Special - Bimbim

6 2 0
                                    


Seorang gadis berdiri dengan gelisah di depan rumahnya. Matahari semakin naik dan ia belum berangkat juga. Hingga tak lama, pemuda dengan tampang tengil tak berdosa datang dengan motor kesayangannya. "Lama," gerutu Aleena, gadis itu.

"Tadi Bimbim mogok jadi isi bensin dulu," kata Figo, pemuda tengil tadi sambil menepuk motornya, Bimbim.

Alee menyilangkan lengannya, "Jadi Bimbim sekarang lebih penting?"

"Iyalah, kalau dia mogok gimana?"

"Naik angkot!" seru Aleena kesal.

Figo cemberut dan tancap gas, sementara Aleena tersenyum lega karena gagal telat.

"Alee nanti pulang sama aku, ya," pinta Figo.

"Kenapa?"

"Ya pokoknya gak usah sama Danar-Danar itu."

"Kan kemarin Danar duluan yang ngajak bareng."

"Biasanya, aku gak ngajak juga Alee sama aku!"

"Ih cemburuan."

"Bodo amat. Alee sama aku. Alee punya aku."

Alee terdiam. Melamun cukup lama hingga dikejutkan suara klakson mobil di sampingnya. "Figo," panggil Alee. Suara bising jalanan tak bisa meredam suara Alee untuk telinga Figo.

"Kenapa, Lee?"

"Kita tuh, pacaran?"

"Kata siapa?"

"Aku nanya, ih!"

"Ya enggak, lah." Aleena meluruhkan bahunya kecewa. Menyesal ia sudah percaya diri, sampai nekad bertanya seperti itu. "Memang Alee butuh status?" tanya Figo.

"Iyalah, gak jelas gini."

"Jelas, kok. Alee bukan pacar, tapi punyaku. Gak perlu pake acara nembak juga udah jelas. Aku suka Alee, Alee juga pasti suka aku."

"Berarti boleh dong pergi kalo bosen? Gak perlu putus, kan bukan pacar."

"Boleh. Tapi emangnya Alee mau?"

Alee tersenyum, "Enggak. Kan aku punya Figo," sembari melingkarkan tangannya di pinggang Figo. Kali ini tanpa rasa canggung dan ragu.


ditulis pada 23 Februari 2019

Bedtime StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang