Kekehan terdengar saat segerombolan murid menendang seorang siswa yang meringkuk menahan sakit. Rambutnya ditarik berupaya kepala murid tersebut mendongak. Terdapat beberapa memar di sudut wajah, kendati demikian tidak ada setetes air mata yang menghiasi di sana, menimbulkan decakan seseorang yang menarik kuat surai hitamnya.
"Lo..." penekanan kata diberikan, wajahnya mengeras menatap seseorang di bawahnya—yang tengah duduk meringkuk dengan wajah mendongak. "Bangsat!" dihempasnya dengan kasar wajah orang itu, mengacak rambutnya dengan gemas saat rasa marahnya kali ini tidak dapat dilampiaskan.
"Cabut!" mengajak tiga antek-anteknya meninggalkan si murid yang tampak mengenaskan.
Kepalanya pening, perutnya mual, Renjun memilih menyandarkan tubuhnya di dinding sekolah. Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak lima belas menit yang lalu. Dirinya yang terkapar tak berdaya di sudut lorong ruangan yang jarang terpakai membuatnya pesimis tidak akan ada yang akan menolongnya. Pening dan mual semakin menjadi, Renjun hanya dapat pasrah jika memang dirinya harus kembali bermalam seperti dahulu saat dirinya masih si buruk rupa.
Tendangan Justin dan teman-temannya memang tidak main-main. Makanan yang dimasukan ke dalam perut ketika istirahat rasanya ingin keluar saking mualnya. Dunianya seperti berputar saking pusingnya.
Kesadaran cowok itu benar-benar tak lagi dapat tertahan. Pingsan di dalam keheningan sekolah yang mulai sepi, berharap ada sosok peruwujudan malaikat yang menolongnya.
**
"Seriusan?!
"Iya. Kata Daehwi gak ke kafe juga dia."
Lucas memijat kepalanya yang pening. Ini Renjun ke mana coba, bikin mereka pening dan khawatir saja. Hyunjin kata di kafe tidak ada Renjun. Xiaojun dan Chenle juga sempat ke kediaman Renjun tapi masih ditutup rapat rumahnya. Itu tandanya Renjun belum kembali atau mungkin lagi pergi ke suatu tempat.
Tapi masalahnya, dia pergi ke mana? Lagi pula kalau masih ada di sekolah kayaknya enggak mungkin, secara sekarang sudah pukul delapan. Gerbang sekolah juga sudah ditutup. Sebenarnya masih ada sebagian anak kelas tiga yang mendapatkan tambahan belajar, tapi kata Rocky—temennya Mark dan Lucas—semua adek kelas udah pada balik. Satpam pastinya bakalan memantau kelas 2 dan 1 agar segera pulang.
Hm, sayangnya Rocky yang pintar itu, yang sering ikut olimpiade dan membuatnya jarang di sekolah tidak tahu menahu tentang Renjun, Renjun itu. Selama tiga tahun di sana dia tidak pernah mengenal Renjun, paling hanya sesekali mendengar namanya disebut oleh teman seangkatan, selebihnya tidak tahu-menahu.
"Terus gimana dong?"
"Iya, nih. Takut kenapa-napa sama dia gue."
Semuanya cemas. Bahkan Baejin turut demikian. Dia rela-relain balik telat hanya untuk merundingi masalah ini. Bangchan juga, padahal dia sudah ada janji sama pacarnya yang sudah menunggu dengan anteng di rumah. Namanya kasur, bodynya oke dan empuk, enak banget buat ditindihin.
"Telepon polisi aja kali, ya?"
"Jangan ngaco!" Hendery menempeleng Mark saat cowok itu berkata demikian.
"Satpamnya udah lo tanya, 'kan?"
"Udah. Dia udah cek juga katanya sisa anak kelas 3."
Hening melanda, mereka tengah berpikir kira-kira siapa anak yang dekat dengan Renjun selain mereka. Jika tidak sama Daehwi, berarti sama temannya yang lain, tapi siapa? Setahu mereka Renjun tidak memiliki lebih.
Apa jangan-jangan Renjun diculik temen sekolahnya?!
Jangan gila, masa iya setega itu?
Lucas menggelengkan kepala. Gak mungkin juga, sih, temen sekolah Renjun seberani itu. Lagi pula kalo nyulik Renjun bakal apaan? Gak ada kerjaan banget jadi orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera ☑️
CasualeTidak ada yang lebih menyenangkan daripada mengganggu Nakamoto Renjun. 3 Agustus sampai 12 September 2020 ©Njunchanie