Remake Version 1

25 5 0
                                    

Cerita Tentang Semesta

Saat bagian malam di Bumi datang, jauh di atas langit sana Bulan bersiap menerangi malam dengan sinar redupnya. Bersama dengan Bintang, mereka mendapat tugas yang sama untuk menghiasi malamnya Bumi.

"Waktunya malam, Bintang. Mari kita hiasi langit Bumi, jangan lupa untuk bersinar terang," sapa Bulan pada Bintang di sisinya.

"Bulan juga, walaupun sebenarnya Bulan selalu bersinar dengan baik," kata Bintang dengan suara pelan.

Ah, tentang bersinar, Bulan jadi ingat saat ia mengalah untuk Mentari. Mentari ingin dapat sinar lebih banyak dan Bulan mengabulkannya. Akibatnya, keberadaan Bulan jadi tak sepenting Mentari. Bulan pikir Mentari pantas untuk bersinar lebih terang di siangnya Bumi. Sinarnya Mentari terasa sangat berarti untuk Bulan.

"Bintang juga selalu cantik saat bersinar," Bulan menanggapi dengan hangat.

Bintang dan Bulan selalu berdampingan setiap saatnya dan Bintang menyukai itu. Semesta bahkan bilang keberadaan Bulan di mata penghuni kecil Bumi menjadi lebih cantik bersama Bintang, begitu pula sebaliknya.

Ah, malam ini Bulan tetaplah Bulan yang selalu Bintang puja. Bintang tidak pernah pergi dari sisi Bulan, tapi yang selalu Bintang dapat adalah pandangan Bulan yang tak pernah lepas dari Mentari. Bintang paham sebesar apa arti Mentari untuk Bulan. Tapi Bintang rela, yang penting ia ada di sisi Bulan, bukan Mentari.

"Apa gerhana sudah dekat?" tanya Bulan. Bulan hanya bisa mengawasi Mentari dari jauh. Semesta tidak ingin sinarnya Bulan bertabrakan ketika waktunya Mentari yang bersinar untuk Bumi. Mereka punya jadwal masing-masing. Bulan selalu sabar menanti saat dimana ia bisa berpapasan dengan Mentari. Satu-satunya kesempatan, saat gerhana.

Bintang menggeleng, "Aku kurang suka menghafal jadwal, apalagi yang bukan jadwalku." Meskipun terangnya Bintang tidak secerah Mentari, Bintang selalu berusaha bersinar lebih terang dari Mentari. Susah payah Bintang mencuri perhatian Bulan. Bintang harap, suatu saat Bulan bisa lihat terangnya Bintang.

Di sisi lain, waktu bagian Bumi siang hari, Mentari bersinar sendiri. "Penghuni kecil Bumi suka sekali beraktivitas saat waktunya aku bersinar untuk mereka," gumam Mentari.

Mentari selalu bangga bersinar untuk pencuri hatinya, Bumi. Walaupun sebenarnya, tak terhitung berapa kali hatinya sakit karena Semesta selalu melarang Mentari untuk mendekat ke Bumi. Tidak seperti Bintang yang diizinkan untuk mendekat mengunjungi Bumi. Tapi Mentari tahu, meski dari jarak sejauh ini, Bumi butuh Mentari untuk kebutuhan penghuni kecil Bumi.

"Hey, Bumi! Bagaimana keadaanmu?" seru Mentari keras.

Bumi tersenyum senang, "Penghuni kecilku senang karena sinarmu hangat!"

Mentari menyembunyikan rona malunya. Bumi selalu bisa berkata-kata baik padanya. "Sayang sekali jarak kami sejauh ini."

Mentari menangkap tatapan Bulan yang melihatnya meski tengah berbicara dengan Bintang. Mentari baru sadar, Bulan jarang sekali berbincang dengannya. Saat gerhana tiba pun Mentari dan Bulan hanya bertukar kabar, tak banyak yang bisa mereka bahas. Dengan Bintang, Bulan nampak lebih mudah untuk berbincang.

"Sepertinya saat gerhana selanjutnya tiba, Bulan juga tidak akan banyak bicara seperti sebelumnya," gumamnya lagi. Tatapannya kembali ke arah Bumi yang menonton para penghuni kecilnya dengan sayang. Ingin sekali Mentari bisa melihat tatapan itu lebih dekat.

Ah, biarlah ia dan Bumi berjauhan, setidaknya Mentari bisa memberi kebahagiaan untuk Bumi dari tempatnya. Mentari sangat beruntung Bulan mau mengalah agar berikan sinar untuknya kala itu. Ia jadi bisa berguna untuk Bumi.

Untuk Bumi sendiri, hal yang paling senang ia lakukan adalah memandangi penghuni kecilnya beraktivitas dan Bumi berusaha sebaik mungkin untuk menjaga mereka. Sesekali ia asyik memandangi Bintang, nampak kecil tapi lebih terang dari Bulan.

"Halo Bulan, Bintang," sapa Bumi ramah. Bulan tersenyum ramah, sedangkan Bintang sedikit bersembunyi malu. Bintang jarang sekali berbicara, ia hanya menanggapi seperlunya. Sesekali Bintang mendekat ke sekitar Bumi karena penasaran dengan penghuni kecilnya. Penghuni kecil di Bumi selalu memberi harapan pada Bintang yang nampak jatuh. Itu adalah momen kecil yang paling Bumi sukai.

"Kali ini Bulan nampak purnama, kan?" tanya Bintang ragu kepada Bumi.

"Aku pikir kamu tidak suka menghafal jadwal yang bukan jadwalmu," goda Bulan. Bintang tersipu, pura-pura tidak mendengarnya.

"Iya, beberapa bagian melihat Bulan dalam bentuk purnama," jawab Bumi. "Bintang mau lihat penghuni kecilku?" tanya Bumi.

Bintang menggeleng, "Aku takut terlalu banyak memberikan harapan untuk penghuni kecil."

Bintang mungkin tidak tahu, Bumi lah yang selalu berharap Bintang jatuh ke pelukannya. Bukankah lebih baik jika penghuni kecil dapat melihat Bintang dengan lebih jelas? Tapi Semesta bilang itu agak berbahaya untuk Bintang. Ah, mungkin bukan saatnya Bintang jatuh pada Bumi. Bumi percayakan Bulan untuk jaga Bintang. Akan ada saatnya Bintang hadir untuk Bumi.

"Tidak apa, sesekali saja," kata Bumi ramah.

Dibalik semua kisah mereka, Semesta merasa bersalah karena tidak ada yang mendapat balasan yang setimpal dari apa yang sudah mereka korbankan. Meskipun begitu, Semesta rasa, dengan mengatur jadwal dan tugas mereka masing-masing, mereka akan sadar apa arti cinta yang sesungguhnya.

Bulan yang sudah mengorbankan seluruh sinarnya, terpaut jarak dan merasa cukup dengan memandang. Bintang yang selalu dekat, namun tak ada yang bisa ia raih. Mentari yang ditentang untuk lebih dekat, memberikan yang terbaik meskipun jauh. Juga Bumi, meskipun ia pusat perhatian, tapi hanya bisa menjaganya lewat orang lain.

Cinta bukan hanya mengenai rasa sayang yang saling terbalaskan, tapi juga tentang bertahan ketika tidak ada yang membalas. Cinta adalah tentang menanti dan merelakan, meski belum tentu saling memeluk atau melepas. Semua makhluk punya caranya masing-masing untuk mencintai.

ditulis pada 8 Mei 2020

Bedtime StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang