SC | 10. Bukan Alenna✅

9.7K 486 45
                                    

Happy Reading!

□ □ □

Erlang masih terpaku, matanya terkunci pada balita yang sebelumnya telah memeluk kakinya dengan kedua tangan mungilnya. Tiba tiba, pikiran Erlang tertuju pada satu nama. Alenna, yang ada dipikiran Erlang saat melihat balita tersebut hanya Alenna. Apakah balita mungil itu adalah anaknya? Anaknya bersama Alenna? Sebesar ini kah pengaruhnya pada dirinya, hingga mengira semua balita yang ditemuinya sebagai anaknya dan Alenna. Erlang tau ia akan menghadapi banyak cobaan, Tuhan tidak mungkin membiarkannya dengan mudah bersatu kembali dengan Alenna. Semuanya butuh usaha yang besar, serta doa. Erlang tau.

"Tuan?" Pria paruh baya itu menyadarkan Erlang dari lamunannya, balita yang sebelumnya berada disampingnya menghilang.

"Dimana anak itu?" Tanya Erlang dengan nada datar yang begitu tegas membuat seorang wanita muda menunduk takut.

"Sa--saya mohon maaf pak," seorang wanita dengan nada bergetarnya meminta maaf pada Erlang, balita yang sebelumnya memeluk erat kaki Erlang sekarang telah berada didalam gendongan wanita muda itu.

"Makanya anak itu diurus! Sudah baik saya menerima kamu bekerja disini," wanita muda itu semakin menunduk takut saat mendengarkan ucapan tajam pria paruh baya tersebut.

"Jangan berbicara kasar pada wanita,"gertak Erlang dengan rahang yang mengeras, tatapan dingin dan sinisnya mampu membuat nyali besar pria paruh baya itu ciut seketika.

"Tapi,"

"Kamu, jam makan siang keruangan saya!" Perintah Erlang Dengan suara tegas namun, tidak dengan matanya. Matanya menatap sayu kearah balita dan wanita muda itu.

"Pak,"

"Anda, keruangan saya sekarang!" tatapan sayu Erlang seketika berubah tajam saat pandangannya teralih kearah pria paruh baya yang memimpin perusahaan cabangnya.

Erlang melangkahkan kakinya lebar  menuju ruang kerjanya, tanpa memperdulikan pria paruh baya yang dengan susah payah mengejar langkah lebarnya.

Seluruh pasang mata menatap takut kearah Erlang, wajah tegas serta tatapan mematikannya membuat nyali semua orang ciut namun, tak sedikit pula yang menatap memuja kearahnya yang didominasi oleh kaum hawa.

Erlang membuka pintu ruang kerjanya dengan kasar, membuat pria paruh baya tersebut terlonjak kaget, begitu pula dengan sekertaris seksinya itu.

Brak!

Erlang menggebrak meja kerjanya dan untuk kesekian kalinya pria paruh baya itu terlonjak kaget, entah apa yang terjadi hingga Erlang menjadi semarah ini. Matanya mengkilatkan kemarahan, rahangnya masih mengeras.

"Begitukah cara Anda memperlakukan karyawan anda?" Tanya Erlang dengan tatapan yang mengintimidasi, kedua tangannya ia masukkan kedalam saku celananya.

"Wanita itu sudah keterlaluan, wanita itu akan melunjak jika dibiarkan begitu saja," ucap pria paruh baya itu dengan rasa takut yang masih menyelimutinya namun, ia tak rela jika dirinya disalahkan karena, wanita bodoh tadi.

"Bukan begitu cara memperlakukan wanita!" Gertak Erlang dengan tangan yang mengepal menahan kemarahannya yang bisa meledak kapan saja.

"Ada apa dengan wanita itu hingga anda begitu marahnya saat saya memperlakukan wanita itu dengan kurang baik? Bukankah anda yang biasanya memperlakukan wanita secara kasar dan tak berperasaan?" Tanya pria paruh baya itu dengan sebelah alis yang terangkan, kedua tangannya terlipat didepan dada seolah olah menantang.

Erlang hanya bisa terdiam, semua yang dikatakan pria paruh baya tersebut memang benar. Wanita itu, entah mengapa membangkitkan sisi lain dari dirinya, membangkitkan emosinya dalam dirinya yang telah lama mati. Jantungnya berdetak tak normal, Erlang tau ini bukan cinta. Ia tak mungkin mencintai wanita selain Alenna, Erlang yakin.

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang