8 - MPLS (Day 2)

95 60 12
                                    

Happy reading!

***

Hari ini hari kedua MPLSPDB. Awalnya, hari ini berjalan menyenangkan seperti biasanya. Sampai akhirnya, ketika Polisi Siswa masuk melakukan razia, moodku jadi benar-benar hancur.

“SEMUA YANG ADA DI SINI, BERDIRI! TERUS TUTUP MATANYA! NGGAK ADA YANG NGINTIP-NGINTIP!”

Mereka berteriak dengan bersahut-sahutan.

“BAGI YANG KUKUNYA PANJANG, MAJU KE DEPAN!”

“BAGI YANG MEMBAWA ALAT KOMUNIKASI, MAJU KE DEPAN!”

“BAGI YANG MEMBAWA MOTOR, MAJU KE DEPAN!”

Dan akhirnya...

“BAGI YANG KUKUNYA DIWARNAI, MEMAKAI KUTEK, HENNA, ATAU SEBAGAINYA, MAJU KE DEPAN!”

Jantungku berdebar. Ya ampun, mati aku! Aku pakai henna sekarang. Dan kemarin sewaktu MPLSPDB hari pertama belum ada peraturan seperti ini. Akhirnya, aku pun maju ke depan dengan mata tertutup.

Ketika di depan, kami semua yang terkena razia diomeli habis-habisan, kemudian kami disuruh mengangkat tangan dan memegang kepala kami, seolah-olah sedang merenungkan kesalahan kami. Kakak-kakak Polisi Siswa juga menempelkan pita merah di nametag kami, sebagai tanda kalau kami telah melanggar peraturan MPLSPDB. Setelah kakak-kakak Polisi Siswa itu puas mengomeli kami, barulah sekelas disuruh membuka mata.

“BAGI KALIAN YANG TIDAK TERKENA RAZIA, JANGAN SAMPAI MENIRU TEMAN-TEMAN KALIAN YANG ADA DI DEPAN INI!”

Ya ampun, dijadikan sebagai contoh yang buruk lagi. Memalukan. Aku kesal sekali rasanya.

Aku melihat Mirza di bangku paling belakang yang sedang menatapku seolah-olah dia bertanya, “Lo kenapa?”. Dan aku juga menatapnya seolah aku berkata, “Kok lo nggak maju? Lo nggak jadi bawa motor?”

Ketika kami semua yang ada di depan kelas dipersilahkan untuk duduk, aku langsung duduk ke bangkuku dengan perasaan lesu. Selain lesu karena tadi diomeli habis-habisan oleh kakak-kakak Polisi Siswa tadi, aku tambah lesu lagi ketika mengetahui Mirza tak bawa motor. Jadi, nanti aku mau pulang sama siapa? Kemarin, aku sudah bilang pada mamaku untuk tak usah dijemput karena aku mau pulang bersama temanku. Tapi ternyata kejadiannya malah begini.

Bintang, teman sebangkuku, dan Karin serta Hani, yang duduk tepat di depan tempat dudukku, menatapku penuh tanda tanya.

“Kamu kenapa, Nad? Kok maju ke depan?" tanya Bintang memulai pembicaraan.

“Aku pake henna,” aku menunjukkan kuku tanganku.

“Ya ampun, harusnya lo nggak usah maju,” kata Karin.

“Iya, Nad. Tadi juga nggak diperiksain satu-satu kok,” Hani melanjutkan.

Aku hanya menghela nafas. “Ya udahlah, biarin aja,” jawabku pasrah. Mau bagaimana lagi? Sudah terlanjur, kan? Percuma kalau menyesal.

Dan akhirnya hari berlalu dengan sangat menyebalkan.

***

“Nada!”

Baru saja aku berjalan ke luar kelas, ada seseorang yang memanggil dan menghentikan langkahku. Aku baru mau pulang, walau tak tau bagaimana caranya. Tadinya aku berniat untuk jalan kaki, tapi 3 kilometer lumayan juga untuk jalan kaki.

Aku menoleh.

Itu Mirza.

“Kenapa?”

Tadinya kupikir ia akan minta maaf karena tak bisa mengantarku pulang, tapi ternyata...

Axiomatic (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang