Bedtime Story 26

9 1 0
                                    

Tentang Satu Pikiran

"Jika aku melepas banyak burung yang menangis, berapa dari mereka yang akan pulang membawa kebahagiaan?"

Kepalanya mendongak dari majalah yang ia baca, bertanya, "Maksudnya apa?"

"Kalau lagi sedih, terus semuanya dikeluarin, sebanyak apa senang yang bakal aku dapet? Kayaknya gak ada."

"Jadi menurut kamu, ngungkapin kesedihan itu gak guna-guna amat?" tangannya melipat, kebiasaan kecilnya saat hendak perang kata denganku.

"Jelas dong?"

Dagu dan alisnya terangkat, menantangku untuk memberi alasan. "Kamu bilang kalau sedih itu wajar, gak apa-apa dunia tau. Tapi dunia kan gak menjamin kebahagiaan setelah kamu ceritain sedihnya kamu," kutahan sedikit nada suaraku agar tak meninggi. Cewek ini gampang terpancing, takutnya perang.

"Tapi kan kalau dunia tau, ada penghuninya yang sadar terus kasih kamu bahagia. Kamu juga jadi lega kalau udah gak ada sedih yang ditahan," ujarnya.

"Oh, iya ya?"

"Iya, dong! Kamu sedih terus ngadu, aku tau kamu sedih, aku bawain bandrek juga senyum lagi. Berguna, kan?"

Aku mengangguk setuju. Sejauh ini sedihku berbuah senang, terutama setelah ia marah saat aku menceritakan duka sambil tersenyum. Tenang saja, kebiasaan buruk itu sudah tidak menjadi kebiasaan lagi.

Ia menurunkan lengannya, "Udah?"

"Apanya?"

"Bahas sedihnya, udah? Tumben, biasanya nawar terus kayak ibu-ibu pasar."

Tawaku sedikit keras, "Udah, kan aku udah setuju."

"Kok aku curiga, ya. Biasanya aku kalah," kini senyumnya terbit, merasa menang.

"Bukan kalah, akunya aja jago ngomong. Lagian gak salah kok kalau beda pendapat. Dunia jadi—"

"Seimbang, iya aku tau," wajahnya seperti menggerutu. Gadis ini tidak pernah bisa berbohong, wajahnya sangat jujur meskipun ia berkata sebaliknya.

"Tuh, hafal. Lumayan loh, tiap ketemu jadi ada bahan berantem."

"Itu kamu, ya! Kalau udah kebawa suasana sukanya ngegas, sih!" protesnya.

"Iya maaf," kuelus tangannya, disambut senyum salah tingkah yang ia tahan.

"Kenapa kamu gak cari cewek yang sepemikiran aja? Biar gak buang energi buat debat."

"Kata siapa tipe cewek menarik tuh yang gak bisa diajak debat? Sok tau."

Kakinya menghentak, "Ih! Kan jadi sejalan, gak banyak mikir kalau harus ambil keputusan bareng!"

"Loh? Kita gak masalah, sama-sama gak sedih kalau bareng. Ambil keputusan juga selalu ada jalan. Gak apa-apa kan?"

Ia terdiam dengan rona wajah yang kembali berbicara. Seperti sedang berteriak menahan malu dalam hati. "Ya udah. Walaupun kita susah sepemikiran, bareng terus, ya," pintanya singkat, kembali membaca majalah di pangkuannya.


ditulis pada 3 Desember 2020

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 16, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bedtime StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang