EPISODE 20

2 0 0
                                    

SAMPAI AKHIR HAYAT

EPISODE 20

"Akhirnya sampai juga" Ucap Gofar dengan langkah gontai menghanpiriku dan Kenzo alias Luthfi.

"Oh ini siapa ?" Tanya Ghofar sambil menyalami Lutfhi. "Ghofar".

"Kenzo" Luthfi masih menggunakan identitas Kenzo.

"Jadi gimana Far ? ada apa ?" Tanyaku duduk di ruangannya.

"Sisil itu temanmu kan ? sedari tadi dia manggil manggil nama kamu terus" Jawab Ghofar.

"Iyaa, jadi Sisil sakit ?" Tanyaku.

"Lhoh memang calon suamimu gak cerita ? Sedari pagi dia nungguin di sini loh. Sisil itu keguguran gak tau sama siapa, tapi kadang sadar kadang gak" Jawab Ghofar.

"Calon suami ?" Tanyaku bingung.

"Yaa Pak Yudha itu, Sisil sekertarisnya kan ? Katanya dia calonmu, tapi kok kaya perhatian banget sama pasien ini. Aku liat gelagatnya gak beres, jadi aku ceritain aja lah ke kamu" Jawab Ghofar. Oh ya benar saja, aku lupa saat ini tengah menjalankan peran pacar aspalnya Yudha.

"Kalo gitu aku langsung liat Mbak Sisil" Pintaku pada Ghofar. "Yuk cepet anterin ke sana".

Benar saja, Mbak Sisil terbaring lemah dengan memejamkan mata,kata Ghofar pasca kurerase memang wajar jika dia tidak sadar karena bius, tapi tidak wajar jika sampai seharian. Tapi mana keluarganya ?

"Mbak Sisil" Lirihku. Kasian sekali, pasti dia habis mengandung anak dari Yudha. Jika saja aku tak memiliki tujuan demi Luthfi, aku tak ingin dekat dengannya. Sama sekali tak ingin.

"Apa ini temen deketmu atau saudaranya Yudha ?" Tanya Ghofar.

"Ya ini temenku" Aku tidak mungkin cerita semua pada Ghofar.

"Tangan Sisil gerak !" Ucap Luthfi.

"Mbak Sisil" Kupanggil halus saat dia mencoba membuka mata. Tidak sepenuhnya, hanya separuhnya saja. Matanya masih menyipit.

"Ruminah" Panggilnya . Aku mendekat ke telinganya karena dia tidak bisa bicra keras.

"Kenapa mbak ?" Tanyaku halus.

"Mmaa mmaaf ya" Ucapnya. Lalu dia terlelap lagi.

"Mbak. Mbak. Mbaaak bangun mbaakk" Kugoncangkan tubuh Mbak Sisil yang tak bergerak.

"Jangan begitu Ruminah, pelan pelan" Tegur Luthfi memegangiku. Aku tak memeperdulikannya.
Dengan sigap, Ghofar langsung menelfon seorang dokter mentornya yang bernama dokter Azam.
Menit kemudian datanglah Dokter Azam didampingi tiga suster.

"Maaf bapak dan ibu keluar dulu ya" Titah dokter Azam.
Timnya memeriksa dengan memasang oksigen, mengetes dengan alat setrum yang entah apa namanya, kulihat dari kaca kecil yang di pintu Mbak Sisil masih respon. Tapi beberapa saat, Dokter Azam dan Ghofar berbisik, juga suster yang mulai melepas alat yang menempel pada tubuh Mbak Sisil. Menit kemudian Ghofar dan Dpkter Azam keluar.

"Ruminah" Panggil Ghofar dengan langkah gontai.

"Gimana Mas ?" Tanya Luthfi.

"Maaf Rum, Mas Kenzo" Ucap Ghofar.

"Kami sudah berusaha , maaf Bu, Pqk dengan berat hati kami sampaikan, Bu Sisil sudah tidak ada" Lanjut dokter Azam.

"Apa maksudnya tidak ada ?!?" Tanya Luthfi nada tinggi.

"Sabar Mas. Temen kalian sudah meninggal dunia" Jawab Ghofar.

"Innalailahi wainna ilaihi raji'uun" Ucap kami semua.

"Mas Ghofar, bisa bangunin dia kan ? Gak mungkin Sisil meninggal" Ucap Luthfi dengan suara serak. Lalu dengan cepat dia mengguncang tubuh Mbak Sisil yang tak mungkin lagi membuka mata.
Luthfi..kulihat kerlingan matanya memancarkan aura sedih. Masihkah kau mencintainya ?
"Sil ! Bangun Sil ! Sisil ! Sisiiiillllll !!" Luthfi menangis meratapi kematian Mbak Sisil. Mantan pacar yang hampur dinikahinya Ku tenangkan dirinya meski aku cemburu, tapi kan masa cemburu pada orang mati ?

Ku telfon Yudha untuk memberi tahu kabar duka ini. Selang satu setengah jam, Yudha dan keluarga Sisil datang menjemput untuk proses perawatan jenazah Mbak Sisil.

Singkat cerita, kami pun masih berada di rumah Mbak Sisil, orang tuanya terus menangisi putri bungsunya itu di ruang keluarga. Belum banyak kekuarga yang datang ke sini.

"Nak Ruminah, kalau capek tidur di kamar non Sisil yaa"Titah Bibi , asisten rumah tangganya.

"Baik bi" Aku pun menurutinya. Jujur saja aku lelah, ini sudah pukul 1.30 dini hari.
Kamar yang bagus, luxury dan nyaman ini. Jauh berbeda dengan kamarku. Tak pernah membayangkan apa lagi keinginan untuk tidur di sini.

Ting tong ! Notif WA masuk. WA dari Luthfi yang masih ku tulis dengan nama Kenzo.

Kenzo : Ruminah, jika ada kesempatan, cari kepingan memory di bawah karpet warna hijau. Jika tidak ada, coba raba raba bagian bawah dipan.

Aku : Baiklah

Ku cari kepingan memory yang dimaksud oleh kekasih sungguhanku ini. Ku cari cari tidak ketemu.

Aku : Tidak ada

Kenzo : Oke tempat terakhir, cari motif keramik yang sedikit berbeda dengan yabg lain, sebelah kiri lemari pakaiannya. Kau harus teliti karena motifnya hanya ada satu garis perbedaan, hampir tak terlihat.

Aku : Aku cari lagi

Baiklah. Aku lelah, tapi demi yang ku cinta ini, okelah aku cari. Mana ada ? semuanya sama di sini. Satu jam kemudian aku menemukannya. Aku mengantuk sekali.

Aku : Ketemu. Lalu aku harus apa ?

Kenzo : Tekan kuat kuat 4 kali, jika terbuka, ambil kepingan memori, masukkan tasmu
, lalu segera temui aku di halaman belakang, selagi Yudha sedang pulang.

Tak kubalas pesannya. Cepat cepat ku tekan keramik ini. Sekuat tenaga, nyatanya tidak lancar seperti filem, hanya 4 kali katanya ? Aku bahkan harus menekan sampai 17 kali. Dan ada ! Cepat cepat ku ambil dan ku temui kekasihku itu di halaman belakang. Leganya, tidak ada yang curiga sama sekali.

Keesokan harinya

Mbak Sisil sudah di makamkan di tempat pemakaman umum yang agak jauh dari rumahnya. Beruntung ini tanggal merah jadi aku bisa libur. Aku masih sangat mengantuk.

Akupun pamit pulang, diantar oleh Yudha agar dia tidak curiga. Luthfi pun sudah tidak ada, kemana ? Sedari subuh tidak aktif nomernya, pun raganya tak terlihat sama sekali.

"Kenapa sayang?" Tegur Yudha saat kami tengah di jalan. Tidak ada raut wakah kesedihan atau penyesalan atas lenyapnya Sisil kekasih gelapnya itu.

"Aah tidak, aku sangat lelah" Jawabku. Aku minta diturunkan ke arah pertigaan yang menuju rumah Luthfi.
"Mas, nanti depan belok kiri ya" Titahku.

"Loh kenapa gak sampai rumah ? Sekalian aku mau kenalan dengan orangtuamu" Sanggahnya.

"Mas kan tau aku belum boleh pacaran, jangan dulu ya" Cegahku.

"Hmm ya sudah, baiklah. Hati hati ya sayang. Mas mencintai kamu" Ucap Yudha. Aku rasa ucapannya bukanlah bohong. Tapi maafkan aku, aku harus melakukan ini Mas.

SAMPAI AKHIR HAYATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang