Bedtime Story 17

7 3 0
                                    

Andini dan Hilal

"Kulihat awan, seputih kapas. Berarak-arak di langit luas. Andai kudapat ke sana terbang. Akan kuraih, kubawa pulang."

Hilal menghentikan tangan yang tadinya tengah menggambar asal. "Tau lagu itu dari mana?"

"Apa?" tanya Andini.

"Kamu tau lagu itu dari mana?" ulang Hilal.

"Lagu Mama, waktu kecil sering denger Mama yang nyanyi, jadi nyebutnya Lagu Mama," jawab Andini.

Hilal tertawa, "Waktu kecil dulu ibuku juga suka nyanyiin lagu itu."

Andini mengernyit kesal, "Samaan terus!" Hilal angkat bahu, mana dia tahu ibunya Andini menyanyikan lagu yang sama dengan lagu kecilnya dulu? Mungkin memang lagu itu hits pada masanya, siapa tahu.

"Emang kalo samaan terus kenapa?" tanya Hilal.

"Ya gak suka aja! Lagi nyanyi, kamu ikut nyanyi. Lagi baca puisi, kamu lanjutin sampai selesai. Lagi baca buku, kamu ceritain akhirnya gimana. Kayak ditempelin setan!" gerutu Andini.

"Gak apa-apa dong kalo banyak sama, berarti kita sehati, kan?" gurau Hilal.

"Ogah!" seru Andini, diiringi tawa Hilal lagi.

Walaupun sebenarnya, dalam hati Andini, ia senang sekali punya banyak kesamaan dengan Hilal. Bisa bahas band bareng atau ke festival yang gak semua teman Andini suka, jadi gak akan kehabisan topik tiap wakyu. Apalagi Hilal lagi baik-baiknya, mau diajak kesana kemari, gimana Andini gak senang?

"Din, temen kamu yang namanya Lita itu, jomblo?" tanya Hilal.

Andini memutar matanya sebal, "Mau apa lagi?"

"Ya siapa tau kali ini ada salah satu temen kamu yang nyantol?" kata Hilal tengil. Cuma ini yang Andini gak suka dari Hilal; tukang gonta ganti cewek!

"Kenapa sih ngebet banget cari cewek? Biar keliatan keren?" tanya Andini.

"Sayang aja kalau ketampanan seorang Hilal disia-siakan," jawab Hilal. Andini memberi raut wajah ketus. "Udah ah, aku mau ketemuan dulu, ada janji sebentar." Hilal merapikan bukunya dan bangkit dari kursi.

"Loh, terus acara nanti sore—"

"Iya, nanti aku jemput, bilang aja kamu nunggu dimana. Aku udah janji, aku gak akan lupa," potong Hilal.

Andini tersenyum lebar. "Jangan lupa!"

Hilal melambaikan tangan sesaat lalu bergegas pergi. Senyum Andini berubah kecut, lagi-lagi ia terbuai.

Berkali-kali ia yakinkan hati untuk tidak terbawa perasaan saat sedang bersama Hilal, berkali-kali pula ia mengkhianati niatnya sendiri. Ia benar-benar tidak ingin ada hal yang berubah jika perasaan itu terus berkembang, semua yang ia bangun dengan Hilal akan hancur seketika.

Padahal Hilal sendiri yang berkata, "Ada hal-hal yang tidak bisa dilihat kalau terlalu dekat."

Sudah jelas Hilal tidak akan (dan mungkin tidak mau) menyadari perasaan Andini sekalipun ia bersikap terang-terangan. Andini dan Hilal sudah terlalu dekat.

Mungkin kita lihat saja nanti, siapa yang menang kali ini. Ego Andini dalam mempertahankan persahabatannya dengan Hilal atau memperjuangkan apa yang menurut hati Andini pantas untuk dibalas.


Pesan dari Andini :

Terima kasih masukkan kalian semua yang mendukung agar Andini dan Hilal cukup sebagai teman saja. Tapi kalian harus tahu, kalau masalah perasaan tidak bisa hanya dipertemankan. Rasa beda sama teman. Tapi kita lihat cerita selanjutnya ya, sayang kalian.


ditulis pada 13 Juni 2019

Bedtime StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang