Part 14

1K 168 0
                                    

Untung Zyan sigap menangkap Zinse. Kalo tidak gadis itu akan jatuh diatas marmer yang sangat dingin dan tentu saja keras. Matanya terbelak melihat bibir Zinse yang tampak sangat pucat dan membiru. Tubuh Zinse juga sangat dingin, Zyan menempelkan tangannya dipipi gadis itu.

Apa yang terjadi? Batin Zyan.

🌿_________________🌿

Zyan dihantui rasa khawatir begitu juga dengan orang tuanya dan Kylon. Mereka tidak menyangka akan ada penyusup yang berniat mencelakai Zinse.

Kolam tempat Zinse tadi telah dicampuri racun yang berbahaya. Racun itu meresap kedalam kulit kaki Zinse, yang terlalu lama merendam kakinya didalam air kolam.

Zinse terbaring dengan mata terpenjam. Tubuh yang masih dingin dan wajah pucat seperti mayat. Nafasnya juga sedikit tak teratur, membuat hati Zyan ketar ketir.

Zyan mengacak rambutnya menyesal membiarkan Zinse sendirian. Ini juga salahnya mengutarakan kekesalannya pada gadis itu. Hingga membuat Zinse termenung dengan kata katanya.

Sial.

"Mana tabibnya? Lama sekali dia mendapatkan penawar racun sialan itu," Geram Zyan. Wajah tampannya menjadi garang dan menakutkan apalagi mata birunya berubah bergantian menjadi coklat muda terang.

Heana dan suaminya tak bisa berlama lama. Mereka memiliki jadwal rapat yang yang harus dilakukan. Mereka menyerahkan semuanya pada Zyan. Bagaimana pun Zinse adalah tanggung jawabnya.

Kylon sendiri mencari sesuatu untuk menemukan siapa dalang dibalik kejadiaan yang menimpa calon kakak iparnya. Sebenarnya Ia sudah mencurigai seseorang. Tapi Ia tak memiliki bukti untuk menjatuhkannya.

"Pangeran anda harus keluar terlebih dahulu," mohon seorang tabib perempuan paruh baya.

Zyan menatap tajam, tak suka dengan apa yang didengarnya. "Kenapa dia calon istriku?" Desisnya.

Tabib itu bergetar, meneguk ludahnya susah payah. Wajahnya sedikit memerah membuat Zyan mengerutkan keningnya bingung. "Tapi saya ingin membuka pakaian putri untuk mempercepat reaksi penawarnya," ucap tabib itu.

"Jika pangeran disini itu tak baik".

Wajah Zyan bersemu merah, mengalihkan pandangannya. Melangkahkan kakinya keluar tanpa menoleh sedikitpun kebelakang. Tabib paruh baya itu menggelengkan kepalanya heran dan terkekeh kecil.

Apakah pangeran gugup?......

❄❄❄❄❄❄❄❄❄❄

Herclus menatap pria dihadapannya tajam. Wajah tak bersahabat miliknya terlihat menyeramkan dengan aura mengancam.

"Aku akan membawanya pulang," ucap Clus. Maksud hati ingin menjemput Zinse pulang baik baik atas printah pamannya. Malah disajikan pemandangan kakak sepupunya itu dalam keadaan yang memprihatinkan.

Jika terus berada diistana ini, Zinse bisa pulang tinggal nama. Bayangkan jika pamannya Morfion tau, hih membayangkannya saja Clus sampai merinding. Meskipun tak akrab dengan Zinse, Clus menyayanginya. Secuek apapun kakak sepupunya itu, Zinse tetap memperhatikan sekelilingnnya. Dan membantu mereka yang membutuhkan pertolongan.

"Dia tak akan pergi kemana pun. Sebelum sadar dan sehat kembali," ucap Zyan tegas.

Sungguh hari yang menjengkelkan, sampai pagi haripun Zinse belum terbangun dari lelapnya. Disaat Ia ingin menemani Zinse sampai sadar. Herclus datang dan mengatakan akan membawanya pulang. Zyan tak bisa membiarkannya begitu saja.

Zinse hanya bisa pergi dengannya kemanapun. Setelah kejadian ini jangan harap Zyan akan membiarkan gadis itu sendiri lagi.

"Dia belum sah menjadi istrimu," ucap Herclus datar. Mereka berada dikamar Zyan kerena Zinse dibawanya kekamarnya. Bukan kamar sementara yang ditempati Zinse.

"Aku tak peduli. Dia te...".

Ucapan Zyan terpotong merasakan pergerakan dari jari jari tangan Zinse yang dipegangnya. Herclus ikut melihat kemana arah pandangan Zyan.

"Zyan".

Mendengar suaranya dipanggil Zyan langsung memposisikan tubuhnya disamping Zinse. Membuat Zinse bersandar pada tubuhnya. Wajah gadis itu sudah tak terlalu pucat dan bibirnya sudah tak membiru lagi.

Senyum Zyan tak bisa ditahan lagi. Pria itu mengelus rambut putih Zinse dan mengecup kening Zinse lembut.

"Kau haus?".

Zinse mengangguk pelan, tubuhnya masih lemas. Matanya menatap Culs sayu, dibalas senyum tipis oleh pria itu.

Zinse meneguk setengah air yang diberikan Zyan. "Aku lapar," rengeknya manja. Zyan dan Herclus terkekeh melihat perubahan sikap Zinse. Jika sedang merasa sakit Zinsee memang akan manja pada orang disekitarnya.

"Pelayan akan membawakannya untukmu," ucap Zyan.

"Apa yang terjadi padaku?" Zinse berucap pelan menatap Zyan jarak wajah mereka cukup dekat. Herclus mengendus sebal melihat pasangan didepannya.

Wajah Zyan berubah sendu, "Kau keracunan air kolam".

Kening Zinse berkerut samar.

Bagaimana dirinya bisa keracunan. Tak elit sekali rasanya.

"Kau ingat siapa yang meracunimu kak?" Tanya Herclus. Dia juga penasaran dengan seseorang yang berniat buruk pada kakak sepupu cantiknya itu. Apa tujuannya, karena seingatnya Zinse tak memiliki musuh.

Zinse menggeleng pelan, tak ada ingatannya mengenai itu. Yang diingatnya hanya memikirkan ucapan Zyan dan ditanya oleh seorang prajurit itu saja. Tak ada yang memcurigakan menurutnya.

"Tak ada yang menemuiku kecuali seorang prajurit dan Zyan".

"Prajurit?".

_______________________

Voment

Terimakasih buat yang baca... pokoknya luv buat yang bertahan.

The Dragon Princess ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang