13 - Flashback (Bagian 2)

82 55 19
                                    

Happy reading!

***

Aku berdiri di sebelah Van dengan kaku. Duh, peristiwa di perbatasan kelasku dengan kelas Van tadi masih membuatku malu.

“Kenapa, sih, Kee? Kok nunduk terus dari tadi?”

Aku menoleh ke arah Van. Kemudian aku mendapati ia yang sedang tersenyum jahil.

“Kamu, sih.”

“Emang aku ngapain?”

“Tadi ngapain ngalangin jalan aku mulu?” omelku kesal.

Van tertawa. “Aku nggak ngalangin, Kee. Itu nggak sengaja.”

“Terus kenapa kamu ketawa?”

“Karena muka kamu lucu.”

Aku menunduk lagi. Ah, Van memang sudah menyebalkan dari dulu, sih.

“Kok ngambek, sih, Kee?” tanya Van sambil menyejajarkan kepalanya dengan kepalaku, membuatku kaget setengah mati.

Aku mendorong kepalanya. “Ngapain, sih?” Aduh, dia kenapa dekat-dekat begitu, sih?

Ia mencibir. “Beli cilor, yuk, Kee!” Kemudian tanpa meminta persetujuanku, ia mengamit pergelangan tanganku dan menarikku untuk keluar dari sekolah.

Aku menatap Van dari belakang dengan tatapan tak percaya. Hei, kenapa Van jadi begini? Siapa yang mengajarkannya? Apa ini pengaruh dari Ilham yang tadi mengobrol dengannya?

Ketika Van dan aku sudah sampai di tukang jualan cilor, aku langsung melepaskan tangan Van dari pergelangan tanganku. Duh, ini nggak baik.

Setelah memesan cilor, Van mengajakku duduk di kursi panjang yang sudah disediakan Abang Cilor itu.

“Ada cerita apa hari ini, Kee?”

Pertanyaan Van membuatku tertegun. Ah, sudah lama juga aku tak bercerita tentang keseharianku padanya.

“Tadi, aku disuruh ngebentuk kelompok yang anggotanya delapan orang. Kelompok aku, kan, baru tujuh orang, terus ada satu orang lagi yang ngajak aku sekelompok, tapi sama temen-temen aku nggak diijinin masuk. Katanya, si satu orang ini mau sekelompok sama aku karena dia mau manfaatin aku,” ceritaku, kemudian aku menghela napas.

Van mengangguk-angguk. “Terus akhirnya kelompokmu tetep tujuh orang? Atau gimana?”

“Kelompokku jadinya delapan orang. Satu laginya ngajak orang lain, temen sebangkunya temenku yang belum dapet kelompok,” jawabku.

Van mengangguk-angguk, lagi. “Kalo denger ceritamu itu, aku jadi inget kejadian pas dulu, Kee. Pas kamu direbutin sama dua kelompok itu.”

Aku terdiam sejenak. Ah, kejadian itu. Ternyata Van juga masih ingat, ya?

***

Minggu depan, ekskul Paduan Suara akan mengikuti lomba Paduan Suara. Jadi, hari ini aku mendapat dispensasi untuk tak mengikuti pelajaran karena harus latihan paduan suara. Aku, bersama temanku Fina, baru kembali ke kelas saat istirahat kedua.

“Eh, Nada!” Baru saja sampai di kelas, Risa sudah memanggilku.

Aku langsung menghampirinya. “Kenapa, Ris?”

“Tadi pas pelajaran Bahasa Indonesia disuruh bikin kelompok, Nad.”

“Terus? Aku sama siapa?”

“Sama Chintya.”

“Chintya?” Aku mengernyit. Pasalnya, aku nggak begitu dekat dengan Chintya. “Itu kelompoknya bikin sendiri atau dibikinin?”

Axiomatic (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang