Chapter 20

98 16 0
                                    

~*selamat membaca*~

Bagas medudukkan Dara di brankar UKS dengan hati-hati, lalu memanggil petugas UKS yang sedang berjaga. Kebetulan sekali yang sedang berjaga adalah Nisa adik kelasnya.

"Kenapa ini ka?" Tanya gadis berhijab itu.

"Jatuh" singkat Bagas.

"Maaf ya, ka, Nisa bersihin dulu lukanya."

Nisa mulai membersihkan luka di lutut Dara dengan menggunakan alkohol, sesekali Dara meringis ketika kapas yang sudah di teteskan alkohol itu menyentuh lututnya. Bagas hanya berdiri sambil memperhatikan.

"Tahan, ya, ka, Nisa bersihin supaya gak infeksi."

Selesai membersihkan, Nisa meneteskan obat merah, di diamkan sebentar, baru dia menutup luka Dara dengan perban dan plester yang menjadi perekat.

"Sudah selesai, ka" ujar Nisa sambil membereskan kotak P3K.

"Terimakasih," ucap Dara.

"Kakak kalau mau istirahat disini gak apa-apa, Nisa permisi, ka."

Nisa kemudian pergi meninggalkan ruang UKS, tersisa Bagas dan Dara yang ada di ruangan itu. Keduanya saling terdiam.

"Makasih ya, lo repot-repot gendong gue" Dara membuka suara.

"Di paksa Pak Tono, kalo gak di paksa juga gue males."

Perkataan Bagas yang terlalu jujur itu membuat Dara tersenyum miris.

"Lo istirahat aja, gue balik ke kelas."

Tanpa menunggu Dara membalas ucapannya, Bagas langsung pergi meninggalkan ruang UKS. Sampai kapanpun Dara tetaplah Dara dan tidak akan pernah bisa menjadi Andin.

******

Tidak ada satu orang pun yang sadar kalau kejadian pada saat jam olahraga tadi adalah ulah Calla. Gadis licik itu pandai sekali memutar balikkan fakta, menjadikan Andin tersangka orang yang bersalah.

"Kalo lo gak suka sama orang, gak usah pake acara nyelakain dia kali. Sampah banget!" Calla masih terus saja menyindir Andin, bahkan ketika mereka sudah sampai di kelaspun Calla tetap melakukan aksinya.

"Bisa diem gak lo!" Bentak Danu, membuat satu kelas terkejut dan diam.

"Siapapun disini yang masih menyalahkan Andin, lo semua berurusan sama gue! Terutama lo, Calla."

Ancaman Danu sukses membuat satu kelas merasakan hawa mencekam di kelas, tatapan Danu begitu tajam dan menusuk. Mereka semua tau seperti apa sosok Danu. Dia tidak akan main-main dengan ucapannya, meskipun terkadang kelakuannya suka bercanda, tapi jika suasananya seperti sekarang dia tidak akan pernah bercanda.

Bagas masuk ke dalam kelas, dan memberikan satu buah susu kotak rasa coklat kepada Andin. Bagas tau, sahabatnya itu sedang tegang. Andin bingung, dia tidak bersalah tapi masih di salahkan. Dan cara membuat Andin meredakan ketegangan nya adalah susu kotak rasa coklat. Itu kebiasaan yang Bagas hafal sampai saat ini.

"Thanks, Gas."

"Gak usah di pikirin, lo gak sendirian. Ada yang berani macem-macem sama lo, harus siap menanggung resikonya" tegas Bagas sengaja mengencangkan suaranya, supaya yang lain bisa mendengar apa yang Bagas katakan.

"Dua macan putih penjaga Andin mulai ngamuk," bisik Yogi sangat pelan sampai tidak bisa di dengar oleh siapapun.

"Up, gue gak mau ngusik Andin" ujar Indri tapi dengan suara pelan.

"Iya, liat tuh macannya lagi nyari mangsa" sahut Rita yang duduk di samping Indri.

Calla pun ikut membisu. Padahal tadi dia yang paling semangat menyalahkan Andin. Jika beradu argumentasi dengan Danu, Calla masih sedikit berani. Tapi dengan Bagas, Calla lebih baik undur diri. Kata-kata yang keluar dari mulut bagas selalu tajam dan menusuk, bagi siapapun yang mendengarnya pasti akan sakit hati. Calla kapok di permalukan di depan umum oleh Bagas seperti dulu.

"Dara gak kenapa-napa, Din, lo tenang aja. Cuma luka sedikit dan gak harus di rawat berhari-hari di rumah sakit" ujar Bagas menenangkan Andin.

******

Pulang sekolah, Andin mengajak kedua sahabat laki-laki nya ke rooftop apartemen Danu, dan mereka menyetujui, karena sudah lama juga mereka bertiga tidak pergi ke sana.

Mereka bertiga berjalan beriringan di koridor sekolah menuju parkiran. Sudah tidak ada lagi yang berani membicarakan Andin, ini semua karena dua macan putih --yang mereka juluki untuk Bagas dan Danu-- ada bersama Andin.

"Bagas!"

Yang di panggil Bagas, tapi yang menoleh mereka bertiga. Saat ketiga orang itu memutar badan 180 derajat, mereka mendapati Dara yang sedang berjalan mendekati mereka sambil memegang lututnya yang terasa sakit.

Bagas menaikkan alisnya, seolah bertanya apa keperluan Dara memanggil dirinya.

"Gue boleh minta tolong?" Tanya Dara.

"Gue gak suka basa-basi" tegas Bagas.

"Nyokap gue gak bisa jemput, dia bilang ada urusan mendadak. Dompet gue ketinggalan, dan gue gak megang uang sama sekali buat naik taksi, ja-"

"Bisa gak sih langsung keintinya aja?!" Potong Bagas dengan kesal.

"Gue mau nebeng sama lo."

Andin yang melihat itu tersenyum miring, ternyata gadis itu masih berusaha masuk ke hidup mereka bertiga.

"Nu, duluan yuk, nanti kita tunggu Bagas di apartemen aja" ajak Andin.

"Oke, duluan ya, bro" Danu menepuk bahu Bagas.

Sebelum meninggalkan Bagas dengan Dara, Andin mendekat kearah Dara kemudian membisikkan sesuatu,

"Lo, cari perhatian ke orang yang salah. Selamat menikmatinya."

Setelah mengucapkan kalimat itu Andin pergi menyusul Danu yang sudah pulang lebih dulu.

"Nih," Bagas mengeluarkan selembar uang seratus ribu dan memberikannya kepada Dara, dan Dara hanya menatap uang itu bingung.

"Lo bisa pake ini buat naik taksi, lo sendiri yang bilang lo gak bawa dompet hari ini. Jadi, lo pake ini aja. Dan gak ada alasan buat gue dengan senang hati memberikan tebengan buat lo. Mungkin lo berfikir gue akan kasian ngeliat kaki lo yang sakit. Tapi, itu sama sekali gak buat gue merasakan hal itu. Malah gue kasian ngeliat lo yang haus perhatian, kaya sekarang" ucapan Bagas begitu tajam dan menusuk.

Dara tetap memperlihatkan senyumannya, mendorong tangan Bagas yang mengulurkan uang, "gausah, Gas, gue gak suka berhutang budi."

"Dengan lo yang minta tebengan sama gue, bukannya itu juga termasuk hutang budi?!"

Dara diam.

Bagas mengambil tangan Dara dan memberikan uang itu kepada Dara, "ini gue kasih buat lo, gausah merasa hutang budi. Gue gak minta lo buat kembaliin uangnya. Dan gak usah merasa sok deket sama gue, karena gue gak akan menganggap lo."

Bagas langsung pergi meninggalkan Dara yang termangu. Perkataan teman-teman nya di kelas benar, tidak akan ada celah untuk siapapun yang ingin masuk ke persahabatan mereka.

******
Terimakasih sudah membaca cerita Andini.

Adakah yang setuju kalo Dara sama Bagas?

Jangan lupa,
Vote,
Comment,
Dan Share ketemen-temen kalian ya

See you besok.

Thanks
Love,

Dev.

AndiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang