-13-

58 2 2
                                    

Kini Alvaro duduk termenung di kursi taman rumah sakit. Taman ini adalah tempat yang cocok untuk menyendiri--termasuk untuk Alvaro saat ini. Ia bingung harus jujur atau tidak kepada Zia. Ia takut, jika Zia mendapat berita ini entah apa yang akan dilakukannya.

Mengapa Tuhan memberikan cobaan ini kepada kekasihnya-Zia?

Dokter telah memberi tahu Alvaro penyebab yang diderita Zia. Sampai saat ini, Zia masih belum juga sadarkan diri.

Alvaro memengangi kepalanya seraya menunduk. Sikunya diguankan untuk menopang. Ia bingung, cemas, panik, dan takut. Takut kehilangan orang kesayangannya kembali.

"Kenapa Tuhan? Kenapa kau memberi cobaan lagi?"

Flashback on

Alvaro di perintahkan oleh dokter untuk tidak ikut masuk kedalam ruang IGD. Ia hanya pasrah, dan duduk di kursi tunggu. Rapalan doa tak pernah ia lupakan.

Beberapa menit menunggu, akhirnya dokter pun keluar dari ruangan. Dokter menyuruhnya untuk mengikuti ke ruangan dokter tersebut.

"Silahkan duduk Varo."

Alvaro tak bisa menunggu lagi. Ia harus tau penyebab dari semua ini, "gimana keadaan Zia dok?"

"Saya mau tanya sama kamu. Zia itu pacar kamu?" Alvaro menjawab dengan anggukan kepala.

"Dia mempunyai masalah sama kamu, atau keluarganya mungkin? Karena Zia terkena stress saat ini. Itu menyebabkan dia depresi. Kadar hormon kortisolnya meningkat, itu menyebabkan Zia mengalami stress. Hormon kortisol dapat merusak penglihatan dan otak yang merusak saraf optik dan mengakibatkan kebutaan."

Alvaro jelas sangat shok saat mendengar penjelasan dokter Rangga-dokter kepercayaan keluarganya.

"Terus, Zia bisa sembuh kan dok?"

"Kemungkinan kecil pasien bisa sembuh. Depresi itu bisa kapan saja datang mengganggu Zia. Kamu usahakan, Zia tidak mengalami stressnya bertambah saat mendengar diagnosis yang dideritanya."

Runtuh sudah jiwa Alvaro. Apakah orang kesayangannya akan pergi kembali? Alvaro tak akan membiarkan itu terjadi.

"Saya percayakan Zia sama kamu. Tolong jaga Zia sebaik-baiknya" Dokter Rangga menepuk sebelah bahu Alvaro untuk memberi semangat.

Flashback off

"Gue gak nyangka ini semua bakal terjadi."

Drrtt.. drrtt..

Panggilan masuk membuyarkan pikiran Alvaro. Ia mengambil ponselnya di saku celana. Tertera nama Bi Asih disana. Ia lupa tak mengabari Bi Asih sejak tadi.

"Halo den? Den,gimana keadaan non Zahra?"

"Halo Bi? Bibi gak usah khawatir sama Zia. Zia biar saya yang urus. Nanti kalau saya butuh sesuatu, saya telpon Bi Asih."

"I--iya den. Den Varo hati-hati ya. Saya titip non Zahra."

"Iya Bi."

Sambungan diputuskan oleh Alvaro. Ia takut dengan keadaan Zia. Ia memutuskan untuk kembali ke kamar inap Zia.

Ceklek

Zia belum sadarkan diri. Alvaro menatap Zia dengan tatapan sendu. Mata indah Zia kini ditutup oleh perban. Mata yang selama ini memancarkan cintanya, tak bisa lagi dilihatnya sementara.

"Gue sayang lo Zia." Alvaro mengelus lembut rambut Zia. Zia harus merasakan ini akibat ulahnya.

Alvaro menyesal telah berbuat hal itu padanya. Jika saja Alvaro memiliki alat pemutar waktu, Alvaro mungkin tak akan melakukan itu.

ZiaranderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang