Sudah setengah jam berlalu, sejak Havrelt meninggalkan Blace dalam kamar hotel. Mata Blace masih tidak mau berkedip di depan makanan yang tersaji begitu menggiurkan untuk dimakan. Dirinya masih tidak mempercayai apa yang terjadi di antara mereka. Havrelt mencium Blace dan Blace membalas ciuman Havrelt.
Tolong lenyapkan Blace sekarang juga!
Tunggu, tidak. Blace masih ingin hidup. Tolong sembunyikan Havrelt darinya!
Rasa malu memeluk Blace begitu kuat, ia merasakan wajahnya memanas untuk ke sekian kalinya. Perutnya mengelitik bersamaan dengan rasa mulas, kepalanya sakit karena jepitan rambut yang mengencang. Pemanasan dalam ruangan membuat keringat membanjiri tubuhnya, padahal ia tahu di luar suasana sangat dingin. Detak jantungnya terus memukul seperti lonceng hingga rasanya sakit dan membuat Blace ingin menjerit.
Dan pada detik ini, Blace belum bisa merasa tenang, ia mengingat segalanya dengan jelas, terlebih pada saat sebuah momen merusak segalanya. Saat itu yang Blace ingat adalah ia begitu menginginkan semua yang Havrelt berikan untuknya, ia membiarkan lelaki itu menyentuhnya, dan hal itu bersamaan dengan suara perutnya berbunyi keras lalu menghentikan segalanya.
"Kau lapar?" saat itu Havrelt mengelus punggungnya seolah Blace adalah kucing. Juga Blace menyadari jika tidak ada lagi mantel yang ia kenakan, baju yang ia pakai juga tampak berantakan. Blace mengingat cara Havrelt menatapnya, tidak ada kemarahan, hanya ada tatapan lain yang mematikan, jenis tatapan lembut yang membuat siapa pun luluh.
Saat itu, Blace terlalu malu untuk mengakui kebenarannya, ia malah bersikap seperti kucing sungguhan. Blace bersandar pada Havrelt, sepenuhnya menenggelamkan wajah di bahu pria itu. Wajahnya memerah dan jantungnya berdetak tidak rasional. Tak lama, suara Havrelt terdengar lagi.
"Ayo turun, aku akan memesan makanan sehat untukmu." Havrelt membenarkan pakaiannya, melayangkan sebuah kecupan di pipi Blace.
Blace berteriak kesal, kali ini dirinya sudah sadar dari bayangan yang ia pikirkan. Tangan Blace memukul udara dengan kesal. Tiba-tiba kepala Blace berdenyut lagi dan perutnya juga ikut berbunyi.
"Oh Tuhan ... astaga ... sebenarnya tadi itu kenapa aku membiarkannya?! Kenapa!?" Blace mengerang kesal, lalu ia bangkit dari duduknya. Pergi ke kamar mandi, mengabaikan dirinya terhuyung-huyung karena rasa pusing yang hebat, juga mengabaikan makanan lezat yang belum ia sentuh, jelas, makanan itu juga sudah mendingin.
Blace mengunci pintu kamar mandi, menyalakan air di wastafel, menampung air di tangan lalu membasahi wajah hingga beberapa kali. Sebenarnya jika dipikir-pikir ... tadi itu bukanlah ciuman pertamanya. Blace baru ingat jika ia sudah kehilangan ciuman pertamanya sejak ia bayi, dan pencuri itu adalah kakaknya sendiri. Baiklah, itu tidak jadi masalah karena Blace tidak pernah bisa mengingat kejadian itu. Tapi kejadian tadi ... Blace berteriak lagi. Ini bukan dirinya. Blace tidak pernah kehilangan ketenangan, ia jarang panik, jarang stres karena itu tidak baik untuk kesehatannya.
Blace menarik napas pelan. Sekarang, yang harus Blace lakukan adalah menenangkan dirinya sendiri. Mata hitam Blace terpaku pada cermin yang memantulkan bayangan dirinya. Kekacauan terlihat jelas di matanya, kelelahan juga begitu. Blace menarik napas lagi lalu menghembusnya dengan helaan perlahan. Apa pun yang baru saja terjadi, dia harus menanggapinya seperti yang Havrelt lakukan, pria itu terlihat seperti ... yeah, itu adalah hal yang paling biasa yang pernah terjadi dalam hidupnya.
Persis seperti yang Blace yakini, jika Havrelt tidak berbuat macam-macam padanya, kecuali yang terjadi dalam mobil tempat parkir. Kamar yang dipesan oleh Havrelt memiliki dua ranjang besar yang terpisah cukup jauh dari salah satunya. Jelas menghindari mereka tidur bersama, dan menghindari kontak fisik lebih banyak. Mungkin Havrelt ingin memastikan dirinya tidak melarikan diri atau melakukan hal yang bodoh. Ruangan itu luas, dilengkapi dengan TV, sofa serta meja, juga lemari dan beberapa perabotan. Warnanya dominan coklat susu. Havrelt mengatakan padanya saat ia meninggalkan Blace sendirian, pria itu akan membeli pakaian untuknya dan menyuruh Blace untuk menunggu makanan tiba. Jelas sekali saat itu Havrelt juga memerlukan ketenangan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Witch Gangster
Romance"Kehilangan membuat seseorang berambisi untuk menemukan." ~°°~°°~ [BOOK ONE OF ENTICE SERIES] Havrelt membenci pengkhianatan. Api kemarahannya meledak, ketika tahu barang- barangnya telah dicuri oleh sahabat dekat semenjak merek...