SC | 19. Menyerah untuk Berdamai

7.5K 423 53
                                    

Happy Reading!

* * *

Alenna menangis sesenggukan didalam kamar mandinya, tubuhnya dihujani dengan tetesan air yang mengalir dari shower yang berada di atas kepalanya. Hatinya sudah mati rasa, terlalu banyak rasa sakit yang membebani dirinya. Ia pikir kebencian yang terus ia tanamkan dalam hatinya akan membuat dirinya merasa lebih baik namun, kenyataannya tidak sama sekali. Jika terus rasa benci yang ada di dalam hatinya, ia percaya bahwa dirinya tak akan bisa menjalani kehidupan ini dengan normal. Rasanya Alenna ingin mengiklaskan semuanya, memulai kehidupan baru tanpa ada lagi kebencian.

"Bagaimana cara aku melupakanmu Erlang sedangkan, wajahmu selalu aku tatap setiap hari. Aku yang berjuang sendiri mengandung dan membesarkan Yerikho namun, mengapa wajahmu yang diikuti oleh Yerikho," lirih Alenna kemudian, merosot lemas di bawah rintik rintik air di atas kepalanya.

"Aku menyerah Lang, membencimu malah semakin membuat aku selalu memikirkanmu,"

"Aku tak tega dengan Yerikho, ia sangat mendambakan kehadiran seorang ayah. Aku tidak berhak untuk melarangnya mengetahui dan berhubungan dengan ayahnya karena, Yerikho adalah darah dagingmu juga,"

Tubuh Alenna mulai menggigil karena terlalu lama berada di bawah aliran shower, jari jari tangannya pun mulai keriput. Diambilnya handuk kemudian, melilitkan handuk itu hingga seluruh tubuhnya terbalut.

Kini Alenna sudah mengenakan pakaian tidurnya kemudian, berjalan mendekati Yerikho yang tertidur lelap dengan air mata yang mengering di pipi chubby nya. Kini hati Alenna sedang diselimuti dengan rasa bersalah, semoga tidak terjadi apa apa pada Yerikho. Yerikho selalu mengalami demam setelah menangis terlalu lama , dengan penuh harap Alenna menjulurkan tangannya untuk menyentuh dahi Yerikho.

"Ya ampun! Panas sekali badanmu nak," pekik Alenna tertahan karena tak ingin mengganggu Yerikho dalam tidurnya, Alenna belari cepat menuju kotak P3K yang tergantung di dekat meja rias milik Alenna.

"Ya Tuhan, aku lupa membeli persediaan obat untuk Yerikho. Bagaimana ini?" Alenna makin panik saat melihat Yerikho yang menggeliat tak nyaman dalam tidurnya, tak ada pilihan selain membawa Yerikho kerumah sakit.

"Ah ini dia," Alenna mengambil sebuah gendongan bayi yang berada di dalam lemari yang khusus berisi perlengkapan perlengkapan Yerikho.

"Akhh!" Alenna tak lagi bisa menahan pekikkannya saat lampu yang sebelumnya terang menyinari mereka, kini padam yang menciptakan kegelapan tanpa setitik cahaya yang menerangi.

"Aaa mama huaaa," terkejut oleh teriakkan sang mama dan karena udara yang panas diakibatkan oleh AC juga ikut mati membuat Yerikho menangis kencang, Alenna langsung memeluk tubuh hangat Yerikho berusaha menenangkan Yerikho dari tangisnya.

"Stt, jangan nangis ya Rikho. Mamah cari hp mamah dulu biar gak gelap ya," sambil terus memeluk Yerikho, Alenna berisaha meraba raba kasur mencari dimana sebelumnya ia meletakkan ponselnya itu.

Duar!

"Astagaa," Alenna memeluk erat tubuh Yerikho, air matanya tak tertahan lagi. Alenna memiliki trauma tersendiri dengan petir namun,mau tak mau ia tak boleh takut demi Yerikho.

Tangan Alenna bergetar saat memegang ponselnya, berusaha menghidupkan fitur senter yang ada di ponselnya. Sedikit cahaya dari senter ponsel Alenna mampu sedikit membuat lega ibu dan anak itu.

Duar!

Sekali lagi suara petir menyambar membuat Alenna tak mampu menahan isak tangisnya, jari Alenna dengan cepat membuka aplikasi telpon kemudian, pandangannya terjatuh pada nama seseorang yang berada di panggilan terakhir pada ponselnya itu.

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang