#18

1.8K 283 0
                                    

"Ngapain lo?!" Jeno bertanya dengan ketus saat mendapatkan Lucas di depan rumahnya.

Jeno yang baru selesai mandi dibuat terheran akan kehadiran Lucas sepagi ini, yang sudah lengkap dengan seragam sekolahnya.

"Mana Renjun?" tanpa basa-basi, Lucas menanyakan seseorang yang memang menjadikan tujuan awalnya ke rumah Jeno.

Dengan angkuh, Jeno menyandarkan dirinya di daun pintu. Tangannya dilipat, menatap Lucas dengan remeh. "Kenapa emang? Takut kalah saing lagi lo?"

Berdecih, Lucas benar-benar muak dengan sosok di depannya ini. "Gue gak ada urusan sama lo. Sekali lagi gue tanya, di mana Renjun?" wajahnya terlihat seperti Lucas sehari-hari, namun nada suaranya itu lho enggak banget. Kalau saja Jeno tak sama kerasnya seperti Lucas, sudah dipastikan cowok itu bergedik ngeri mendengarnya.

Bukannya menjawab, Jeno malah tertawa sarkas mendengarnya. Kedua mata cowok itu sampai membentuk lengkungan, walau suaranya terdengar menyeramkan. "Oh, come on man! Ini wilayah gue, dan lo seenak tubuh bongsor lo menuntut gue? Man, apa lo lagi bercanda?!"

Lucas yang sudah muak berurusan dengan Jeno memaksakan diri masuk ke dalam rumah cowok bermata bulan, yang tentu tidak semudah itu karena dihalangi sang pemilik rumah. Badan mereka sama-sama besar—meskipun besaran Lucas—tapi tetap saja tenaga keduanya sama-sama kuat. Hampir saja Lucas mau ngedorong kasar Jeno biar sekalian jatoh, namun tertahan saat suara seseorang memanggil namanya.

Renjun, dengan pakaian sekolah yang acak-acakan. Jeno sebenarnya sudah berbaik hati hendak meminjamkan seragam miliknya yang sudah kekecilan, tapi ditolak Renjun mentah-mentah. Sempet dongkol sih karena ditolak seperti itu, tapi pas denger alasan anak itu kedongkolannya hilang entah ke mana, apalagi saat melihat wajah Renjun yang...

Uhuk, Jeno gak akan mengatakannya.

DIA MALU!

"Kak?" Renjun menghampiri Lucas dengan tertatih. Saat melihat itu Lucas langsung memicingkan matanya curiga, menatap Jeno dengan tajam.

Jeno yang tahu ke mana arah pikiran Lucas, tersenyum miring mengejek cowok itu. Merangkul yang lebih tinggi, berbisik tepat di telinga Lucas, "silahkan ambil bekas gue, lagi dan lagi."

Kepalan tangan Lucas siap melayang, jika saja dia tidak ingat ada Renjun di dekatnya. Tanpa banyak membuang waktu, Lucas menghampiri Renjun, persetan dengan Jeno si sialan!

"Are you okay? Perlu gue gendong?" tidak serta-merta Lucas menawarkan itu, Renjun pun paham. Meskipun memang sulit berjalan, dia tetap tidak ingin merepotkan tamannya itu. Sudah cukup membuat teman-temannya khawatir akan keberadaannya, jangan lagi mengkhawatirkan kondisinya.

"Gak usah. Gue bisa jalan sendiri, kok." Oke, Lucas tidak akan memaksa. Percuma juga karena Renjun memang sekeras kepala itu. "Kok gak sekolah?" tanya Renjun, berjalan dengan perlahan menuju pintu bersama Lucas yang siap sedia merangkulnya—membantunya berjalan.

Sialan memang Jeno, dia apaain Renjun sampe jalan tertatih gini?! Awas aja kalo sempe pikiran Lucas bener adanya, abis dipotong anunya itu anak sama Lucas!

"Gue jemput lo dulu. Tadi udah izin kok. Oh, ya, lo gak usah sekolah dulu, ya... Please jangan ngebantah, lo gak tega kita udah kayak orang gila gini mengkhawatirkan lo?"

Renjun baru saja ingin menyela, tapi Lucas sudah terlebih dahulu memutuskannya. Jika seperti ini, Renjun akan menurut. Benar yang dikatakan Lucas, lebih baik dia gak usah sekolah dulu. Renjun gak seharusnya bikin temen-temennya tambah khawatir.

"Cih! Buruan deh lo pada keluar! Empet banget gue liat drama murahan gini."

Jeno dengan mulut kurang ajarnya pengin banget Renjun gaplok. Gila, kayaknya bener deh semalem Jeno lagi mabok, buktinya sama pagi ini beda banget kelakuan itu anak.

Lentera ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang