Havrelt duduk dengan santai, di sofa panjang, menyelonjorkan kakinya yang tertutup selimut hangat. Ia mengangkat pandangan matanya dari tablet di tangannya, menatap seseorang yang duduk di hadapannya. Wajahnya tanpa ekspresi, dan netra abu-abu itu memandang lekat ke arah si penyihir, yang sama sekali tidak canggung berada di kamar Havrelt, padahal dia tahu hanya ada mereka berdua saja di sana. Dan wanita itu sedang melahap makanan yang terhidang di atas meja.
Di meja bundar itu, ada banyak makanan mulai dari makanan pembuka, sampai makanan penutup. Havrelt juga sengaja memesan makanan Asia untuk Blace, juga makanan khas Rusia untuk dirinya. Havrelt kehilangan selera makannya, semenjak ia mendapat laporan dari Niel jika barangnya sekarang sudah ada di Jepang. Karena itu, Havrelt berencana untuk berangkat dari negara ini malam ini juga.
Siang itu di luar hotel, salju turun cukup deras, membawa hawa dingin yang menganggu ke dalam ruangan. Namun, kamar Havrelt adalah suite terbaik di hotel mewah di pusat kota Moskow, tentunya dilengkapi penghangat ruangan yang membuat suasana terasa tetap hangat dan nyaman. Belum lagi, ada perapian yang sengaja dinyalakan siang itu, berharap mereka tidak perlu takut kedinginan. Kamar itu cukup luas. Berwarna putih dengan semua perabotan nyaris berwarna emas.
Setelah Havrelt tak sadarkan dirinya lebih dari satu hari, Havrelt terbangun dengan kepingan ingatan yang berdesakan di kepalanya. Ia ingat semua yang terjadi malam itu, pengejaran mereka yang berakhir gagal. Nyaris tertangkap basah dan melalui aksi kejar-kejaran di jalanan. Havrelt ingat semuanya, termasuk tentang rasionalnya yang membutuhkan sedikit kehangatan dari si penyihir, memeluk wanita itu seakan tidak akan melepaskannya lagi.
Menghela napas gusar, Havrelt sedikit mengalihkan tatapan intensnya dari Blace. Semakin ia menatap wanita di hadapannya, semakin ia ingin tahu tentang wanita itu. Havrelt akui ia sangat penasaran dengan sosok Blace malam itu. Wanita itu tampak berani, sekaligus ketakutan di saat yang bersamaan.
Havrelt bisa menganggap sikap ketakutan Blace adalah sebuah kewajaran untuk orang yang tidak berpengalaman. Tetapi ia hanya tidak bisa berpikir, sampai sekarang dia tidak menemukan jawaban tentang Blace yang mengambil kunci mobilnya tanpa ia sadari, juga tentang bagaimana bisa Blace menyukai kecepatan. Well, mungkin Havrelt harus meluruskan pikirannya yang semakin kusut ketika ia semakin berpikir. Apa Havrelt perlu penasaran pada si penyihir itu?
Entahlah, rasa penasaran itu terus menganggunya. Apalagi mengingat terakhir ia tidak sadarkan diri, ia yakin jika Blace menangis setelah dia meledakkan mobil. Apa dia punya trauma lagi selain darah?
Bagus! Havrelt semakin memikirkan si penyihir, dan hal itu membuat sesuatu dalam diri Havrelt bergejolak marah. Tangan Havrelt menguar rambutnya ke belakang, ia tidak pernah memikirkan wanita lebih merepotkan seperti sekarang.
Netra abu-abu milik Havrelt kembali mengamati tingkah laku si penyihir. Wanita itu seakan tidak menyadari keberadaannya. Tangan Havrelt meraih minuman di atas meja. Segelas susu hangat rasa strawberry dengan campuran madu murni langsung bertemu dengan lidahnya, begitu ia menyesapnya pelan. Perpaduan manis dari susu dan rasa asam dari buah strawberry, membuat Havrelt sejenak memejamkan matanya. Ia menyukai bagaimana rasa asam dan manis bercampur di lidah. Itu adalah citra rasa yang unik. Dan dia menyukainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Witch Gangster
Romansa"Kehilangan membuat seseorang berambisi untuk menemukan." ~°°~°°~ [BOOK ONE OF ENTICE SERIES] Havrelt membenci pengkhianatan. Api kemarahannya meledak, ketika tahu barang- barangnya telah dicuri oleh sahabat dekat semenjak merek...