~*selamat membaca*~
Berangkat sekolah dengan menggunakan bus umum, menjadi rutinitas Andin sekarang. Pasalnya Andin kembali menolak tebengan dari sahabatnya dan lagi-lagi memilih untuk naik bus sendiri. sebenarnya ada alasan lain, pagi ini Andin akan janjian dengan seseorang yang menemukan earphone miliknya.
Semalaman Andin terus memikirkan hal itu, dan Andin sangat tidak rela kehilangan barang kesayangannya menjadi milik orang lain. Dengan otak cerdas yang Andin punya, ia meminjam ponsel milik Bi Yani untuk mengirim pesan ke orang itu. Beruntung Bi Yani meminjamkan dengan senang hati. Jadi tak perlu khawatir nomornya tersebar oleh orang asing.
Seperti biasa, Andin duduk di kursi pojok dekat jendela yang sedikit terbuka, menikmati hembusan angin yang berasal dari jendela itu. Kehadiran seseorang yang duduk di sampingnya membuat Andin reflek menoleh.
"Saya ngagetin kamu?" Tanya orang itu.
"Sedikit."
Cowok itu mengulurkan kotak persegi berwarna pink yang di ikat dengan pita putih, sangat manis.
Andin mengerutkan keningnya bingung, "ini apa?"
"Buka aja."
Perlahan Andin membuka kotak itu, dan ternyata isi kotak itu adalah earphone miliknya. Cowok itu benar-benar menjaga earphone miliknya dengan baik.
"Terimakasih, sudah menjaga."
"Sama-sama. Sepertinya earphone ini berharga banget buat kamu."
"Iya, sangat berharga."
Cowok itu mengangguk-angguk.
"Oh ya, kita belum kenalan. Saya Arzan, siapa namamu?" Ujar cowok itu mengulurkan tangannya.
Dengan ragu Andin menjabat uluran tangan itu, "Andini."
"Nama yang bagus" ujar Arzan sambil tersenyum.
Andin tidak merespon lagi, fokusnya kembali pada earphone miliknya. Tidak terbayang jika earphone ini hilang, dan tidak bisa di temukan. Mungkin saja kenangan dari Papa nya sudah hilang.
"Kalo kita bertemu lagi, apa boleh saya minta nomor ponsel kamu yang sebenarnya?"
Pertanyaan Arzan membuat Andin menoleh. Apakah cowok ini cenayang? Kenapa bisa tau kalo itu bukan nomor ponsel Andin yang sebenarnya. Andin hanya meminjam nomor Bi Yani. Tapi, bagaimana bisa?
"Saya tau kok, yang kamu kirim pesan semalam bukan nomor kamu," Arzan tersenyum manis, Andin hanya menatapnya dengan bingung. "Kamu sendiri kan yang bilang, kalau kamu tidak akan memberi nomor ponsel kamu ke sembarang orang. Makanya saya rasa tidak akan semudah itu mendapat nomor kamu" lanjutnya menjawab kebingungan Andin.
Cerdas. Itulah yang Andin pikirkan tentang Arzan. Tampan, memiliki ingatan yang tajam, dan pemikiran yang luas. Bukan kah itu salah satu tipe cowok idaman para wanita?
"Saya rasa ini percakapan terakhir kita. Tidak akan ada pertemuan berikutnya" ujar Andin.
"Kalau kita bertemu lagi, apa kamu rela memberikan nomor kamu?" Tanya Arzan menekankan setiap kata yang dia ucapkan.
Andin diam. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya nanti. Bisa saja iya bertemu lagi dengan Arzan, atau mungkin tidak.
"Diam kamu saya anggap, iya. Kalo gitu sampai bertemu lagi, saya sangat menunggu waktunya tiba."
Andin mencerna apa yang baru saja Arzan katakan. Bagaimana bisa dia mengklaim seperti itu, Andin saja belum memberikan jawaban ya atau tidak.
"SMA Satelit!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Andini
Teen Fiction"Lo boleh pacaran, asal.... Tuh cowok lolos seleksi dari kita berdua." Apa yang kalian pikirkan ketika memiliki sahabat cowok-cowok ganteng di sekolah? Menyenangkan? Mengagumkan? Atau mungkin.... Menyebalkan? Tapi bagi Andin, punya sahabat Most Want...