𝗙𝗼𝗿𝘁𝘆。

1K 166 1
                                    

Sakura baru menapak kaki pada lantai teras rumah. Ia mengambil kunci dari dalam tasnya, setelahnya angin berhembus cukup kuat hingga menerbangkan surai merah mudanya.

Sedikit dirapikan rambutnya Sakura baru akan membuka pintu itu dengan kunci ditangan. Namun ia terkejut, akibat dorongan angin barusan pintu terbuka begitu saja. Artinya di rumah ada seseorang.

Sakura sudah bisa menebaknya siapa.

Ia melangkah masuk, kakinya berjalan mengikuti arah suara yang didengarnya.

Hingga Sakura sampai di depan kamar orang tuanya. Pemandangan sang ayah yang mengambil pakaian dan menaruhnya di koper memenuhi netra. Sakura mendesah lelah.

"Jadi ya, yah?"

Kizashi menoleh hulu dan mendapati putri semata wayangnya duduk lesu di atas kasur.

"Kan ayah udah bilang berkali-kali, jadi dong. Kamu udah beresin pakaian belom? Mau ayah bantuin?"

Sakura menggeleng lesu, ia mencebikan bibir. "Gausah aku bisa sendiri."

"Ayah, kenapa gak tinggal di sini aja?" tanya Sakura setelahnya.

"Setiap ngeliat rumah ini, ayah rasanya sedih trus. Sakura juga 'kan?"

"Iya sih, tapi 'kan di sini banyak kenangannya. Trus kasian bunga-bunga yang udah aku tanem, ntar gak ada yang nyiramin."

Kizashi tersenyum seulas, wajah lelahnya selalu nampak. Sakura sering merasa menjadi anak yang tak berguna.

"Kapan-kapan kamu bisa ke sini buat nyiram bunga."

Sakura menjawab kembali. "Aku udah terlanjur nyaman di sini. Aku suka taman bunga yang udah aku buat, aku suka kamarku, aku suka halaman depan rumah, aku suka tetangga- maksudnya orang disekitar sini."

"Sakura," panggil Kizashi pelan. "Kita udah bicarain ini sebelumnya 'kan? Sakura bilang setuju. Udah sana jangan ngeluh mulu, beresin baju-bajumu."

"Iya ayah."

Mengalah.

Sakura bangkit dari duduk dan berjalan gontai menuju kamarnya sendiri. Ia tidak suka ini, ia tidak mau pindah.

Tapi mau bagaimana, ia tak bisa membantah.

sticky notes ✓ | sasusakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang