Tujuh Belas

158 13 17
                                        

***

Akhirnya Gisha diantar Regan. Ya dengan segala bentuk kejengkelan, dan kerusuhan yang terjadi, keduanya mengalah dan menuruti suruhan sang orang tua. Mereka pergi lima menit yang lalu meninggalkan orang tuanya yang masih stay di tempat yang sama untuk meminta maaf kepada seluruh tamu yang hadir. Anaknya memang selalu menyusahkan.

Setelah acara permintaan maaf selesai, keadaan restauran kembali tenang. Tenang seperti dahulu kala hahha :v

Mereka, Dara, Sera, Ken Papa dan Devan suami Dara duduk melingkar. Mengembalikan suasana persahabatan mereka yang tertinggal selama sekian tahun.

"Kau berhasil mendidik Gisha dengan baik Sera!" Dara berucap riang. Ia mendudukkan dirinya di kursi bekas Gisha. Diwajahnya tersirat wajah penuh kebahagiaan.

"Aku hanya mendidik Gisha seperti anakku sendiri." Sera tersenyum maklum. Dia menyayangi Gisha seperti anaknya sendiri itu emang benar.

Sejak kecil Gisha menjadi bagian dari hidup Ken dan Sera juga Regan. Regan lebih tua satu tahun dari Gisha, mereka hidup bersama sejak Regan berumur 2 tahun. Sera benar-benar merawat Gisha dengan baik, seperti anaknya sendiri.

Lalu Gisha anak siapa?

***

Keadaan mobil hening. Dua sejoli itu tampak seperti orang asing. Gisha dengan segala otak ego nya yang takut salah bicara didepan Regan, dan Regan yang bingung harus bicara apa setelah perlakuannya selama sebulan ini terhadap adik nya.

Suara musik dari radio mengalun samar. Entah apa musik yang saat ini diputar keduanya tak peduli, sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Regan tak berbohong jika saat ini Gisha benar-benar seperti Gisha yang baru. Tidak pecicilan, anggun, dan hijab di tubuhnya semakin menambah pesonanya. Ia tak bisa berbohong juga dengan keadaan hati yang ingin memeluk adik satu-satunya itu, tapi keinginan itu selalu ia tampar, dibalik keinginannya ada sesuatu yang selalu ia takutkan. Adiknya adalah adiknya, adiknya yang ingin ia rubah status nya menjadi seseorang yang lebih dari sekedar adik. Regan ingin egois untuk memiliki Gisha seutuhnya, tapi Gisha tetap adiknya yang tidak boleh ia hancurkan masa depan nya, yang harus ia jaga, bimbing, dan pastinya tidak mengecewakan orang tuanya.

"Ehem." suara deheman itu terdengar seperti petir yang menyambar di dalam mobil mereka. Bayangkan saja yang tadinya hening tiba-tiba ada suara deheman yabg membuat saraf penghuninya automatic on mana kaku banget lagi.

Gisha menolehkan kepalanya ke arah kakak nya yang tampak kikuk. Ia masih bungkam menunggu Regan bicara lagi. "Mau mampir ke tempat lain gak?" tuh kan bener, pasti mau mencairkan suasana. Gisha tau itu. "Kemana?" tanya nya lagi menyadari aksi diam adiknya.

Gisha menaikan alis sebelah. Entah kenapa bibirnya kelu untuk sekedar menjawab 'terserah' atau 'ke mana pun asal bersama kak Regan' . Jujur saja hatinya berdisko ria mendengar suara kakaknya mengajak ia bicara, tapi bibirnya tak bisa diajak kompromi.

"Ke apartemen kakak?" tawaran itu sangat ingin Gisha angguki, tapi benar-benar payah tubuhnya malah kaku. Tak bisa mengangguk atau menggeleng.

"Ke taman yuk, lihat bintang." Regan tersenyum manis ke arah adiknya.

Ya Tuhan, Gisha benar-benar bahagia. Regan kembali menjadi seseorang yang hangat, tersenyum manis padanya, tatapan teduhnya benar-benar menggetarkan hati Gisha. Jika boleh Gisha ingin memeluk Regan saat ini. Tapi ia kembali takut Regan akan menolaknya seperti kala itu. Tidak! Itu terlalu menyakitkan untuknya.

"Kamu cantik banget Gi." Pujian yang sudah lama tak Gisha dengar dari kakak nya.

"Makasih kak." Akhirnya Gisha bersuara menanggapi ucapan kakak nya. Gitu ya kalo udah dipuji baru nyahut :v

SECRETLY [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang