Bedtime Story 21

9 2 1
                                    

Putra, Harun, dan Retha

(Karena saat aku post di Instagram banyak yang keliru, aku beri sedikit penjelasan. Tokoh bernama Harun adalah perempuan, ya, selamat membaca!)

"Aku ditolak Retha," Putra mengadu.

"Gak heran. Retha kan gak ada kepikiran buat jalin hubungan, walaupun sama cowok yang lebih cerdas daripada kamu," komentar Harun pada waktu itu.

"Wah, berarti gak ada cowok yang lebih ganteng dari aku, dong?"

"Siapa bilang kamu ganteng?"

Tak pernah Harun lupakan hari dimana Putra patah hati, saat Retha menolak Putra bahkan sebelum lelaki itu menjelaskan lebih jauh. Harun sendiri merasakan perbedaan sikap Putra sejak mereka bertiga satu kelompok bermain. Apapun yang Retha ucapkan, pasti Putra turuti tanpa banyak tanya. Mencuri mangga, menyelam di sungai, bahkan berkemah di rumah kosong.

Harun hanyalah anak bawang yang Retha bawa di setiap petualangannya. Harun tak sekuat Retha, apalagi Putra. Tapi Retha butuh Harun sebagai penetral antara ia dan Putra. Harun tak masalah, petualangan yang Retha buat tidak pernah membosankan.

Yang Harun anggap masalah hanyalah mata Putra yang seperti mendewakan Retha sejak dulu.

Sejak hari patah hati, keberadaan Putra menjadi lebih sering ada di sekitar Harun. Putra membuat jarak yang sangat jauh dengan Retha, walaupun Harun menolak ide tersebut. Bagi Harun, keberadaan Putra dengan (hanya) Retha di isi kepalanya malah mengganggu Harun.

Kenapa ia menjauhi gadis itu sementara yang ia pikirkan hanya Retha, Retha, Retha, dan Retha?

Dampak hari patah hati tidak hanya dua-tiga bulan. Hingga Harun lulus sekolah kesenian, Retha dan buku-buku karyanya, bahkan Putra yang berhasil mendapat posisi di bisnis milik ayahnya. Selama itu, tidak ada satu patah katapun dari Putra untuk Retha.

Harun bingung, apa yang sebenarnya Putra mau? Apa yang sebenarnya Retha rasakan?

"Put, Retha lagi di Bandung," cerita Harun.

"Terus kenapa?"

"Aku udah main sama dia beberapa hari terakhir. Kamu gak mau gitu, sekedar bilang halo?" Putra hanya diam memandangi Harun yang sibuk dengan ponselnya. Harun gerah, ia simpan ponselnya dengan suara keras.

"Kenapa diem aja? Kamu gak takut kalau Retha keburu dilamar cowok lain? Seumur hidup yang kamu liat cuma Retha, tapi gak ada usaha sama sekali. Emang ada ya kata-kata Retha yang menjurus ke penolakan mentah-mentah? Retha bisa aja jatuh hati kalau kamu ada usaha."

"Aku gak peduli kalau dia dilamar, bahkan menikah sekalian," mata Putra masih betah melihat Harun menahan kesal.

"Mau kamu apa sekarang? Dikira aku sabar ladenin patah hati kamu yang bertahun-tahun ini?"

"Coba tebak, kira-kira aku mau apa?"

Harun malah tenggelam pada pandangan Putra, yang sejak mereka duduk tidak berubah. Apa mau Putra?

"Harun," Gila, seperti dihipnotis, Harun tak mendengar hiruk pikuk cafe selain suara milik Putra. "Untuk sekarang, yang aku mau ya Ha—"

"Nggak."

Tatapan Putra baru berubah, bingung. Harun malah susah payah menyembunyikan ekspresi hendak menangisnya. "Nggak. Aku selalu jadi pilihan kedua daripada Retha. Dari kecil, gak ada orang yang pernah sebut nama Harun. Retha, Retha, Retha. Nama Harun disebut kalau Retha gak bisa, kalau Retha gak mau."

Tangisan Harun lolos, "Kamu kira aku mau terima kamu setelah Retha yang jadi pilihan pertama kamu?"

"Run, aku sadar selama ini kamu yang—"

"Nggak, Put. Aku gak bisa terima kamu. Nggak setelah selama ini aku suka sama kamu dan cuma bisa lihat mata kamu yang gak bisa lepas dari Retha."


ditulis pada 20 Maret 2020

Bedtime StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang