~*selamat membaca*~
"Kenapa, Bi?" Tanya Lisa yang terkejut melihat Bi Yani menghampirinya dengan nafas yang tersengal-sengal.
"nyonya, Tu-tuan datang" Bi Yani tergagap.
"Lisa!" Suara bariton itu menggema di rumah mewah ini, bahkan suaranya sampai terdengar ke dapur.
Lisa segera bangkit dari duduknya, ingin menghampiri orang itu. Tapi lengannya di tahan oleh Andin.
"Mama mau kemana?"
"Mama harus temui Papa kamu dulu."
"Tapi, Ma-"
Lisa menarik bahu Andin agar menghadap kearahnya, "Andin harus dengerin Mama, Andin tetap disini dan jangan kemana-mana! Andin gak boleh keluar sebelum Papa pergi" pesan Lisa.
"Kenapa Andin gak boleh ketemu Papa, Ma?"
"Nanti Mama jelaskan, ya, sayang. Tapi sekarang Andin dengerin Mama dulu, Andin gak boleh kemana-mana."
"Lisa! Dimana kamu?" Suara itu terdengar lagi dan semakin kencang.
"Bi, titip Andin."
Setelah mendapatkan anggukan dari Bi Yani, Lisa langsung menghampiri suaminya di ruang tamu. Wajah suaminya itu terlihat merah menahan amarah, apalagi ketika Lisa keluar, matanya melotot seakan ingin melompat dari tempatnya.
"Ini maksudnya apa?" Bentak Andrian sambil menunjukkan kertas yang ia genggam erat.
"Aku sudah mengurusnya, Mas. Kamu tinggal tanda tangan aja."
"Aku tidak akan pernah menceraikanmu!" Lisa melonjak kaget saat mendengar teriakan suaminya tepat di wajahnya.
"Lalu untuk apa, Mas? Untuk apa semuanya dipertahankan" ujar Lisa yang masih terlihat tenang.
"Dengar baik-baik Lisa! AKU TIDAK AKAN MENCERAIKANMU."
"Aku mohon, biarkan aku bahagia bersama Andin. Dan kamu dengan wanita itu" cicit Lisa.
"AKU TIDAK MAU!"
"Lalu apa yang kamu mau, Mas? Membuatku menderita terus-menerus?"
Lisa sudah muak dengan semuanya, Lisa ingin semua ini selesai dan hidup bahagia bersama Andin, itu saja. Tidak peduli dengan pekerjaan dan harta suaminya itu, hidup bersama Andin dari penghasilannya pun sudah cukup. Bahkan tabungannya pun bisa membiayai Andin sampai kuliah nanti.
"Kamu ini-"
Mata Lisa terpejam ketika tangan Andrian berancang-ancang ingin menampar Lisa.
"Papa!"
Kalau bukan karena teriakan Andin, mungkin tamparan itu mendarat mulus di pipinya. Lisa membuka matanya, melihat Andin dari arah dapur yang sedang berdiri dengan air mata.
"Andin," Lisa mendekat kearah putrinya itu.
Andin menggelengkan kepala tak percaya, matanya tak lepas dari sosok Andrian yang menatap nya penuh penyesalan.
"Andin, Papa gak bermaksud-"
"Kenapa, Pa? Kenapa Papa nyakikitin Mama? Papa bukan hanya melukai hati Mama, tapi Papa juga nyakitin fisik Mama."
Andin mendengar singkat pertengkaran kedua orang tuanya itu. Lagi-lagi Andin benci dengan hidupnya ketika melihat langsung pertengkaran orangtuanya lagi.
"Bukan begitu, Andin. Papa, hanya-"
"Andin benci Papa!"
Satu langkah Andrian maju mendekati Andin, saat itu juga Andin teriak. "Stop, Pa! Jangan dekati Andin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Andini
Teen Fiction"Lo boleh pacaran, asal.... Tuh cowok lolos seleksi dari kita berdua." Apa yang kalian pikirkan ketika memiliki sahabat cowok-cowok ganteng di sekolah? Menyenangkan? Mengagumkan? Atau mungkin.... Menyebalkan? Tapi bagi Andin, punya sahabat Most Want...