"Cinta tidak berupa tatapan satu sama lain, tetapi memandang keluar bersama kearah yang sama pula."
-Zia Zahra Alexander
***
Sinar matahari cerah masuk menembus melalui celah-celah ventilasi kamar Zia. Sang pemilik kamarpun sudah bangun dari tidurnya, malah ia sudah memakai pakaian yang selama ia rindukan.
Zia akan kembali bersekolah, dan itu membuatnya sangat bahagia. Ia di perbolehkan ke sekolah oleh Bara dengan bantuan Wisnu. Ada sedikit rasa tak enak saat Wisnu selalu membantunya.
Zia membenarkan posisi rok seragamnya. Ia melihat dirinya sendiri dari pantulan cermin.
"Kok gue kurusan, ya?" Zia menyadari jika tubuhnya sedikit kurus. Ia berpikir jika ini karena ia sehabis operasi. Tapi, apa itu salah satu penyebabnya?
Ceklek
"Loh udah bangun?" Karin masuk ke dalam kamar Zia dengan maksud ingin membangunkannya. Tapi ternyata putri kesayangannya ini sudah memakai seragam.
Zia terkekeh melihat wajah terkejut Bundanya. Ia menghampiri Karin dan langsung memeluknya, "hmm emang Bunda pikir, Zahra gak bisa bangun pagi gitu?" Tanyanya dengan sebelah alis di naikkan.
Karin terkekeh mendengar penuturan putrinya, "hmm, anak Bunda mulai jail ya?" Ucapnya dengan mencubit gemas kedua pipi Zia.
Cup
Cup
Cup
Cup
Zia menciumi kedua pipi Bundanya, "lama banget Zahra gak cium pipi Bunda." Karin terkekeh lalu mencium kening Zia lembut, "dan ini hadiahnya."
Keduanya tertawa. Tapi berbeda dengan Karin yang tanpa sengaja mengeluarkan air matanya. Dan Zia melihat Bundanya menangis, "kok Bunda nangis?"
Karin menggeleng, "ini air mata bahagia, Zahra. Lama banget Bunda gak lihat kamu senyum bahagia, tapi sekarang semuanya sudah kembali." Ucapnya dengan menangkup pipi Zia dengan kedua telapak tangannya.
Karin dan Zia berpelukan. Mereka saling mengantarkan rasa kasih sayang. Kasih sayang antara ibu dan anaknya.
Karin melepas pelukannya, "ayo turun, kamu mau pelukan terus sama Bunda sampai nanti sore, hmm?" Ucapnya membuat Zia terkekeh geli.
***
Pagi ini Alvaro akan berangkat ke sekolah. Entah mengapa situasi hatinya sekarang sangat bahagia. Mungkin karena kemarin ia sudah bolos sekolah, sehingga membuat otaknya kembali fresh.
"Alvaro, makan dulu!" Teriak Disya dari ruang makan. Mendengar teriakan itu membuat Alvaro tersenyum. Sudah lama Bundanya itu tidak berteriak memanggilnya untuk makan, ya karena mereka selalu sibuk dengan pekerjaan dan pekerjaan. Hanya itulah yang mereka fikirkan.
Baru kemarin Ayah dan Bundanya pulang dari luar negeri. Disya berkata jika mereka tidak akan pergi kemana-mana dalam dua bulan kedepan. Dan Alvaro sangat bahagia mendengar hal itu.
Lamunan Alvaro terbuyarkan saat ingat teriakan Bundanya. Kenapa ia masih disini? Dengan cepat ia bergegas ke lantai bawah untuk sarapan bersama.
***
"Ingat ya, Zahra! Kamu gak boleh deket-deket sama cowok itu lagi! Kamu harus nurut sama perintah--"
"Udah dong, Yah. Lagian Zahra juga udah gede. Bisalah jaga diri sendiri." Karin memotong ucapan suaminya. Sejak tadi malam, Bara selalu mengingatkan Zia untuk selalu berada di samping Wisnu saat berada di sekolah dan juga nenuruti semua omongan Wisnu.
"Bukannya apa-apa, Bun. Kamu gak inget penyakit Zahra yang--"
"Ayah!!" Karin memotong ucapannya dan menggelengkan kepalanya kearah Bara. Zia yang melihat itu mengernyit heran. Apa yang di maksud oleh Ayahnya tadi?
"Maksud Ayah apa?"
"Gak ada apa-apa kok, sayang. Ayo itu di makan." Ucap Karin mengalihkan pembicaraan.
***
"Bunda hari ini masak?" Tanya Alvaro saat tiba di meja makan. Disya yang melihat putranya sudah datang langsung tersenyum dan mengangguk. "Iya dong. Biar kamu kalo di tinggal Bunda gak kangen."
"Maksud Bunda?"
"Temen Ayah ada acara di Bali. Dan Ayah di undang kesana. Ayah sama Bunda bakal nginap disana sekitar satu bulanan, buat bangun bisnis juga sama temen Ayah itu. Nanti siang kita berangkat ke bandara." Dengan santainya Dirga berkata seperti itu.
Alvaro yang mendengar pernyataan dari Ayahnya dan seketika merubah mimik wajahnya. Ia kecewa. Sangat kecewa.
"Kamu gapapa 'kan, sayang?" Disya menangkap perubahan wajah Alvaro.
Alvaro yang sebelumnya melamun langsung menggelengkan kepalanya, "Alvaro gapapa kok meskipun kalian tinggal, toh Alvaro juga udah terbiasa." Ucapnya dengan tersenyum getir.
Dirga yang mendengar itu hanya manggut-manggut, "bagus deh, jadi kamu bisa tambah mandiri."
Bagai disambar petir di pagi hari, hati Alvaro yang awalnya sangat bagus kini menurun drastis. Ia tak mau berlama-lama disini, lebih baik ia pergi ke sekolah dan mencari hal yang menenangkan.
"Loh kamu mau kemana?"
"Alvaro berangkat dulu, Bun." Teriaknya dengan berlari kecil menuju garasi motor.
***
"Lo gak perlu nganterin gue sampe depan kelas. Cukup sampe disini!" Perintah tegas Zia pada Wisnu.
"Inget omongan Ayah lo, Zi. Gue akan jagain lo dimanapun lo berada. Inget!" Zia menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Lo itu bukan siapa-siapa gue. Lo gak perlu membebani diri lo sendiri."
"Tapi gue gak merasa terbebani." Zia memutar bola matanya malas. Sudah lama ia berdebat dengan makhluk menyebalkan yang ada di depannya ini. Jika ia melarang, pasti ia akan membawa-bawa nama Ayahnya sebagai ancaman.
"Serah!" Zia meninggalkan Wisnu di tempat. Ia lelah berdebat dengannya.
Banyak sorot mata yang memperhatikan kedatangannya. Mereka saling berbisik satu sama lain.
'Itu 'kan Zia? Bukannya dia buta?'
Itulah bisikkan yang selalu di dengar Zia selama ia berjalan menuju kelas. Dan Zia jengah dengan omongan itu.
"Zia?"
Zia berhenti melangkahkan kakinya. Ia menoleh menatap seseorang itu. Seseorang yang selama ini sudah menyakiti hatinya, tapi Zia masih mencintainya.
"Alvaro?"
Alvaro menghampirinya dengan tatapan terharu.
Dugh
Ini yang ia rindukan. Memeluknya dengan erat. Alvaro memeluk Zia dengan sangat erat. Ia rindu gadisnya. Gadis yang selama ini sudah di buat sakit olehnya, dan Alvaro menyesal telah melepasnya.
"Gak usah peluk-peluk dia!" Wisnu melepaskan pelukan antara Alvaro dan Zia. Alvaro yang melihat perlakuan Wisnu menampakkan raut bingungnya.
"Lo kenapa?"
"Gak usah banyak bacot!"
Bugh
***
TBC!!!!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Ziarander
Teen FictionZia pernah berkata jika 'Semua cowok itu sama. Tidak ada yang tampan ataupun jelek. Ingat! Semuanya SAMA.' Apakah kata-kata itu masih tetap diucapkan oleh Zia setelah bertemu dengan cowok tampan, jail, dan ngeselin? Apakah hubungan mereka akan terus...