𝗙𝗼𝗿𝘁𝘆 𝗢𝗻𝗲。

1K 168 2
                                    

Sangkala berlalu amat cepat. Padahal baru saja ia menikmati swastamita indah ditemani santiran, dengan perasaan gudah.

Sasuke bingung harus melalukan apa. Karena sedari tadi ia menyibukan diri tiada henti hanya untuk distraksi.

Dan akhirnya sekarang tak ada yang dapat Sasuke lakukan selain duduk diam. Perkerjaan rumah sudah dikerjakan semua. Memang ini saatnya untuk bersantai dan menonton acara TV.

Namun Sasuke lebih memilih berdiam diri menatap lurus ke arah depan yang menampilkan pemandangan rumah Sakura. Dilihatnya lampu kamar Sakura menyala, bayangan gadis itu terus berjalan bolak-balik entah apa yang dilakukannya.

Tak lama lampu kamar Sakura padam. Oh iya, Sasuke baru ingat biasa pada jam segini Sakura akan membuang sampah. Mungkin hanya sebentar, tapi ini kesempatan Sasuke.

Segara saja ia berdiri dan keluar dari rumahnya. Sasuke menunggu-nunggu Sakura, supaya ketika gadis itu keluar dari perkarangan rumah bersamaan dengan dirinya yang keluar.

Dilihatnya Sakura membawa dua kantung plastik ditangan yang ukurannya lumayan besar. Di detik saat Sakura membuka pintu pagar, Sasuke melakukan hal serupa.

Sakura melangkah keluar dengan sedikit kesusahan sebab beban yang dibawa, kemudian ia mendongak dan mendapati sosok tampan dengan tatapan polos ke arahnya.

"Sasuke? Ngapain malem-malem keluar?"

"Cari angin aja," jawabnya tanpa berpikir.

Sakura membulatkan bibir dan mengangguk sekilas. Lalu kakinya kembali berjalan, tapi baru selangkah suara lelaki itu menghentikannya.

"Mau aku bantuin?"

Sakura menggeleng pelan untuk menolak. "Gak usah, ngerepotin."

"Gak papa, gak ngerepotin kok."

Sakura terdiam sejenak, sebenarnya tak ada salahnya untuk menerima bantuan Sasuke. Namun Sakura sudah berpikir terlalu jauh, ia takut saja merasa canggung.

Menghela napas sebentar, Sakura menyerahkan satu kantung plastik sampah yang ukurannya sedikit lebih besar pada Sasuke.

Dan Sasuke menerimanya dengan senyum merekah.

"Abis beres-beres rumah ya? Sampahnya banyak banget gak kayak sebelumnya."

Sasuke bukan orang yang pintar membuka obrolan, tapi jika untuk Sakura pasti akan dilakukannya. Tak mungkin mereka akan berdiam hingga sampai ke tempat pembuangan sampah.

"Gak kayak sebelumnya? Lo memangnya merhatiin tiap sampah yang gue buang?" balas Sakura disertai nada candanya.

Sasuke tertawa pelan, yang dibilang Sakura memang benar. Tiap gadis itu keluar untuk membuang sampah Sasuke selalu perhatikan bahkan sampai ukuran kantung plastik sampahnya juga.

"Nggak merhatiin sih, biasanya tiap lagi belajar dari jendela aku liat kamu bawanya satu kantong plastik aja."

"Iya nih, tadi abis bersih-bersih ternyata dibawah kasur gue banyak banget sampahnya. Gue nih jorok banget."

"Awas lho katanya di bawah kasur ada setannya."

"Hahaha... gue mah gak takut sama setan, temen gue aja kayak setan semua."

Sasuke memiringkan kepalanya, wajah Sakura dapat ia lihat lebih intens. "Terus takutnya sama apa dong? Kecoa?"

Sakura tertawa pelan seraya menggeleng. "Gue pemberani, gak takut sama apa-apa."

Lalu kemudian Sakura menoleh pada Sasuke. "Kalo lo gimana? Takut sama apa?"

"Takut kesepian."

"Anjirr keliatan banget jomblonya hahaha..!"

Sasuke tersenyum kecut melihat reaksi Sakura. Walau begitu ada perasaan senang dalam hati melihat pujaan hati tertawa karenanya.

Tangan Sakura terangkat mengelap air mata yang keluar sebab barusan ia tertawa kencang.

"Gak perlu jujur-jujur amat kali. Gue aja bohong, sebenernya gue takut kecoa. Merinding tau kalo liat kecoa."

"Oiya Sasuke, lo tinggal sendiri di rumah ya makanya takut kesepian?"

Sasuke menggeleng cepat. "Aku tinggal berang bunda sama ayah. Cuma sekarang bunda lagi dirawat inap di rumah sakit, jadi ayah lebih sering ke nginep di rumah sakit."

"Lo gak nginep juga?" tanya Sakura. Tadinya sempat berpikir ingin bertanya kenapa ibu Sasuke dirawat di rumah sakit, namun rasanya itu akan membuat Sasuke sedih menurutnya.

"Jarak rumah sakit dari sini jauh. Ribet kata bunda kalo bolak-balik."

"Iya juga sih..." ucap Sakura menyetujui. "Tapi gak papa, 'kan kita tetanggaan jadi lo ga boleh kesepian."

"Kita bakal terus jadi tetangga?"

"..."

"Sakura?"

Sakura mengerjab beberapa kali lalu menatap Sasuke sebelum akhirnya berjalan lebih cepat dari sebelumnya.

"Eh tunggu, kenapa jalannya cepet-cepet?"

"Dari tadi kita ngobrol terus kapan nyampenya. Ayo buruan, lama-lama dingin udaranya."

Sasuke menurut dan mempercepat laju jalannya, karena kakinya yang panjang jadi cepat menyusul Sakura.

Sasuke bertanya dalam diamnya, kenapa Sakura tiba-tiba saja berubah ekspresi padahal tadi baik-baik saja.

Apa mungkin Sasuke salah bicara? Oh tidak, bisa gawat jika itu terjadi.

Setelah melempar kantung plastik sampahnya Sakura segera berbalik pergi masih dengan langkah yang buru-buru.

"Sakura, awas tiang listrik di depanmu!"

Sakura berhenti.

Netra hijaunya menatap ke depan. Jaraknya dan tiang listrik itu sangat dekat. Mungkin jika ia melangkah satu langkah lagi kepalanya akan terbentur.

Memang tadi ia berjalan dengan mata memandang ke bawah, tak sadar jika ia berjalan miring hingga hampir bertabrakan dengan tiang listrik yang memang sejak lama sudah menetap di situ.

"Kepalanya gak papa 'kan?" suara Sasuke terdengar di sebelahnya.

"Gak papa, hampir aja kebentur kepala gue. Gak fokus sih tadi jalannya."

"Syukur deh gak papa."

Sakura mengangguk pelan, setelah itu lanjut kembali berjalan. Walau tak seburu-buru tadi, tetap saja Sakura berjalan agak cepat.

Selama itu mereka ditemani keheningan. Sakura tidak berniat memulai obrolan, dan Sasuke juga hanya diam saja.

Hingga akhirnya mereka sampai pada rumah masing-masing yang letaknya berhadapan.

Sasuke masih ingin lebih lama lagi dengan Sakura, tapi mengingat sudah larut. Toh lagi pula mereka akan bertemu di sekolah nanti.

sticky notes ✓ | sasusakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang