15.

193 21 5
                                    

Wilona P.O.V

"Wilo tidak berharap lebih.

Wilo hanya mengharapkan persahabatan.

Wilo. Tidak. Mengharapkan. Apa. Pun. Selain. Persahabatan."

Demikian, mantra rutin Wilo di depan cerminnya setiap pagi.

Ia tidak mau serakah. Bahkan ketika ia tahu sekali pun, ada sesosok Alunika Wilona Rae kecil yang sedang menangis dibalik topengnya.

Padahal, menurutnya, permintaannya sudah sangat sederhana — rumah. Hanya rumah.


Karena tidak punya rumah itu berat.


Karena 26 tahun hidup berkelana tanpa rumah itu berat.


Karena Wilo sudah lelah hidup merasakannya.


Ia sempat mengira penantiannya akhirnya terjawab setelah 26 tahun menanti. Sempat mengira Juna bisa menjadi rumah yang sudah begitu lama ia dambakan. Dan, pada awalnya, kemungkinan itu tidak terlihat terlalu jauh dari gapaiannya.

Namun, begitu ia dihadapkan dengan sosok Valerine, Wilo harus, lagi-lagi, berbesar hati. Menerima kenyataan bahwa harapannya yang masih sekecil biji jagung itu harus kembali dengan kejamnya dirampas pergi darinya.

Ia langsung mengerti saat itu juga, melihat tatapan Juna untuk perempuan tersebut. Hati kecilnya hancur lagi hari itu, entah untuk yang ke berapa kalinya dalam 26 tahun ia hidup merindukan sebuah rumah.

Namun, lagi; seorang Arjuna datang menawarkannya secercah harapan baru – bukan ia yang menjadi rumah, tetapi Wilo yang menjadi rumah; menjadi tempat persinggahan bagi Juna yang juga terombang-ambing dalam badainya sendiri.

Dan, kali ini; harapannya memiliki masa depan yang lebih cerah. Hari-harinya menjadi lebih berwarna, ia terlena. Wilo lupa diri, ia menjadi serakah. Tidak hanya Arjuna, ia juga ingin menjadi rumah bagi Valerine. Merasa dirinya begitu gagah, ia justru mengacaukan segalanya.

Kata-kata Valerine tidak bisa berhenti bergaung dalam telinganya.


"Kamu terlihat seperti sedang merebut Juna dariku."

"Kamu terlihat seperti sedang merebut Juna dariku."

"Kamu terlihat seperti sedang merebut Juna dariku."


Wilo mematikan harapannya sendiri.

Maka dari itu, hal terakhir yang bisa ia lakukan untuk Juna, setidaknya, adalah datang membereskan segala kekacauan yang sudah ia sebabkan.

Ia datang ke kantor Valerine hari Senin sore itu juga. Tetapi, yang ia dapati justru Juna yang sedang menyatakan perasaanya.

Hatinya terlalu sakit. Ia pergi.

Kali kedua ia datang, Juna dan Valerine tampaknya sedang bersitegang. Sebuah kotak kue di tengah-tengah mereka. Situasinya tampak terlalu serius, Wilo tidak punya ruang untuk masuk. Ia pergi.

Kali ketiga ia datang, Valerine sedang sendirian. Namun, entah apa yang merasuki, Wilo tiba-tiba menciut. Bahkan, barang hanya membuka pintu mobilnya saja, tangan Wilo terasa begitu berat. Giliran keberaniannya sudah terkumpul, Juna terlanjur datang. Keberaniannya kembali menguap, mereka yang pergi.

Home (JunHao GS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang