Tigabelas

108 12 0
                                    


"Kenapa sesakit ini lihat lo sama yang lain kak?"

***

Semua murid berhamburan keluar dari kelas padahal bell baru saja berbunyi beberapa detik yang lalu. Tujuan mereka tentu saja ada yang rumah, mall, dan lain lain.

"Bi... Cepetin." rengek Gisha jengkel pada pembantunya. Ia tak bisa bergerak bebas kalo pake kursi roda, tapi ia juga malas jalan kaki.

"Kan macet non." protes bi Ani sama sama jengkel. Ia tak bisa ngebut orang koridor nya penuh yang jalan kaki. Ingin sekali ia ngomong 'jalan aja sendiri. Ribet ribet pake kursi roda.'_ tapi itu cuma dalem ati ye...

"Iya udah cepetan." gertaknya jengah. Ia ingin cepat ke parkiran supaya tidak ketinggalan kakaknya, Regan, siapa lagi. Ia tak ingin Regan pulang dengan si tengil Laura. Udah pasti Regan pulang sama Laura. Itu sudah pasti, dan Gisha gak mau itu terjadi untuk kesekian kalinya.

Mereka pun sampai diparkiran, bi Ani mengusap peluh didahinya saking capek nya ngedorong gerobak sayuran nya. Ehh...

"Kak Regan mana ya?" ia celingukan mencari sosok pangeran dibalik sejuta jerami itu. *Hiperbola njir!

Matanya terus menelisik sekitarnya, ia akan menghentikan kakanya pulang dengan Laura. Camkan itu.

"Yakin kak? Gak ngerepotin nih?" tanya seseorang dibelakang Gisha. Gisha 180 derajat langsung berbalik, ia mengenali suara itu.

"Santai aja. Siap?" tanya Regan tanpa beban. Ia sedang memakai helm fullface nya, dan Qian sudah naik dijok belakangnya.

Qian... sama Regan? Boncengan? Gisha meneguk ludahnya pahit. Apa musuhnya harus bertambah? Cukup cewek gak tau diri aja yang harus ia hancurkan, lalu Laura yang bikin Gisha geram setengah mati dan sekarang sahabatnya? Haruskah Gisha mengklaim Qian sebagai musuhnya? Gisha tidak segila itu untuk menghancurkan sahabatnya sejak kecil, walaupun ia berniat menghancurkannya.

Mata Gisha berkaca kaca. Mimpi buruknya menjadi nyata. Qian yang notabene naksir kakaknya sejak dulu, sekarang ia mendapatkan kesempatan itu. Ia harus bagaimana?

Qian benarkah lo setega itu? Lo tau gue gak bisa jauh jauh dari kak Regan dan sekarang lo mau ikut ngehancurin posisi gue di hidup kak Regan?

Gisha menghapus air matanya yang ternyata sudah mengenang disana. Ia menggeleng lemah saat motor Regan benar benar pergi tanpa menoleh lagi. Mungkin Regan emang tidak melihatnya atau hanya pura pura tak melihatnya.

"Kenapa sesakit ini lihat Kakak sama yang lain? Ralat, Dia bukan orang lain, tapi sahabat Gisha..." lirihnya tak kuasa.

"Non sudah sore." Bi Ani heran majikannya malah menatap kosong kedepan tanpa melakukan apapun padahal tadi ngomel ngomel supaya cepet sampe.

"Mana mang Udin bi?" tanya Gisha lemah.

"Ini saya non." mang Udin ternyata ikut memperhatikan dia. Sejak kedatangan Gisha diparkiran mang Udin udah OnWork didepannya, Gisha nya aja yang gak sadar.

"Pulang sekarang."

***

Suara guyuran air terdengar dari dalam kamar mandi sekolah mereka. Didalamnya ada empat orang. Ada yang sedang tertawa mengejek, cemoohan, menyiksa dan entah apa lagi.

Byurrrrrr

"Sekarang lo gak punya siapa pun yang ngebela lo." sinis seseorang dengan gaya angkuh. Tangannya memegang gayung yang berisi air.

"Bodo amat." Gisha mengunyah permen karetnya santai. Ia sudah basah kuyup tapi ia tetap santai.

"Bahkan sahabat lo nikung lo." Cewek bernama Jeny itu menjambak rambut Gisha kasar.

SECRETLY [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang