Chapter Twenty One
Crimes have been a tumor in each inch of world life, till there is no chance to sorrow every death.
Kejahatan telah menjadi sebuah tumor di setiap inci dari kehidupan dunia, hingga tidak ada kesempatan untuk menangisi setiap kematian.
The Lifetaker
.
.
.Shadows fill an empty heart, as love is fading. For all things that we are, but are not saying. Can we see beyond the scars, and make it to the dawn? The ways you made me feel alive, the ways i loved you. For all the things that never died, to make it through the night, when love will find you. So what will you say, if the question is 'How if our love actually never went away?'
Bayangan mengisi hati yang kosong, seperti cinta yang tengah memudar. Untuk segala hal yang sebenarnya terjadi pada kita, tetapi mereka tak terucapkan. Dapatkah kita melihat di luar bekas luka, dan membuatnya menjadi fajar? Caramu untuk membuatku merasa hidup, caraku untuk mencintaimu. Untuk segala hal yang tak pernah mati, agar mampu melalui malam, saat cinta akan menemukanmu. Lalu apa yang akan kau katakan, jika pertanyaannya adalah 'Bagaimana kalau cinta kita sebenarnya tidak pernah beranjak pergi?'
Sebuah suara tarikan napas kembali terdengar, mengangkat bahu tegap pria itu dengan teratur dalam diam. Dia membenci ketidakmampuannya, namun hanya itulah yang bisa dilakukan agar paru-parunya tetap terjaga.
Sepasang mata abu-abu kembali dihadapkan pada cahaya meski ternodai urat-urat yang menjalar di sana, sesekali berkedip ketika mulai terasa perih hingga berair. Tulang pipinya nampak jelas kala rahang itu saling menghimpit kuat, hampir menghancurkan gigi-gigi yang bergesekan.
Park Chanyeol masih mengenakan mantel coklat yang sama. Setelah semuanya, ia terduduk diam menatap ke satu arah tanpa ingin melepaskan satu detik pun kesempatannya.
Di atas ranjang besar itu, tepat di bawah selimut karamel yang menutupi sebagian tubuh, seseorang yang tak sadarkan diri tengah berbaring pula belum berniat membuka kelopaknya.
Satu-satunya gerakan adalah dada yang naik turun lemah bersamaan dengan alat pendeteksi detak jantung tanpa putus berbunyi di sisinya. Lengan putih itu disusupkan selang bening pengalir cairan yang namanya hanya mampu disebutkan oleh Lee Jongsuk, sang dokter keluarga Park. Wajah tersebut ditutupi masker oksigen penuhi embun tiap kali sosok itu mengeluarkan napas. Kulitnya kian pucat, surai hitam bertebaran menempati permukaan bantal.
Baekhyun telah berada dalam situasi tersebut selama 5 jam setelah dirinya ditangani. Dia tidak bersuara, dia tidak bergerak sesaat alat kejut jantung itu menarik napasnya kembali.
Ketika mata hazel kecil di sana terbuka sedikit, Chanyeol merasakan tempurung kakinya berubah lemas bersama pandangan memburam.
"Dia membuka matanya!"
Chanyeol sontak mendekat ke arah ranjang pasien hingga tepat berpijak pada sisi Baekhyun. Maniknya bergerak-gerak liar hingga sebuah hentakan pada mata abunya membuat cairan bening dari sana lepas begitu saja. Kedua tangan jatuh terjulur perlahan, meraih sebelah pergelangan tangan Baekhyun yang menggantung di pinggir ranjang.
Dingin.
Chanyeol tidak bodoh, bahwa Baekhyun sempat 'pergi' dari sana.
Kepala pria yang baru sadar itu berputar hingga memaku pandangan mereka berdua. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi jika hazel cerah itu tidak lagi bisa terlihat.
Chanyeol tahu bagaimana rasa sakit ketika dirinya kehilangan sesuatu. Tetapi dia baru merasakannya, karena tidak ada seorangpun yang dapat menghadirkan sebuah dorongan kuat untuk memberikan nyawanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lifetaker
AksiThe Lifetaker, sebuah divisi eksekutor, bersumpah untuk mengikuti setiap orang yang memiliki aroma kejahatan, dan memusnahkan mereka tanpa ampun. Tapi Baekhyun menemukan sebuah memori di mana dirinya memiliki keterikatan yang kuat dengan pimpinan ma...