9 - MPLS (Day 3)

100 58 15
                                    

Happy reading!

***

Hari ini hari ketiga MPLSPDB. Rasanya aku benar-benar bersyukur karena nggak ada kakak-kakak Polisi Siswa yang mengganggu ketenanganku hari ini. Kehadiran kakak-kakak Polisi Siswa itu digantikan oleh Demo Ekstrakurikuler. Kami semua, para peserta didik baru diperintahkan untuk duduk di pinggir lapangan. Barisan kami juga harus rapi, harus sesuai dengan gugus masing-masing. Kami semua mengobrol sambil menunggu dimulainya acara demo ekskul.

“Lo udah tau mau masuk ekskul apa, Nad?” Mirza, yang duduk disebelahku bertanya. Entah kebetulan apalagi yang terjadi. Aku, sebaris dengan anak perempuan gugusku. Sementata Mirza, sebaris dengan anak laki-laki gugusnya. Dan kami, tiba-tiba jadi duduk berdampingan.

“Kemarin kan gue udah bilang ke lo di chat,” jawabku. Kami memang setiap hari chat-an sekarang.

“Jurnalistik, ya?”

Aku mengangguk. “Walaupun masih ragu juga sebenarnya. Gue masih pengen masuk Seni.”

Mirza mengangguk paham. “Ya udah, lo Jurnalistik aja, nggak apa-apa. Nanti gue masuk Jurnalistik juga, deh, nemenin lo.”

Aku menatapnya sejenak, kemudian tertawa. “Lo kira gue anak TK? Harus ditemenin?” Tawaku mereda. “Lo harus masuk ekskul karena minat lo sendiri, Za. Bukan karena orang lain.”

Mirza mengangguk-anggukkan kepalanya. “Kalo gitu, gue mau masuk Jurnalistik karena gue suka moto-moto. Jadi, nanti gue bisa masuk divisi fotografer, deh.”

Aku tersenyum menanggapinya.

“Lo mau masuk divisi apa nanti di Jurnalistik?” tanya Mirza.

“Divisi writer,” jawabku.

Mirza mengangguk lagi. “Yah, nggak heran, sih. Lo dari SD emang udah suka ikut lomba tulis-menulis, kan? Baca puisi paling sering.”

Aku menatap Mirza bingung. Hei, dia tahu dari mana? “Kok lo bisa tau?”

Mirza menyengir. “Lily.”

Aku mendengus sambil tersenyum. Lily itu aneh. Dia melarangku dekat dengan Mirza. Tapi kenapa terus-terusan memberi informasi tentangku pada Mirza?

“Lo yakin nggak mau masuk Japanese Club?” tanyaku. Mirza itu suka sekali hal-hal yang berbau Jepang. Makanya aneh kalau ia nggak tertarik masuk ke ekskul itu.

Ia mengangkat bahunya. “Gue mau masuk Jurnalistik. Tapi, lihat aja nanti.”

Aku mengangguk-anggukkan kepalaku. Rupanya,  Mirza juga masih ragu.

Tak lama, demo ekskul dimulai. Penampilan pertama dibuka oleh Ekskul Paskibra. Kemudian Pramuka. Lalu PMR. Setelah itu Ekskul Olahraga yang terdiri dari Silat, Futsal, Voli, dan Basket. Ah, kalau ingat Basket, aku jadi ingat Van.

Aku celingak-celinguk ke arah kananku. Mengingat gugus pertama, gugus satu yang ada di sebelah kiri, pasti gugus lima, gugusnya Van, ada di sebelah kanan.

Ketemu! Van ada di barisan ketiga dari depan. Ia terlihat sama sekali nggak berminat dengan demo ekskul di sekolahku. Ia menunduk, wajahnya agak suram. Hei, dia kenapa? Kok lesu begitu?

Sampai tiba-tiba teman lelakinya mengajak Van mengobrol, barulah senyum Van terbit lagi. Melihat senyumnya, aku jadi ikut tersenyum. Seperti biasa, hatiku jadi ikut menghangat ketika melihat senyumnya.

“Lo lagi ngeliatin siapa?” Suara laki-laki di sebelahku langsung membuatku menoleh.

“Eh?” Aku nyengir. “Tadi gue nyariin Lily.”

Axiomatic (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang