F I F T Y E I G H T 🔫

875 94 33
                                    

"Jian. Aku tahu, please jangan berbohong padaku. Kau tentu tahu di mana dia berada, kan?"

Blace sudah keenam kalinya bertanya pernyataan sama pada Jian. Dia terus memburu kakaknya untuk menjawab pertanyaannya. Blace bisa saja bertanya pada Zenan atau Avel. Tapi jika itu Zenan, Blace akan lebih kesulitan mendapatkan jawaban. Zenan orang yang paling sulit dibujuk, sangat kecil kemungkinan akan berhasil. Sedangkan Avel hampir menghabiskan seluruh waktunya dengan tunangannya. Emily kelihatan juga sangat menikmati waktu bersama mereka. Dan hal itu yang membuat Blace enggan bertanya pada Avel, ia takut ia akan menganggu waktu bersama mereka.

Jian masih tidak menjawabnya, matanya tidak mau menatap Blace. Blace sangat membutuhkan jawaban itu, agar rasa penasarannya sedikit bisa dikontrol. Detik jam mengisi keheningan di antara mereka. Kamar Jian terlihat lebih besar dari kamar yang ditinggali Blace di rumah Zenan. Katanya untuk sementara Jian berada di London sampai bisnisnya selesai. Blace menghela napas jengkel.

"Kau terus saja menghindariku. Dan Zenan mulai marah tiap kali aku mengungkit nama Havrelt. Avel nyaris tidak peduli keberadaanku di dekat Emily. Apa yang kalian sembunyikan dariku? Apa yang kalian lakukan padanya?" nada tuduhan dari suara Blace terdengar sangat kental, lebih kental dari darah.

"Apa yang kami lakukan padanya? Dia tidak seberharga itu untuk diganggu." Jian mengernyit tidak suka, lalu ia membelakangi Blace, menghadap jendela. "Aku sebenarnya juga tidak suka membahas Dimitry. Walaupun aku cukup mengenalnya, aku tidak pernah menyukainya. Dia mungkin tidak brengsek, tapi dia suka membunuh orang saat marah. Dan dia bisa saja membahayakanmu."

"Tapi kupikir aku harus menyelesaikan apa yang aku mulai dan pergi dari sisinya." Blace menghela napas lagi, mulai yakin jika Jian akan terus saja tidak setuju dengan keinginan Blace.

Jian menoleh, menatapnya dengan tatapan lelah. Ia memijit pelipisnya. "Kami berusaha melindungimu darinya, Ery. Kau tahu, apa pun yang kalian cari bukan berada di tangan yang baik. Dia sedang menyeretmu dalam permainan yang mematikan. Kumohon, jauhi dia. Aku tidak sanggup melihat kau terluka lagi."

Rasa jengkel itu menghilang, tergantikan rasa khawatir yang membayangi pikirannya. Mata Blace mulai berkaca-kaca. Blace berusaha meyakini jika ia sudah membuat keputusan yang tepat. "Kau tahu aku sudah sembuh. Kau yang paling tahu, aku tidak ingin kembali ke tempat neraka itu lagi. Kau yang paling tahu bagaimana aku menggila di sana. Tapi sekarang, aku sudah sehat. Aku sudah sembuh, Jian."

"Bersumpah padaku, kau akan kembali setelah menyelesaikan masalah ini." Jian menghapus air mata yang mengalir di pipi Blace, menariknya dalam pelukan. "Kau harus kembali pada kami tanpa terluka. Jika dia melukaimu, aku akan melukainya juga."

"Terima kasih, Jian." Blace membalas pelukan kakaknya. Blace bergumam, "Aku bersumpah padamu."

Blace melepaskan pelukannya, mendongak ke arah Jian. Rasa ingin tahu memengaruhi tekad dalam dirinya. "Sekarang dia berada di mana?"

Jian memilih menjauh darinya, mengambil map putih, dan mengeluarkan empat foto. Foto pertama menunjukkan pemandangan pegunungan bersalju dengan hutan pohon pinus. Foto kedua, sebuah rumah kayu yang tampak hangat. Foto ketiga, Havrelt yang memasuki rumah kayu itu, hanya terlihat punggungnya. Foto terakhir, menampilkan close up wajahnya yang penuh luka dan lebam.

Blace meraih foto keempat, ia meneliti wajah Havrelt dalam gambar. Raut cemas dan prihatin bercampur aduk di ekpsresi Blace. "Dia tidak terlihat baik,"

"Baguslah," celetuk Jian tidak suka.

Blace menyikut perut Jian dengan sikunya, cukup keras. "Ini berlebihan. Aku mulai mengerti kenapa kau terus saja menyibukkan diri dalam kamar, dan tidak sempat bermain denganku saat Natal. Oh, aku mulai mengerti sekarang."

My Witch GangsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang