Bedtime Story 18

8 2 2
                                    

Tentang Rasa yang Bohong

Ada seorang teman yang aku sayangi sepenuh hati. Namun aku terlalu takut untuk mengakui perasaanku sendiri, aku menganggap hatiku tengah bercanda.

Aku menutupinya dengan berpura menyukai banyak lelaki. Loncat sana-sini, mudah sekali patahkan hati orang lain. Mati-matian aku tutupi sebuah kejujuran yang enggan aku akui.

Kala itu aku bertengkar hebat dengan mantanku yang baru. Dia, yang namanya aku ukir paling dalam, datang ketika aku merengek. "Aku sedang bertengkar, kamu harus hibur!"

Siang itu, hanya aku yang bersuara. Umpatan-umpatan aku layangkan pada si mantan terbaru. Namun ia diam, tak berkomentar apa-apa. Hanya mendengar. Aku gerah, "Ada atau tidak kau di sini, rasanya sama saja!"

Dia menoleh, lalu berkata, "Kalau tak ada bedanya, aku memilih untuk berada di sini."

Mati, aku.

Bagaimana mungkin aku kembali menimbun namanya di bawah nama-nama yang tak aku cintai benar? Namanya langsung terbang, mengapung di permukaan, menjadi yang paling aku sayang.

Mungkin sudah saatnya aku berhenti main-main. Mungkin aku harus berhenti menjadi seorang pengecut. Mungkin dia perlu tahu kebenarannya.

Setelah semua kebohongan yang aku ucapkan, rasanya kebenaran tentang isi hatiku yang sebenarnya yang akan aku ucapkan terasa berat. Tapi ini akhirnya, aku tak boleh menumpuk kebohongan lagi.

"Sebenarnya aku tidak benar-benar mencintai mereka semua."

Dia terdiam, mungkin bingung. "Mereka hanya pelarian?" tanyanya tak yakin.

"Iya."

"Lalu siapa yang sebenarnya kamu cintai?" ia bertanya lagi.

"Kamu. Sejak awal, selalu kamu."

Ia tertawa, "Aku tak percaya lelucon seperti itu."


ditulis pada 22-23 Juni 2019

Bedtime StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang