𝗙𝗼𝗿𝘁𝘆 𝗧𝗵𝗿𝗲𝗲。

974 182 6
                                    

Seharian ini Sakura mati-matian ingin mencoba berbicara dengan Sasuke. Mengenai masalah asmara dan juga perpindahannya.

Saat jam istirahat tadi ayahnya menelpon, kata sore ini akan pindah. Sakura tak mengerti mengapa begitu terburu-buru. Apakah ayahnya sudah mengurus semua surat pindah sekolahnya? Entahlah, tapi Sakura yakin itu sudah diatur.

Dan sekarang masalahnya adalah Sakura harus bertemu Sasuke. Biasanya lelaki tampan itu pulang paling terakhir, karena biasanya ia selalu membaca buku sebelum pergi pulang.

Sungguh lelaki yang rajin~

Sudah lumayan lama Sakura menunggu di gerbang sekolah. Tak mau menunggu lebih lama Sakura mau menyusul Sasuke.

Ia kembali masuk ke dalam sekolah. Saat Sakura akan berbelok menuju kelas Sasuke tiba-tiba saja laki-laki itu muncul di depannya. Jika bukan karena gerakan reflek Sakura untuk berhenti, ia pasti sudah menabrak dada lelaki tersebut.

"Eh ngagetin aja..." ujar Sakura. "Udah mau pulang, ya?"

"I-iya..."

"Oh..."

"..."

"Mau bareng?"

"Boleh?"

Sakura mengangguk dengan tegas. "Ya boleh-boleh aja, kenapa juga mesti gak boleh?"

"..."

"Kenapa?"

"Gak papa."

"Dih kayak cewek!" ledek Sakura yang mencoba mencairkan suasana.

Sasuke hanya diam tanpa ekspresi menatap lurus ke arah mata hijau Sakura.

Sekarang Sasuke sudah tahu maksud dari perkataan Sasori saat tadi. Pasti Sasori salah bicara, mungkin maksud lelaki berambut merah itu adalah

Jangan lupa pj dari gue buat lo

atau mungkin

Gue barusan jadian, ntar jangan lupa gue bakalan kasih pj

Namun disingkat kata-katanya menjadi, jangan lupa pjnya.

Jadi intinya Sasori dan Sakura sudah jadian dan Sasori berniat memberinya traktiran atau yang sering disebut pajak jadian kepada dirinya untuk merayakan hubungan mereka. Sungguh menyakitkan.





"Sasuke? Kok bengong? Gue mau ngomong sesuatu nih."

"Gak perlu diomongin kok, aku udah tau," potong Sasuke.

Sakura sedikit terkejut walau tak nampak. "Beneran dah tau?"

Sasuke mengangguk mantap. "Iya."

"Semuanya?" tanya Sakura lagi dengan tak percayanya.

"Iya."

"Siapa yang kasih tau lo?"

"Kak Sasori."

Mendengarnya membuat Sakura mengerucutkan bibir dan menghentakan kakinya kesal. "Ihh jahat amat, padahal gue pengen sendiri bilang ke lo."

"Gak papa, sama aja mau dikasih tau sama kak Sasori atau kamu sendiri rasanya sama. Sama-sama sakit."

Tentu saja bagi Sakura tidak sama. Kenapa bisa Sasori yang bilang kepada Sasuke sendiri mengenai perasaannya dan juga tentang perpindahannya?! Seharusnya Sakura yang harus bilang sendiri.

Melihat perubahan raut wajah Sakura, Sasuke segera buka suara. "Aku paham kok, kalo udah begini gak bisa ngapa-ngapain lagi."

Sakura mengangguk lesu. "Iya..."

"Kalau kamu gak suka sama ak-"

"Kenapa juga gue harus pindah sihh?"

Eh?

Sasuke diam agak lama, mencerna dengan baik perkataan Sakura barusan.

"Kamu mau pindah?" tanya Sasuke akhirnya.

Sakura menatapnya cepat. "Iya, lo bilang sendiri bang Sasori udah kasih tau ke lo."

sepertinya salah paham.

"Pindah rumah? Pindah sekolah? Kapan???"

"Nanti sore."

Rasanya berita ini lebih menyakitkan dari mendengar Sakura jadian dengan Sasori. Walau Sakura jadian dengan Sasori, Sasuke masih bisa memperhatikan Sakura dari jauh, bisa memastikan gadis itu senang atau tidak. Tapi kalau pindah...?

"Bukan itu aja yang mau gue omongin." Sakura membuka suara lirih.

Sasuke tak siap mendengarnya. Ia takut jika Sakura bilang akan pindah keluar negeri.

"Bilang apa?" jawab Sasuke tak kalah lirik.

Sedikit menarik napas pelan Sakura sebelum lanjut bicara. "Tentang puisi dari lo... gue udah baca kemaren malem sehabis buang sampah. Puisinya bagus. Gue suka."

Sasuke tertegun. "Makasih."

Sakura menutup rapat-rapat matanya. Ia meremas rok sekolah miliknya hingga kusut. "Sebenernya... gue juga suka sama lo!"

hah?

sticky notes ✓ | sasusakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang