Valerine P.O.V
"Genit banget sih, berasa paling cantik kali ya dia. Dasar enggak punya cermin."
"Jalang."
"Lihat deh si Valerine, cowoknya beda-beda yang nganter sama jemput."
"Enggak malu apa dia."
... dan masih banyak lagi. Telinga Valerine sampai sudah panas mendengar bisikan rekan-rekan kerjanya. Bukan sekali-dua kali, Valerine selalu mendengar desas-desus tentang dirinya berseliweran layaknya minum obat – rutin.
Ia sampai sudah kebal akan kata-kata mereka. Valerine keluar dari bank tempatnya bekerja pada Elang yang sudah menunggunya.
Pria yang lebih tinggi darinya itu, tersenyum manis ke arahnya begitu ia menampakkan diri. Elang berjoging kecil ke arahnya, meraih tasnya, dan merangkul pinggang rampingnya; menuntunnya ke tempat dimana mobilnya terparkir.
Jalanan ibu kota hari ini basah. Memang seharian ini, ibu kota disiram hujan yang tidak berhenti-henti. Hujan baru berhenti sekitar satu jam yang lalu. Alasan inilah yang menjadikan Valerine diantar dan dijemput Elang hari ini.
"Mau makan apa Val?" Tanya Elang, memecah keheningan yang tumbuh di antara mereka.
"Bebas," Jawab Valerine sekenanya. Ia tipe yang lebih senang diam di dalam mobil.
Elang menganggukkan kepalanya sebagai balasan, "Oke, kita nyobain kafe baru yang diomong temenku aja ya. Kamu harusnya suka deh. Tempatnya estetik buat foto." Ia bersenandung pelan selama perjalanan. Sekali-kali, pandangannya tertuju pada Valerine.
Senyum Elang selalu terpampang manis tiap kali Valerine memergokinya sedang memandangi dirinya. Di sebuah perempatan besar, tangan Elang tidak tahan lagi untuk tidak menyentuh tangan Valerine. Tangannya yang lebih besar merungkup tangan Valerine. Jari demi jari mereka ia tautkan sebelum akhirnya mendaratkan sebuah kecupan lembut di punggung tangan Valerine.
Valerine dapat melihat kekaguman yang tulus di mata sipit Elang. Ia sangat tidak menyukai tatapan itu tiap kali hatinya tidak berdebar. Hatinya belum hidup untuk Elang. Ia menarik tangannya, "Aku belum nyaman dengan kecupan-kecupan seperti itu," tegasnya.
"Ah, benarkah? Maafkan aku." Lampu berubah hijau, Elang kembali menancap gas. "Aku hanya menyukai semua tentangmu Val," tambah Elang. Pandangannya sudah kembali pada jalan padat di depan mereka.
Valerine diam-diam berharap hatinya bisa berdegup suatu hari nanti untuk pria di sampingnya. Elang adalah pria yang baik.
***
Kafe 'Sociate adalah kafe yang bagus. Rasa makanannya enak, harganya sesuai dengan kualitasnya, dan desain interiornya dibuat pas untuk kenyamanan konsumennya. Tidak ada alasan untuk tidak menyukai kafe tersebut. Tapi anehnya, kafe tersebut tidak meninggalkan impresi apapun pada diri Valerine. Walaupun memang, Valerine berhasil mengambil beberapa selfie bagus dengan Elang.
"Hati-hati ya pulangnya dan terima kasih hari ini," Ujar Valerine dari samping mobil Elang begitu ia turun di depan rumahnya. Elang menyampaikan beberapa kata seperti menyuruhnya segara masuk dan mandi sebelum akhirnya memelesat pergi dari kompleks rumah Valerine. Membuat Valerine mendesah setelah mobil hitam itu menghilang dari jangkauan pandangnya.
Elang benar-benar sama dengan kafe tadi – sempurna, tetapi entah kenapa tidak bisa menorehkan impresi di dadanya.
Ia menyukai pendampingan Elang, senang mendengar cita-cita dan ambisi pria itu, tetapi tidak bisa merasakan desiran apapun di hadapannya. Ia juga tidak bisa khawatir berlebihan tentangnya, tidak pernah cemburu, dan juga tidak pernah menunggu-nunggu kehadirannya bak anak remaja yang bisa melompat-lompat menunggu kedatangan pacarnya.
Apakah itu artinya Valerine harus lagi-lagi melepas Elang kali ini? Ia sangat tidak ingin menyakiti pria sebaik Elang – !
Sebuah benda keras mengantuk kepalanya, memaksanya untuk segera membalik badan.
Dan, tentu saja... Valerine seharusnya sudah tahu siapa pelakunya tanpa perlu mengecek.
Arjuna. Selalu Arjuna. Siapa lagi kalau bukan Arjuna?
"Ngapain enggak masuk-masuk sih Dek. Mobilnya Elang aja udah ilang dari tadi," celetuknya ringan sambil menengadahkan kepalanya untuk menunjuk-tunjuk arah kepergian mobil Elang. "Kamu baru pulang? Malem banget."
Vale hanya mengangguk. Melihat Arjuna yang hanya berbalut kaus tidur dan celana pendek entah mengapa merangsang sebagian dirinya untuk menjadi kecil. Mungkin karena pria yang sedang bersamanya ini sudah selalu menjadi sosok kakak baginya.
Ia ingin menyandar di bahu lebar itu. Capai di tubuhnya terasa seperti hempasan angin yang baru saja menerjang tubuhnya.
"Kamu kayak capek banget. Mandi sanah. Mas baru beli martabak di depan, kamu mau? Kalau mau, entar Mas anter ke rumah." Alis Juna menaut. Wajahnya khawatir – khas seorang Arjuna. Jemari panjangnya mulai menyusuri anak rambut Valerine yang berantakan, menyelipkannya ke belakang telinga Valerine.
Vale selalu senang ketenangan yang Arjuna uarkan padanya.
"Nanti, Vale aja yang kesana."
"Oke, tanyain Ayah-Bunda mau sekalian atau enggak. Nanti Mas beli lagi kalau pada mau. Mas belinya yang kecil soalnya." Juna kemudian menepuk kepala Valerine, puas dengan hasil kinerjanya.
Valerine pun kembali mengangguk. "Mmh, enggak usah kalau gitu Mas. Nanti Vale langsung ke rumah aja habis mandi." Ia langsung masuk ke rumahnya.
Aneh memang, capai di tubuh Valerine malah menguap karena martabak tiga puluh ribuan daripada pasta dan kopi yang dua kali lipat lebih mahal harganya.
Ia tidak sabar untuk segera ke rumah Arjuna.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Home (JunHao GS)
Romance"Enggak papa Valerine pergi-pergi, yang penting Vale tetap ingat. Vale punya rumah, yaitu Juna - rumah Vale. Juna akan selalu menunggu Vale disini." "Karena siapa pun yang sudah berusaha pasti akan merindukan sebuah rumah untuk pulang berteduh" Seb...