus telpon aja den Alvaro! Itu pacarnya non Zahra."
Jari Pak Agus menari-nari diatas layar ponsel milik Zia. Sampai Akhirnya--
"Hallo? Iya yang ada apa?"
"Maaf den Varo. Ini saya Pak Agus-sopirnya non Zahra. Non Zahra dari tadi gak keluar-keluar dari kamar mandi den, mulai pulang dari sekolah. Saya khawatir den sama non Zahra.
"Apa?! Zia kenapa Pak?"
"Gak tau den. Ini saya sama Bi Asih ada dikamar non Zahra tapi saya sama Bi Asih ragu buat masuk ke kamar mandi den."
"Ya udah Pak. Saya kesana sekarag juga."
Tut!
Panggilan diputuskan sepihak oleh Alvaro. Ia khawatir dengan keadaan Zia saat ini. Bisa-bisanya Zia mengunci diri di kamar mandi. Alvaro tak ingin kejadian yang tak diinginkan menimpa Zia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ziarander
Teen FictionZia pernah berkata jika 'Semua cowok itu sama. Tidak ada yang tampan ataupun jelek. Ingat! Semuanya SAMA.' Apakah kata-kata itu masih tetap diucapkan oleh Zia setelah bertemu dengan cowok tampan, jail, dan ngeselin? Apakah hubungan mereka akan terus...