SAMPAI AKHIR HAYAT
EPISODE 31
Berbulan bulan aku meninggali rumah yang dulu dititipkan pada Mang Gugun dan Ceu Rani.
"Mas, makan dulu" Sambutku pada Mas Yudha yang kini ikut bertani di kebunnya sendiri, karena dia ingin belajar. Meski banting setir dari dokumen ke tanaman, namun semangatnya membara.
"Iyaa, waah masak enak nih" Ucapnya sambil segera menyantap sambal, lalap dan tempe goreng. Dan sayur asam yang kubuat dengan penuh cinta.
"Iyaa, kan Mas Yudha udah giat bekerja" Kataku sambil mendekatinya.
"Makasih ya sayang, nanti sore kita jalan jalan Yuk" Kata Mas Yudha.
"Ke mana Mas ?" Tanyaku.
"Yaa kemana lah, kan kita berbulan bulan berkutat di sini, ke tempat yang rada ramean, katanya ada pasar malam nanti" Jawab Mas Yudha.
"Benar Mas? Asiikk. Nanti kita boncengan yah" Pintaku menaiki motor jadul yang ada di sini.
"Iyaa sayang" Jawabnya.
Aku sangat senang karena memang sudah lama suntuk, tapi aku takut kadang Mas Yudha masih suka traumaan, meski kini dia jauh lebih baik.PUKUL 19.17
Setelah sholat isya, aku dan Mas Yudha pergi menaiki motor, menyusuri malam yang dingin di sini, ku dekap tubuh Mas Yudha seerat eratnya. Aku sangat mencintai Mas Yudha seiring berjalannya waktu kami bersama. Semoga kita selalu bersama ya Mas.."Dek , rame rame apa itu ya" Ucap Mas Yudha saat mendekati keramaian.
"Gak tau, yok coba kita turun Mas, kita tanya" Titahku. Akhirnya kami pun turun, dan menyusuri kerumunan orang orang.
Kaget bukan main. Wanita yang tak sadarkan diri tanpa identitas, namun aku dan Mas Yudha sangat mengenalinya.
"Nilaaa" Teriak Mas Yudha.
"Bapak kenal orang ini ?" Tanya salah satu bapak bapak.
"Iyaa ini teman saya. Tolong pangilkan mobil, wanita ini masih hidup, tapi penarahan" Mas Yudha teriak meminta bantuan.
Akhirnya, kami tinggalkan motor , kami titipkan ke rumah warga sekitar.
Untunglah ada warga baik yang mau mengantar Kak Nila ke rumah sakit."Kak, bangun kak" Kak nila dipangkuanku dan Mas Yudha. Aku menangisi keadaannya. Bahkan untuk menuju rumah sakit, terasa sangat lama.
Sampailah kami di rumah sakit. Baju kami belepotan darah, dan menunggu dokter memeriksanya.
Menit kemudian dokter itu keluar.
"Gimana dokter ?" Tanyaku.
"Pasien akan segera melakukan tindakan operasi sesar, karenadetak jantung bayinya mulai lemah" Ujar dokter.
"Lakukan yang terbaik dok. Saya yang bertanggungjawab" Mas Yudha dengan gagahnya menyetujui ini semua.
Sementara menunggu operasi selesai, Aku dan suamiku sembari ganti baju, juga membawa salinan untuk Kak Nila. Dan sempat membeli peralatan bayi alakadarnya. Masih bagus ada toko yang buka sampai jam 9 malam begini.
Saat kami kembali ke kamar , kak Nila masih tertidur lelap. Mas Yudha memesan kamar VIP untuk Kak Nila. Agar aku dan dia bisa mendampingi kak Nila.
"Mas" Panggilku.
"Dedeknya kok lama banget ya di inkubator ?" Tanyaku ketika Mas Yudha ke kamar setelah menengok Putra pertamanya di ruang khusus."Iyaa, kata dokter nanti menunggu 6 jam baru boleh ke sini" Kata Mas Yudha.
Aku mengangguk. Aku tak banyak bocara dengan Mas Yudha,kami kalut dalam pikiran masing masing.
Di satu sisi aku bahagia sekali Mas Yudha bisa kembali bertemu anaknya, dan dia sudah berjanji akan menikahi Kak Nila. Namun di sisi lain, aku sedikit cemburu, Mas Yudha begitu memperhatikan Kak Nila , sampai memih kamar yang VIP. Belum lagi denganku, aku belum jyga dikaruniai anak meski sudah berbulan bulan menjadi istri Mas Yudha. Akankah Mas Yudha tetap mencintaiku ? Akankah dia berpaling pada Kak Nila dan putranya ?"Mikirin apa sayang?" Tanya Mas Yudha.
"Eemm gapapa Mas, kamu sendiri mikirin apa ?" Tanyaku balik.
"Mas hanya takut sayang" Mas Yudha mengendus nafas kasar. "Mas takut jika suatu saat Pak Wildan melenyapkan Mas. Saat ini Mas sudah memiliki anak. Mas takut tidak ada yang menjaganya" Jawab Mas Yudha.
"Mas. Ada Allah yang selalu melindungi kita" Sahutku. Dia hanya mengangguk. Kami berbaring bersama di satu kasur yang tersedia di ruangan VIP ini.
Pukul 2.30
Aku terjaga dari tidurku. Kak Nila mulai gerak, sepertinya mulai sadar pasca operasi.
"Mas, Kak Nila bangun" Ku goyangkan tubuh Mas Yudha dengan bisikan.
Mas Yudhapun langsung bangun dan mendekat pada Kak Nila."Kak" Panggilku.
Dia begitu terkehut melihatku dan Mas Yudha.
"Nilaa" Lirih Mas Yudha menangis memegang tangan Kak Nila. Hatiku panas, namun inilah kenytaannya. Kak Nila jauh lebih membutuhkan Mas Yudha.
"Kalian" Lirih Kak Nila lemah.
"Mas, janjimu ingat kan ?" Ucapku mengingatkan.
"Iya Sayang aku ingat" Mas Yudha mengelus kepalaku.
"Nila, besok aku akan nikahin kamu. Agar anak kita memiliki surat sipil yah" Ucapnya membuatku makin cemburu. Akulah yang memintanya, inilah resikoku, karena aku memikirkan nasib anak itu, jangan sampai dia seperti Mas Yudha yang kekurangan kasih sayang dari orangtuanya."Menikah ?" Tanya Kak Nila.
"Iyaa, demi anak kita. Maafkan aku Nila, maafkan aku" Mas Yudha menangis, akupun menangis pecah.
Kak Nila mengangguk juga menangisinya. Dan memaafkan Yudha dengan mudahnya. Mungkin dia juga memikirkan nasib putranya itu. Aku seakan tak sanggup melihat mereka Ya Allah, tapi aku harus kuat.
Keesokan harinya.
Kak Nila dan Mas Yudha resmi menikah, dihadiri juga oleh Bunda, namun tanpa anak anaknya. Aku bahagia melihat yang memang seharusnya. Inilah yang memang harus kulakukan.
"Selamat ya Yudha, saat ini kamu adalah seorang Ayah" Ucap bunda memeluk Mas Yudha. Saat aku menguping mereka di koridor dekat kamar yang ditempati Kak Nila.
"Terimaksih Bun. Minta doa restunya, saat inu aku menjadi Ayah, juga bertanggungjawab atas dua istri. Jujur aku berat. Tapi ini permintaan Ruminah" Sahut Mas Yudha.
"Keputusan Ruminah itu bagus. Bahkan dia jauh lebih baik, wanita yang bisa menerima orang ketiga itu luar biasa. Kau jangan pernah sia siakan Ruminah. Juga jangan mengabaikan Nila. Apa yang terjadi pada kita cukup untuk pembelajaran. Sayangi putramu ya" Ucap Bunda berpesan pada Mas Yudha.
"In Syaa Allah. Terimakasih Bun" Ucap Mas Yudha memeluknya.
Siang hari, para penghulu dan Bunda juga ikut pulang. Semua biaya rumah sakit , Bunda juga yang membayar.
"Bundaa, terimakasih" Ucapku saat mengantarnya ke mobilnya.
"Sama sama.Kamu yang sabar yaa, Maaf ya cuma ini yang bisa bunda lakukan" Sahutnya.
"Bunda, ini sudah lebih dari cukup" Kupeluk Bunda erat erat.
"Dengar Ruminah. Saat ini apa yang kau alami, Bunda sangat tau , hatimu tersakiti" Ucap Bunda menatapku.
"Aku ikhlas Bunda" Sahutku dengan suara menahan tangis.
"Tidak perlu menutupi. Kau dan aku sama sama wanita. Bunda tau persis bagaimana rasanya mati matian menerima wanita yang tiba tiba datang membawa benih suamimu. Tapi Bunda yakin kamu kuat" Bunda menepuk pundakku.
"Bundaa" Kupeluk lagi dia dan tangisku pecah.
"Ruminah, kamu gadis yang baik. Jangan sampai terjerumus seperti Bunda yang berujung penyesalan ya" Pesan Bunda padaku.
"In Syaa Allah. Terimakasih Bunda" Jawabku.
Bunda berlalu menaiki mobil mewahnya , kali ini tidak bersama Riko, namun supir baru yang sudah tua.Aku kembali ke kamar Kak Nila. Mas Yudha tampak bahagia menimang putranya. Terpancar ketampanannya , aura bahagia menjadi seorang ayah.
Maafkan aku Mas.. belum bisa memberikan keturunan untukmu. Saat inu melihat kembali senyum Kak Nila yang mgembang juga kebahagiaanku. Mana kusangka dia akan menjadi adik madu. Namun kini..Aku hanya ingin keberkahan di rumahtanggaku, semua akan indah nantinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAMPAI AKHIR HAYAT
Fiction généraleRuminah Gadis yang mencintai Ghofar, sahabatnya sejak kecil, namun Ghofar hanya menganggapnya adik. Kemudian berhasil move on dari Ghofar berkat Kenzo , lelaki misterius yang membencinya. Namun apa daya , Ruminah malah terjebal dengan pernikahan Pak...