EPISODE 16

2.2K 366 58
                                    

Selamat membaca

Liam memeluk Auris dengan erat, menghirup aroma tubuh Auris yang menenangkan pikirannya. Cukup lama mereka dalam posisi berpelukan hingga akhirnya Liam melepaskannya lebih dulu kemudian memandang Auris.

"Aku sudah terbiasa dengan pengkhianatan, tapi kali ini aku sangat dipermalukan," kata Liam.

Auris tetap diam sembari memandangi raut wajah Liam.

"Apakah yang harus ku lakukan pada mereka?" tanya Liam pada dirinya sendiri.

"Penggal," jawab Auris.

Liam justru tertawa mendengar perktaan Auris. Seharusnya, ia membatin saja sebab Auris selalu menyelesaikan masalah tanpa melibatkan perasaan. Jika ia mengeksekusi mati Liona dan Sion, bagaimana dengan kedua anak itu? Mereka akan hidup bersamanya sebagai pangeran palsu? Membayangkannya saja membuat Liam sesak.

"Jangan mengumumkannya pada rakyat, Yang Mulia," kata Auris sehingga Liam menatapnya dengan bingung.

Auris menghela napas kemudian berujar, " Mereka akan mencemoohmu. Bagaiman bisa seorang Raja dibodohi oleh wanita jalang selama bertahun-tahun? Aku yakin, mereka akan mengatakan itu."

Jujur saja Liam ingin tertawa mendengarnya. Dengan raut wajah datar yang menawan, Auris mengatakan hal itu tanpa mempedulikan perasaannya tetapi Liam semakin menyukainya sebab Auris tidak memperlakukannya seperti orang yang sangat menyedihkan.

"Kau benar, jadi apa yang harus kulakukan?" tanya Liam.

"Memenggalnya, aku pikir usulku buruk sebab dia mempunya dua anak yang masih kecil. Lebih baik Yang Mulia, mengatakan bahwa Liona berselingkuh baru-baru ini dengan pria bernama Sion itu. Kemudian cabut gelar bangsawannya dan asingkan ke wilayah pelosok bersama kedua anaknya."

Liam terdiam lalu tersenyum. Auris bagai solusi di saat dirinya terisolasi.

"Aku akan melakukannya setelah mendengar kabar kematian ayahnya." Liam berujar dengan santai lalu tangan kanannya terulur pada Auris.

"Mau berdansa denganku, Orthess?" tanya Liam.

"Apakah itu akan membuatmu senang?" tanya Auris.

"Aku akan sangat bahagia jika kau berkenan," bisik Liam.

Auris tersenyum sinis setelah meraih uluran tangan Liam. Sebelah tangan Liam langsung merangkul pinggang Auris, memangkas jarak di antara wajah mereka.

"Bukankah seharusnya kau menangis karena hal ini? Kau tampak begitu senang," cibir Auris.

Liam mengulas senyum tipis, napasnya yang hangat menerpa wajah Auris.

"Ya, aku ingin menangis, tapi bukan karena masalah ini."

"Lalu?"

"Akhirnya kau menghampiriku," lirih Liam.

Sontak Auris membeliakkan matanya, ia segera memalingkan wajahnya sedangkan Liam menahan senyumnya dan membiarkan tubuhnya mengikuti alunan musik.

*****

Alexis serta Ansei baru saja kembali dari tugas. Kepala mereka terasa berat untuk menatap Liam yang duduk di singgasana. Mereka bahkan tidak menikmati pesta besar yang diadakan kemarin malam dan ketika pagi, ia harus berhadapan dengan Liam yang mungkin akan mengamuk sebab mereka gagal melaksanan tugas.

LIAM OSMOND✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang