T W E N T Y F O U R 🔫

1.6K 117 1
                                    

Havrelt sengaja tidak bicara selama Blace mengikutinya dari belakang. Ia tahu jika wanita itu tidak nyaman berada di dekatnya. Havrelt berpikir, memangnya apa yang perlu ia bicarakan dengan wanita itu. Rasanya tidak ada. Havrelt tidak peduli, ia terus melangkahkan kakinya ke lantai dua, di mana ruang kerjanya berada.

Tak butuh waktu lama, mereka tiba di sana. Sebelum tangan Havrelt bergerak membuka pintu, pria itu berpaling ke arah Blace dan ia mulai menatap penyihir itu. Jujur, di tengah ketidaknyamanan mereka, Havrelt masih bisa melihat ada binar lain di wajah Blace, seolah masih tersisa binar yang sama saat ia melihat Blace berbicara dengan James. Havrelt jadi ingin tahu, memangnya apa yang mereka lakukan di luar sana? 

Tanpa ragu, Havrelt melangkah sedikit mendekati Blace. Berdiri di hadapan penyihir itu yang mulai kebingungan dengan sikapnya. Havrelt tidak peduli, ia hanya ingin memastikan sesuatu. Netra abu-abu itu semakin menatap Blace dengan tajam, tatapan khasnya. 

Saat mulut Havrelt ingin terbuka dan mengatakan sesuatu, pria itu berhenti. Pertanyaannya mengantung di ujung lidahnya, ketika ia menghirup sesuatu yang familiar. Havrelt mengernyit, ia mengendus udara, memastikan jika hidungnya tidak salah. Havrelt semakin mengernyit ketika ternyata bau yang familiar berasal dari penyihir itu. Kali ini, Havrelt melihat Blace menegang saat pria itu masih mengendus udara di dekat wanita itu. 

Merasa mengenali bau yang tercium. Havrelt menjauh dari Blace. Ia tidak bisa menghentikan tatapannya yang semakin menajam saat tahu ternyata bau itu persis seperti parfum maskulin yang selalu dipakai James. Tanpa dicegah, rasa penasarannya kian menjadi. Tetapi, tunggu! Mengapa ia harus penasaran dengan apa yang mereka lakukan di luar sana?

"Kau!" Havrelt mendapati mulutnya membentak Blace. "Kembali ke kamarmu dan bersihkan dirimu!"

Havrelt menjauh dari Blace, mendekati pintu ruang kerjanya. 

"Setelah itu, kembali meramalku. Awas saja jika kau tidak akan kembali. Aku sendiri yang akan ke kamarmu."

Setelah itu terdengar bantingan pintu yang keras, dengan Blace yang kebingungan memikirkan apa yang salah dengannya hingga membuat Havrelt tampak marah. 

*****

Blace berdiri di depan pintu ruangan Havrelt tanpa berani mengetuknya. Ia berusaha tidak menggaruk pipinya karena ia merasa salah tingkah, bukan karena Havrelt ada di hadapannya, tapi Blace tidak bisa mengindahkan jika pikirannya mulai mengila melihat kemarahan Havrelt tadi. Ia bertanya-tanya apa yang salah dengannya.

Blace tahu jika baunya tidak seperti biasa. Maksudnya, baunya sedikit berbau James.  Blace menghembuskan napas kesal, mengapa pikirannya semakin rumit saja, sepertinya Blace harus melupakan hal itu. Ia tidak perlu memikirkan hal itu. Well, karena Havrelt tidak mungkin marah jika ia berbau James. Mungkin Havrelt hanya mengendus bau keringat dari tubuhnya, mengingat seharian ini ia sudah menghabiskan waktu di luar. Baiklah, Blace semakin absurd saja.

Blace mencengkram kantung hitam berisi kartu tarot di tangannya, ketika tangannya yang lain mengetuk pintu. Wanita itu mengenakan piyama putih dengan motif abstrak hitam di beberapa bagian. Rambutnya masih basah, ia biarkan tergerak di punggungnya. Blace persis seperti seseorang yang sudah mandi di malam hari. Ketukan pertama tidak ada jawaban, mencoba menepis keraguannya, Blace mengetuk lagi.

Tak lama, ia mendengar suara dari dalam yang menyuruhnya masuk. Langsung saja, Blace memberanikan diri membuka pintu lalu melangkah ke dalam.

Sebenarnya malam ini terlalu larut untuk terjaga. Tetapi mau bagaimana lagi. Blace tidak ingin jika ancaman Havrelt menjadi kenyataan. Maksudnya, mengenai Havrelt sendiri yang akan ke kamarnya. Hal itu terdengar gila jika benar-benar terjadi.

My Witch GangsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang