Now Playing : Aku Cinta Kau dan Dia - The Rock (Cover by Della Firdatia)
Happy reading!
***
Istirahat pertama hari ini, aku ke kantin sendirian, meninggalkan teman-temanku yang masih terlihat bingung. Ah, rasanya aku mau sendiri saja. Di kantin, aku hanya membeli susu kotak rasa coklat dan sama sekali nggak membeli makanan. Nggak mood.
Tiba-tiba ada yang datang ke mejaku di kantin, lalu melemparkan roti rasa coklat yang masih lengkap dengan bungkusnya di atas mejaku.
Aku mendongak. “Lo ngapain?”
Mirza tersenyum. “Tumben sendirian. Temen-temen lo mana?”
Aku diam saja, lalu kembali menunduk. Aku sama sekali nggak berniat menjawab pertanyaannya.
Mirza yang seakan tahu kalau aku memang nggak mau menjawab pertanyaannya, duduk di depanku, kemudian tersenyum. “Makan dulu rotinya.”
Aku menghela napas. “Males.”
Mirza ikut menghela napas. “Lo udah kurus, Nad. Kalo nggak makan nanti lo jadi tambah kurus.” Kemudian tiba-tiba matanya terbelalak. “Eh? Jangan-jangan lo mau diet, ya?” Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. “Nggak, nggak boleh. Gue nggak suka cewek diet.”
Aku diam saja. Omongannya itu sama sekali nggak membantu.
Mirza menghela napas lagi. “Lo kenapa, sih, Nad? Kalo ada apa-apa cerita dong.”
Aku tetap diam.
“Gue pacar lo, lho.”
Kali ini aku menoleh, menatap manik mata laki-laki yang akhir-akhir ini sering sekali mengaku-ngaku sebagai pacarku -walau memang benar begitu kenyataannya.
“Ya udah, ini gue makan rotinya,” kataku akhirnya, untuk membuat laki-laki di depanku ini sedikit merasa tenang. Karena, nggak mungkin, kan, kalau kuceritakan hal yang membuatku nggak mood kepadanya?
Mirza diam saja. Ia sibuk melihatku yang sedang melahap roti pemberiannya. Baru dua menit, tangan kananku langsung bergerak untuk menutupi mata Mirza.
Mirza tertawa. “Lo ngapain, sih?”
Kemudian aku melepaskan telapak tanganku dari wajah Mirza. “Jangan diliatin mulu.”
“Kenapa emangnya?” Mirza tertawa, lagi. Yah, hobinya memang tertawa, sih.
“Malu, lah.”
“Kenapa malu? Lo, kan, pacar gue.”
Aku mendengus. Entah sudah berapa kali Mirza mengucapkan kata ‘pacar’ di depanku.
Mirza masih tetap diam sampai aku selesai melahap rotiku. Mungkin ia nggak mau menggangguku yang sedang nggak mood.
“Lo kenapa, Nad?” tanyanya, lagi.
Aku menggeleng. “Gapapa.” Kemudian aku membenamkan wajahku di atas meja kantin, mengamati wajah laki-laki yang kini sudah jadi pacarku. Lalu, ah, aku baru sadar kalau bukan hanya ucapannya yang manis, tapi wajahnya juga. Orang yang semanis ini saja masih dibilang macam-macam oleh teman-temanku. Ah, kalau Mirza tahu tentang ucapan Kinan tadi, kira-kira bagaimana perasaannya, ya?
Tiba-tiba perasaan bersalah menggerogoti hatiku. Aku salah. Sekarang aku memang pacar Mirza, tapi setengah hatiku masih dibawa oleh Van. Teman-temanku benar. Seharusnya aku menolak Mirza kalau aku nggak benar-benar menyayanginya.
“Gue tau gue ganteng, tapi nggak usah diliatin mulu kali, Nad.”
Aku melotot ketika mendengar perkataan Mirza, kemudian segera menegakkan badanku. “Dih, geer banget lo!”

KAMU SEDANG MEMBACA
Axiomatic (Telah Terbit)
Teen FictionNada Akeela Kirana, perempuan yang manis, namun sulit untuk membuat keputusan. Ia bersahabat dengan Malik Van Leonard, cowok cool yang kakek buyutnya orang Belanda, dari SMP kelas satu. Lalu ia bertemu dengan Mirza Mahendra, cowok paling menyebalkan...