EXTRA CHAPTER #1

253 18 0
                                    

Ayah sakit


Rassya P.O.V

Di satu dunia ini, yang paling Rassya benci adalah mama.

Dan, yang paling Rassya sayang adalah ayah.

Ayah memberi kecupan yang paling menggelitik. Tangan ayah adalah tangan yang paling kekar, tangan yang memberikan gendongan paling aman untuk Rassya. Namun, di saat bersamaan, juga yang paling lembut. Ayah memberikan dekapan yang paling hangat.

Bicara ayah halus. Rassya suka tiap ayah memujinya. Senyum dan tawa ayah? Rassya benar-benar menyukainya. Apalagi, ketika senyum dan tawa itu adalah karenanya. Rasanya, seisi dunia sudah berhasil Rassya taklukkan. Rassya rela diminta melakukan apa saja asalkan ia bisa menjadi alasan di balik senyum dan tawa ayah.

Tapi, mama?Mama bukan ayah!


"Rassya!"

Rassya seketika terentak di tempatnya berdiri. Vale menahan pergelangan tangannya yang baru saja hendak membuka pintu kamar kedua orang tuanya. Sontak, membuat bibir mungilnya mencebik, tak senang.

Mamanya baru saja menghentikannya dari menyambut sang ayah 'selamat pagi'. Menariknya ke dapur, menjauh dari sang ayah. Rassya sebal! Padahal, mamanya sudah selalu menjadi orang pertama yang bisa menyambut ayahnya tiap pagi. Kenapa untuk menjadi yang kedua saja, Rassya ditahan?

Semangkuk misoa diletakkan di hadapannya. Kemudian, menyusul segelas tinggi air putih. Tidak lupa juga, pil besar berwarna merah muda yang sangat Rassya benci.

Di depannya, Vale sangat sibuk mengatur mangkuk dan mencari-cari sesuatu di kotak obat. "Rassya makan dulu ya. Ayah hari ini sakit, jadi —"

"Ayah sakit?!" potong Rassya. Tanpa sadar, sedikit menggebrak meja saat menumpukan berat tubuhnya pada kedua tangan kurusnya. Matanya membelalak, memproses informasi yang baru mamanya sampaikan.

Vale segera berbalik dan membawa telunjuknya ke depan bibirnya, mengisyaratkan putranya untuk diam. "Shhh, Rassya. Ayah butuh istirahat," jelasnya.

Namun, bagaimana bisa Rassya diam?! Ayahnya sedang kesakitan di dalam kamar! Padahal, tadi malam, ayahnya masih baik-baik saja. Bahkan, Juna masih berjanji akan mengajak keluarga kecilnya pergi hari ini, membanggakan ia telah berhasil mendapatkan cuti tiga hari.

Rassya sudah sangat-sangat menunggu hari ini dan tiga hari ke depan. Ia segera menghambur dari kursinya.

Vale menangkapnya. "Rassya! Mama kan baru bilang, kasih Ayah istirahat! Nanti kamu ketularan!"

"Rassya mau nemenin Ayah!"

"Jangan, nanti kamu ketularan. Ayah juga enggak bisa istirahat kalau ada kamu!" tuding Vale, dalam sekelebat, membuat putranya tidak terima.

Rassya langsung melompat turun dari dekapan mamanya. Ia berkacak pinggang "Kata siapa?!" Sergahnya. Kedua manik matanya menatap tajam milik Vale yang serupa dengannya.

Pertentangan panas tak terhindarkan, Vale ikut mendelik.

"Kalau Mama masuk, juga Ayah enggak bisa tidur! Kenapa Mama boleh masuk, Rassya enggak? Mama takut Ayah Rassya rebut kan? Mama curang!"

"Ya Mama enggak masuk, yang ngompres sama kasih Ayah obat siapa?!"

"Rassya!" Serunya yakin.

Vale sampai langsung kehilangan kata-kata dibuatnya. Ia menarik napas dalam-dalam, yang anehnya, membuat lutut Rassya sekejap lemas.

Home (JunHao GS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang