Who is The Winner?

384 23 12
                                    


"Persoalan 'siapa cepat dia dapat', apa itu bener-bener berlaku di a love story?"~Evlan Nicfamel Effycho.

Pesawat telah lepas landas dari Haneda Airport. Dalam beberapa tahun ini Tokyo benar benar berubah pesat. Segalanya semakin canggih. Sebelumnya, ia hanya melihat indahnya kota Tokyo dari youtube saja. Berkuliah dan menghabiskan beberapa tahun di negeri Sakura, sebenarnya dirinya sendiri masih belum percaya hal ini benar-benar terjadi.

"Saya mau tidur sebentar," ucap Alna pada Aura-Assistant Manager di sebelahnya. Alna tetaplah Alna. Tak peduli di manapun, yang penting tidur dan bermalas-malasan adalah hal utama.

Saat kedua mata Alna mulai terpejam, ingatan sepuluh tahun lalu seketika terlintas. Ngomong-ngomong, bagaimana dengan kabar orang itu? Terhitung sudah dua tahun kiranya ia bisa beraktifitas normal. Terakhir Alna bertemu dengannya adalah enam tahun lalu.

"Um, kalau sudah sampai di Jakarta, ingatkan saya untuk buat janji sama seseorang."

Setelah menempuh sekitar delapan jam perjalanan di udara, akhirnya pesawat telah landing di bandara Soekarno-Hatta. Semua penumpang sudah bergegas. Bahkan beberapa rekan kerja Alna sudah rapi tempat duduknya dari barang-barang. Tetapi beda dengan Alna. Aura sudah berusaha membangunkan Alna dan meneriakinya berkali kali. Namun sekali kebo, tetaplah kebo.

Akhirnya setelah sepuluh menit perjuangan, Alna pun bangun. Aura dan Alna segera beranjak keluar pesawat. Alna menghirup udara dalam-dalam. Ini dia. Ketemu lagi, jekardah, batin Alna.

"ABANGGG!" teriak Alna dengan heboh saat ia sudah berada di luar bandara, dan melihat keberadaan Alfin yang sedang menggendong batita perempuan yang sangat mirip dengan abangnya itu.

"Dih lo ini kaya abis terpisah berabad-abad aja. Lepasin ih. Kasian si Azkia." Alfin menepiskan tangan Alna agar menjauh darinya. Tatapan orang-orang di sekitar juga membuatnya sedikit tidak nyaman.

"Ehh ada keponakan. Halo keponakann." Dijawilnya pipi gembil Azkia. "Sini yok gendong tantee. Eh buset, gue gak setua itu. Tak gintung gintungg. AMPUN GEMOY." Rasa rasanya, pipi gembil itu ingin Alna gigit seperti saat ia menggigit sebuah bakpau yang lumer isinya.

"Kak Ria mana? Ga ikut?" tanya Alna mencari-cari keneradaan kakak iparnya.

"Engga. Sengaja semua dilempar ke gue biar dia bisa rebahan di rumah."

"Biarin aja kali, Bang. Lagian kak Ria pasti capek. Yaudah yuk pulang. Capek gue."

"Oh iya, makasih ya, Ra. Saya duluan. Kamu juga hati-hati, ya."

Alna pun menyusul Alfin dan Azkia setelah berpamitan dengan Aura, dan memyampaikan pesan titipan Alna saat di peaawat tadi. Menemui seseorang. Alna berniat membuat janji besok pagi. Namun, ah sudahlah. Berduaan dengan kasur kesayanganlah yang utama.

"Ini bocil napa belom tidur. Udah malem juga."

"Dia mah ngikut terus kalo gue keluar. Kan lo tu sendiri, setiap gue berangkat kerja, drama heboh anak-anak dimulai." Alfin terkekeh.

"Pengen banget gue punya keluarga kecil berencana."

"Keluarga kecil bahagia, bego. Tidur aja deh lu."

Badan Alna terasa pegal. Ia baru sadar ternyata dirinya kini cukup tua. Sudah seperti nenek-nenek yang tidak kuat jongkok terlalu lama. Entah mengapa Alna merasa, semakin bertambah usianya, semakin menggebu jiwa mageritasnya.

"Ayo dek udah nyampe."

"Si Azkia udah tidur."

"Sini gue aja yang gendong. Lo masuk aja."

FREEZE? UNFREEZE! (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang