23 - Incident

623 97 6
                                    

Tzuyu termenung menatap pria di hadapannya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Kau itu egois!"

Taehyung tertawa kecil, kemudian mendecih karna tidak percaya dengan apa yang diucapkan wanita dihadapannya. "Aku pikir kau adalah perempuan yang sangat pintar. Tapi ternyata aku salah menilaimu."

"Ya, memang! Aku memang tidak sepintar engkau. Tapi aku punya perasaan, tidak seperti dirimu." Tzuyu yang tersulut emosi berdiri dari tempat dia duduk, lalu menunduk hormat. "Terima kasih atas waktunya."

Taehyung membuang wajahnya, menatap pantulan Tzuyu yang melangkah pergi dari cermin caffe, tempat mereka bertemu janji.

____

Sepulang sekolah, Jungkook keluar dari dalam bus setelah sampai dihalte dekat rumahnya. ia melepas earphone di salah satu telinganya dan berjalan melewati jalanan menanjak untuk sampai kerumahnya.

Namun perhatiannya kini beralih kearah bangku taman, ia melihat sosok Tzuyu yang terduduk sambil menyeka air matanya.

"Tzuyu-shi, kamu kenapa?" Jungkook menghampiri gadis itu yang kini mulai menunduk. "Apa kau menangis?" Ucapnya kebingungan. Mulai hari ini masa pembelajaran Tzuyu dikelasnya sudah habis. Jadi mereka tidak bertemu disekolah.

Karna kesedihan yang sudah sulit untuk di ungkapkan, Tzuyu mendadaknya bangkit dan langsung memeluk erat tubuh tegap Jungkook.

Jungkook tentu saja terkejut, tangannya gemetaran saat berusaha untuk mengusap bahu milik Tzuyu. "Kau, Kenapa? Apa kau, sedang ada masalah?"

"Biarkan seperti ini, -kumohon." Isak Tzuyu, menyadarkan kepalanya didada milik Jungkook sambil menahan tangis.

____

"Aaah, segar sekali."

Jeongyeon sedari tadi tak berhenti merutuki kelakuan sang bibi, yang membuatnya terjebak dalam suasana yang benar-benar menyebalkan.

Disini, di sudut kamar santai dekat balkon rumahnya. Jeongyeon dan sang bibi, juga tidak lupa Jimin yang menginap sejak tadi malam, sedang bermain kartu untuk mengisi penat yang melanda. Mereka juga menyesap teh leci yang bibinya bawa sebagai oleh-oleh.

Sedari tadi tidak dapat di pungkiri, Jeongyeon mencuri-curi pandang kepada Jimin yang terduduk santai dihadapannya. Lelaki itu tampak imur memakai piyama Coklat bermotif pisang, milik Jungkook.

"Aku seperti nya menyerah saja, deh. sekarang sudah hampir jam makan siang, jadi aku harus membantu ibumu memasak. Atau nanti dia akan mengamuk seperti macan, Aumm." Ucap Sang bibi, meraung seperti singa.

Lalu sang bibi menepuk pundak milik Jimin. "Lakukan apa yang ingin kau lakukan padanya, Biar bagaimana pun bibi juga pernah muda dulu." Lalu semakin mendekat untuk membisikan sesuatu. "Karna ini rumah orang tua nya, lakukan dengan hati-hati. Tenang saja akan ku pastikan tidak ada yang mengintip."

Sebelum pergi sang bibi sempat tersenyum, membuat jeongyeon membalasnya dengan senyum palsu karna masih merasa sebal.

"Dasar, ibu dan anak sama saja! Tidak Jihyo tidak ibunya sama-sama menyebalkan." Jeongyeon kemudian membereskan kartu yang sudah berceceran dimeja santai sedari tadi. Kini fokusnya tertuju dari Jimin yang menatapnya dengan tawa yang tertahan.

"Ada yang lucu!?" Ucapnya, judes.

"Wah, sekarang kau sudah lebih berani, ya. Sudah bisa marah-marah padaku." Goda Jimin, Jeongyeon mencebik.

Meski merasa kesal, Jeongyeon tidak dapat menutupi rasa gemasnya melihat Jimin berpenampilan seperti ini, "Aku tidak pernah melihat mu dengan pakaian seperti itu. -Ternyata sangat cocok denganmu, ya."

Jimin malah mendekat, membuat perasaan was-was langsung melanda didalam benak Jeongyeon.

"Baiklah, jadi -kau suka aku berpakaian seperti ini?"

"Tidak, maksudku iya. Tapi bukan begitu-"

"Aku penasaran apa bibi sudah mengunci pintunya." Bisik Jimin, yang sukses membuat seluruh tubuh Jeongyeon merinding bukan main.

___

Sekarang sudah hampir jam sepuluh malam. Tapi sosok yang ditunggu belum juga pulang. Saat pagi hari, Jihyo pamit untuk mengurus surat lamaran kerjanya di salah satu kantor penerbit yang cukup jauh dari tempat ini. Tapi sangat mengkhawatirkan karna dia pergi sangat lama, tanpa memberi kabar.

"Dimana anak itu?" Sang bibi hanya mengigit jari nya sambil menatap khawatir ke arah pintu. Mereka saat ini berkumpul dimeja makan, untuk berusaha menghubungi Jihyo.

"Punyaku juga sama, Nuuna. Tidak mau tersambung." Jungkook berusaha untuk menelpon ponsel milik Jihyo, tapi tidak diangkat.

Saat Jeongyeon mencoba untuk mengetikan pesannya kekontak ponsel milik Jihyo, tiba-tiba sebuah panggilan tak terduga masuk.

"Taehyung? --Hallo."

"Apa itu Jihyo?" Tanya sang bibi, khawatir, Jeongyeon menggeleng samar.

Jeongyeon mulai pergi lebih jauh untuk menelpon dengan bebas. "Katakan saja, aku siap mendengarnya."

Namun sesuatu dibalik itu bukanlah hal yang dia harapkan.

___

Saat sampai dirumah sakit, sang bibi mulai menangis tersedu sedu. Ternyata kondisi Jihyo cukup parah dari apa yang mereka bayangkan.

Sang bibi masuk keruang ICU bersama dengan Jungrin untuk menenangkannya. Disini hanya ada Jungkook dan Jeongyeon yang menatap dari pintu kaca dengan rasa iba.

Jungkook tak dapat menahan rasa sedihnya, oleh karna itu dia memutuskan menyembunyikannya dengan pergi kekamar mandi. Dia memang anak yang selalu menyembunyikan kesedihannya dengan cara mengyingkir dari keramaian.

Sedangkan disini, di salah satu kursi tunggu, Jeongyeon menahan tangis sambil mengutuk dirinya sendiri. Seharusnya dia mengantar sepupunya tersebut tadi pagi. Dia menyesal karna yang dia lakukan adalah percaya dengan gadis pembangkang itu.

"Jeongyeon."

Samar samar suara panggilan terdengar. Dan ketika Jeongyeon melirik, ternyata itu berasal dari Taehyung yang sudah selesai dengan jam kerjanya. Lelaki itu berjalan kearahnya dengan stetoskop yang masih menggantung dilehernya.

"Aku tidak tahu kalau akan berakhir seperti ini-" Saat jeongyeon berdiri, tangisnya pecah. Membuat lelaki itu mulai memeluk tubuhnya dengan erat.

"Ini bukan salahmu." Taehyung mengelus pelan punggung milik Jeongyeon. "Aku akan berusaha supaya sepupumu cepat pulih."

"Tapi dia, terlihat parah." Ucapnya, menahan segukan.

"Dia akan sembuh. Aku berjanji."

Dan di penghujung lorong ,Jungkook yang baru saja keluar dari kamar mandi melihat kejadian itu. Ia lebih memilih untuk menghentikan langkahnya. Menunggu dua orang itu selesai dengan urusannya.

MY SECRETARY YOO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang