bab 3

209 116 8
                                    

Malam yang dingin dan hujan semakin lebat membuat Bulan semakin takut, di tambah dengan suara gemuruh petir dan sekelebat angin, membuat keadaan menjadi seram.

Gadis yang takut dengan hujan, tidak seperti gadis pada umumnya, Bulan sudah mencoba untuk memberanikan diri agar ketakutannya semakin berkurang.

Suara petir yang bergemuruh dengan keras membuatnya segera menelpon langit untuk singgah sebentar menemani bulan sampai hujan benar-benar berhenti.

"Ada apa telpon?."

"Aku takut."

"Tunggu ya abis ini aku kerumah."

"Cepetan."

"Sebelum kamu telpon aku sudah niat untuk ke rumah kamu, ini aku lagi beli makan pasti kamu laper."

"Sempet sempetnya hujan lebat kaya gini kamu mikirin makanan, aku jadi kamu mikirin."

"Udah ngomelnya?, kalau kamu masih ngomel gini, aku gak berangkat berangkat jadinya."

"Iya iya udah."

"Ya udah, aku matiin."

Bulan beruntung memiliki Langit, cowok ganteng dan galak saat ia sedang menjalani mos di kampus, kini Langit menjelma sebagai cowok yang sangat romantis dan penuh perhatian.

Flashback on

"Hey kamu kenapa telat!." Ucap salah satu senior perempuan.

"Di rumah ada jam kan kenapa kok bisa telat!." Ucap salah satu senior laki laki.

"Maaf kak."

"Maaf maaf!! Kamu masuk harus jalan jongkok!!."

"Tapi kak, masa jalan jongkok."

"Mau bantah?."


Saat aku mau jalan jongkok tiba tiba ada sebuah uluran tangan, lantas aku menengok ke arah pemilik tangan tersebut.

"Ayo bangun." Ucap cowok tersebut

Aku menggenggam tangan senior itu.

"Udah kamu masuk aja gpp, lain kali jangan telat."

Aku tersenyum dan menganggukan kepala. Setelah itu aku meninggalkan mereka.

Flashback of

Beberapa menit akhirnya Langit sampai di depan rumah, sambil membawa banyak sekali kresek makanan.

Bulan yang tertegun melihat tingkah Langit membuatnya tertawa.

"Ngapain tertawa?."

"Kamu ada ada aja, ngapain bawa banyak makanan?, mau slametan apa." Ucap Bulan yang masih tertawa.

"Ya gpp, kan dingin gini enak nyamil makanan, mangkanya aku beliin banyak buat kamu.

Bulan yang melihat baju Langit yang setengah basah karna terkena hujan, lantas ia mengambilkan handuk dan membuatkannya teh hangat.

"Masih dingin?."

"Masih, agaknya aku butuh pelukan."

"Aku tampol nih pakek panci."

"Yah jangan dong, nanti mukaku gambar pantat panci gimana?"

"Bodoamat kan yang punya wajah kamu bukan aku." ucap bulan sambil tertawa.

"Jahat yaa." langit menarik hidung bulan.

"Iya iya ampun ampun."

"Ya udah nih makananya taruh di piring dulu"

Mereka tenggelam dalam hangatnya kebersamaan.

Sampai kapanpun aku akan memperjuangkan cinta kita Bulan .

Biarkan aku yang pergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang