#10

2.3K 332 5
                                    

Terakhir kali Ryan melihat Renjun yang sangat kacau itu di saat ...

"RENJUN?!"

... dilecehkan beberapa tahun lalu.

Setelah memutuskan untuk kembali ke kediaman adiknya keesokan harinya, Ryan yang baru saja menginjakkan kaki di dalamnya dikejutkan dengan Renjun yang meringkuk di dalam tidurnya, juga racauan kata "jangan", "hentikan", dan "sakit" terus terulang.

Awalnya Ryan kira adiknya sedang bermimpi, namun agaknya sekalipun itu mimpi ... pasti mimpi buruk. Tepat di saat akan membangunkannya, Ryan dikejutkan dengan racauan kata lainnya; "mama", "Ryan", dan "takut". Jika tiga kata itu keluar dari bibir kecil sang adik, itu merupakan pertanda buruk.

Antara mimpi lama terulang dalam dunia mimpi atau mimpi itu benar-benar terulang dalam dunia nyata.

"Ryan ... Ryan ... Njun, Njun takut ... jangan, jangan lagi!" tangisan pemuda itu semakin kencang. Meraung-raung dengan lelehan air mata yang semakin membludak.

Ryan terkejut, dan tak mampu berkata selain bergumam kata "Njun" yang sekarang tengah dia dekap erat, berupaya memberikan ketenangan kepada adiknya.

"Njun ..." air mata Ryan turut menetes, tak kuasa melihat kekacauan pada adiknya.

Untuk beberapa saat, biarkanlah mereka seperti itu dahulu. Ryan mendekapnya erat sembari menggumamkan kata-kata penenangnya, sedang biarkan Renjun yang mulai kembali mengondisikan diri antara dunia mimpi dan nyata.

Lima belas menit berlalu, Renjun yang berada didekapan hangat seseorang yang dia kenal baik mulai stabil kondisinya. Air mata masih menetes, namun lelaki itu sudah tidak lagi menangis meraung-raung. Sesekali masih sesegukkan, hingga sakit tenggorokkan akibat kesedak salivanya sendiri. Dekapannya dipererat, baik dari Renjun ataupun Ryan sendiri.

Diusapnya dengan sayang punggung dan surai milik adiknya. Merengkuhnya dengan erat, tetapi kenyamananlah yang dipastikan didapatkan. "Ryan di sini. Njun tenang, sstt, Njun tenang, ada Ryan di sini ..."

Bahkan tiga puluh menih sudah berlalu pun adiknya masih tidak membuka suara, selain menggumamkan kata yang sama. Ryan tidak masalah, meskipun punggungnya mulai terasa pegal karena yang terpenting kini ialah adiknya, Renjun-nya.

"Ryan di sini ... maafin Ryan .... maaf ...."

Maaf, karena Ryan telah kekanak-kanakan kemarin.

**

Hari ini suasana hati Haechan tengah tidak karuan. Mobil kesayangannya disita oleh papanya karena pemuda itu sempat menolak pertemuan keluarga kemarin malam. Sebenarnya, kalau saja mereka yang disebut "keluarga" tidak banyak drama hingga membuat Haechan muak, dapat dia pastikan pemuda itu akan dengan senang hati menghadirinya. Namun mau dikata apa, itulah kenyataannya.

Dan yang lebih menyialkan, seseorang yang biasa dia jadikan pelampiasan sedang tidak masuk sekolah. Biasanya, anak itu akan datang paling awal, namun lima menit bel sekolah akan berbunyi anak itu belum juga menampakkan batang hidungnya.

Sebenarnya ... ke mana perginya Renjun?

Apa anak itu sudah tidak tahan di sekolah ini sehingga memutuskan pindah?

Atau mungkin benar-benar putus sekolah karena tidak mampu membiayainya?

Daripada memikirkan anak itu, yang mana membuatnya semakin pening, lebih baik Haechan ke kantin. Sarapan, karena dia belum sempat di rumah.

Lentera ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang