05.

200 21 3
                                    

Arjuna P.O.V

"Jadi, Wilo hanya teman Mas?" tanya Valerine lagi untuk yang kesekian kalinya.

Juna hanya menatapnya tidak percaya. Sudah kali ke berapa ia menjawab? Ini bahkan sudah berlalu beberapa hari semenjak pertemuan mereka.

Perlu diakui, memang ia terus berhubungan dengan wanita cantik itu. Pada awalnya, mereka hanya bertukar nomor karena Juna memaksa untuk mengganti roknya. Namun, setelah berkomunikasi beberapa kali ternyata mereka sangat cocok.

Juna jadi keterusan bertukar pesan dengan Wilo, menanyakan kakinya dan hal-hal lainnya seperti buku. Minggu kemarin pun Juna hanya mengajaknya keluar berdua untuk memenuhi janji mengganti roknya. Ia benar-benar tidak menyangka akan bertemu Vale disana.

"Kamu tuh mau tanya berapa kali sih Val?" Juna menjitak kecil kepala Vale. Sudah bosan ditanyai.

Vale hanya mengaduh. Ia menatap Juna tajam seolah tatapannya dapat membunuh Juna. Bibir bawahnya ia monyongkan untuk mempertegas kekesalannya.

Tapi, Juna malah jadi gemas melihatnya.

"Mas tuh! Tinggal jawab Vale apa susahnya sih. Vale tusuk nih lama-lama!" Ia mengacungkan jarum yang sedang ia gunakan ke wajah Juna.

"Waduh Dek, kalem dong," seru Juna tak kalah cepat. Kedua tangannya sudah merentang di depan wajahnya layaknya barikade, membuat Valerine mendengus kesal sebelum kembali melanjutkan pekerjaannya; menjahit kacing Juna yang lepas. Mulutnya komat-kamit sendiri.

Sebenarnya Juna juga merasa bodoh meminta Valerine yang mengerjakannya. Ia bisa melakukannya sendiri. Kalau pun malas, ia bisa meminta bantuan ibunya menjahitkan. Eh, alih-alih, Arjuna malah sengaja memilih datang ke rumah sebelah sore-sore sepulang kantor. Maunya dijahitkan Vale. Lucu sekali kan?

Ia berputar ke belakang sofa. "Yang ikhlas dong Dek jahitinnya. Mas pijetin deh." Ia menawarkan suatu kompromi. Kemudian, tanpa menunggu persetujuan sang wanita langsung meremas pundak Vale.

Vale terkesiap sebelum tubuhnya kembali rileks. Namun, pundaknya tetap tegang. Pucuk telinga yang lancip memerah. Ia lalu melanjutkan pekerjaannya dalam diam. Terlihat sangat manis dari tempat Juna berdiri. Membuat Juna jadi ingin menggoda.

Tapi, niatnya urung setelah bunda Vale berteriak dari dapur, "Juna! Makan sini saja ya Nak. Tante masak kesukaanmu nih,"

Juna pun langsung mengiyakan.

Namun, sebelum beralih ke dapur, ia mendapati Vale yang menarik ujung kausnya. Dengan suara lirih ia kembali mencicit, "Pertanyaan Vale tadi belum dijawab, Mas. Benar kan hanya teman?" Mata besarnya menatap hanya Juna.

Jika sudah begini, bagaimana pertahanan Juna bisa bertahan?

Ia mengusak rambut Vale. "Haha, iya, cuman teman Dek. Teman biasa."

Senyum Vale langsung sumingrah.


***


Arjuna itu laki-laki luar dalam. Ia tidak pernah menampik perasaannya. Bahkan, ketika yang bersangkutan ada bersamanya.

"Juna, kamu suka enggak sama Vale?" tembak bunda Vale langsung tepat ketika Juna baru menyendok suapan pertamanya. Vale di sampingnya memprotes sang bunda.

Juna, yang diajui pertanyaan, hanya meletakkan sendoknya kembali ke piring. "Ya, suka dong Tante. Memang bisa ada orang yang enggak suka sama Vale?" Ia menatap wanita di sampingnya dalam.

Tentu saja, Juna memaknai kata-katanya. Vale itu perempuan baik hati yang ulung dan bisa berdiri untuk dirinya sendiri. Ia perempuan penting dalam hidup Juna yang selalu ingin Juna lindungi dari bahayanya dunia.

Home (JunHao GS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang