Valerine P.O.V
Vale benar-benar bodoh.
Tidak ada hal lain yang melintasi kepalanya selain empat kata itu. Ia merutuki dirinya sendiri, tidak bisa berkonsentrasi, terus menyalip kesana-kemari sepanjang jalan.
Pikirannya hanya satu: ingin secepatnya sampai ke rumahnya. Sampai ke tangan terbuka Arjuna.
Vale benar-benar bodoh, ia bahkan tidak menyadari betapa Arjuna bukan dirinya sendiri semenjak hari itu Bayu menyatakan perasaannya.
Ia sangat bodoh, tidak menyadari betapa pengakuan Bayu telah memberikan tekanan yang begitu besar bagi Arjuna.
Ia benar-benar sangat bodoh, ia hampir saja menerima pinangan Bayu.
Vale segera meninggalkan motornya begitu ia tiba di rumah Arjuna. Melompat turun. Menggedor-gedor pintu rumah Juna, ia sudah sepenuhnya lupa dengan eksistensi para tetangga di sekeliling rumah mereka.
Suaranya memanggil nama Arjuna dengan urgensi yang tidak bisa ia kendalikan.
Detik berasa bak hari, dalam kejapan tiga detik yang Juna butuhkan untuk membuka pintu. Vale langsung melempar tubuhnya ke pria yang sedang berdiri lunglai di depannya itu. Sontak, menarik pekikan dari sang tuan rumah.
Juna bahkan hampir saja terjatuh. "V-vale?! Kamu kenapa Dek?!" ia panik saat menyadari siapa yang telah menubruknya. Ia segera mendorong tubuh tetangga kecilnya itu.
Ia tahu Vale baru saja pergi bersama Bayu. Tapi, ia tidak tahu kenapa Vale jadi bersikap seperti ini. Ia segera menginspeksi wajah tetangga kecilnya.
Ekspresi kekhawatiran yang sama, yang selalu menghiasi wajahnya, merebak. "Kamu diapain Dek sama Bayu? Ngomong sama Mas, jangan bikin Mas takut!" Kedua alisnya menaut. Pikirannya langsung terarah pada kemungkinan terburuk.
Vale sangat ingin menangis rasanya melihat Arjuna yang begitu kalut hanya karena pelukannya. Ia menggeleng. Hanya berbalik mendekap Arjuna lagi — Erat. Sangat erat.
Ia membenamkan wajahnya di dada bidang Arjuna. Merasakan detak jantung Arjuna yang begitu cepat di dalam sana.
Ia benar-benar bodoh. Air matanya mulai melukis bayangan gelap di kaus Arjuna. "Maafin Vale, Mas. Maafin Vale," ia malah menangis tersedu. Kedua tangannya, di balik punggung Arjuna, meraba-raba naik turun; berusaha menekan tubuh Arjuna agar lebih dekat lagi dengan tubuhnya. Mempersempit jarak di antara mereka yang benar-benar sudah tidak ada.
Juna yang tidak tahu apa-apa hanya mengusap-usap punggung sempit tetangga kecilnya itu. Pikirannya berantakan, ia bahkan tidak tahu harus beremosi apa.
Ia kira — Ia kira — perempuan dalam dekapannya ini sudah memilih Bayu sejak tadi pagi ia keluar rumah untuk bertemu pria tersebut.
Ia kira perempuan dalam dekapannya ini sudah mendapati bahwa ternyata, 'ya, benar, ada tempat pemberhentian yang lebih lapang daripada rentangan tangan Arjuna'.
Namun, apa? Yang Juna dapatkan justru Vale yang pulang, menangis tersedu, dan hancur dalam dekapannya. Haruskah ia bersyukur atau marah? Ia benar-benar hilang akal.
"Vaaaal," ia akhirnya memohon. "Kamu kenapa? Tolong kasih tahu Mas, jangan begini. Kamu bikin Mas khawatir."
Tapi, perempuan itu lagi-lagi hanya menggeleng. "Vale enggak papa Mas. Tolong biarin aja Vale meluk Mas sebentar lagi," mohonnya, masih dalam dekapan Arjuna. Sesenggukkannya perlahan mereda. Dekapannya tidak lagi segawat tadi, nafasnya pun mulai terkondisi.
Juna berusaha menyamai pola nafas mereka. Ia tidak henti-hentinya mengusap punggung tetangga kecilnya itu. Berusaha menenangkan Vale yang kini mulai menarik diri dari tubuh Arjuna. Menciptakan ruang yang cukup untuk mereka berbicara dengan saling menantap mata satu sama lain.

KAMU SEDANG MEMBACA
Home (JunHao GS)
Romance"Enggak papa Valerine pergi-pergi, yang penting Vale tetap ingat. Vale punya rumah, yaitu Juna - rumah Vale. Juna akan selalu menunggu Vale disini." "Karena siapa pun yang sudah berusaha pasti akan merindukan sebuah rumah untuk pulang berteduh" Seb...