Achievement

396 28 13
                                    


"Semua orang berhak merencanakan jalan hidupnya masing-masing."~Alnaya Martasya Alleric.

"Al? Kamu gapapa? Ini pasti taruma pasca accident. Al, kamu masuk kamar sana. Istirahat."

"Mama! Al baik baik aja. Al cuma mau cerai, dan jauh dari Evlan. Itu aja, Ma!"

Rena kira hubungan Alna dan Evlan sudah membaik. Namun ternyata, tidak sama sekali. Alna lagi-lagi bersikeras kepadanya untuk mengurus perceraian Alna.

Ini bukan sekali, dua kali, atau ketiga kalinya. Ini sudah berkali kali. Ditambah lagi, Rena tak melihat Evlan menyanggah permintaan Alna untuk berpisah. Hal ini membuat Rena yakin, keputusan ini sebaiknya tidak dijalankan lebih jauh. Sepertinya, Evlan dan Alna bukanlah potongan puzzle yang bisa saling menyatu.

Semuanya bergeming. Tak ada yang menanggapi ucapan Alna. Sebenarnya, setelah dipikir pikir jika Dellyna menjadi Alna, ia juga pasti akan memberontak. Secara mereka bahkan tidak ada akur-akurnya.

"Ma." Manik mata Alna menatap Rena dan Tika secara bergantian. "Mama tau? Orang itu punya batas sabar, Ma. Al juga punya. Dan Al sekarang udah gak tahan lagi. Hidup dikekang sama jeruji besi tanpa alasan yang jelas kaya gini, Ma. Mama pikir Al gak punya cita-cita?" Alna memukul keras keras dadanya yang terasa sesak.

Dellyna membantu Alna kembali duduk di sofa. Dellyna tak tega melihat sahabatnya seperti ini. Mungkin, baik Rena-Dodyc atau Tika-Alno tidak mengetahuinya, karena memang sengaja Alna sembunyikan. Tapi, Dellyna menyaksikan bagaimana benteng pertahanan Alna perlahan rapuh.

"Al," panggil Rena. Hati ibu mana yang tega melihat putri kecilnya, yang ia besarkan dengan cinta selama ini, yang terlihat tegar selama ini, hancur berkeping keping dihadapannya seperti ini. "Kamu yakin mau pisah? Kita sengaja nikahin kalian, tujuannya bukan cuma sekedar janji aja. Kita bantuin kalian supaya akur, nepatin janji Devan."

Alna tertegun. Jadi selama ini, bukan sekedar janji konyol antara kedua orang tua? Jadi... Apakah Evlan juga ada dibalik semua ini?

Ditariknya lengan Alna oleh Dellyna. "Ikut gue."

"Ih kemana. Gue belum selesai."

"Oba-san, pinjem Alna sama Evlannya dulu ya. Biar mereka bicarain dulu." Dellyna juga menarik Evlan agar ikut bersamanya.

Dellyna membawa mereka ke kamar Alna. Setelah itu menutup pintunya, dan meninggalkan mereka berdua di dalam. Pintu itu mungkin sudah Dellyna kunci. Jika tidak seperti ini, mereka akan memutuskan segala sesuatu dengan gegabah.

"Sialan Dellyna! Dikunci. Aih." Alna menghentak-hentakkan kedua kakinya. Sungguh hidupnya mengapa senaas ini.

Gadis itu berjalan menuju kasur, dan duduk di tepiannya sambil mengacak-acak rambut coklatnya.

Evlan ikut duduk di sebelah Alna. Tatapannya masih datar. Lelaki itu sedari tadi belum merespon apapun. Jangankan merespon, raut wajahnya saja tidak berubah sama sekali.

"Emm.. Al," panggil Evlan kepada Alna yang masih belum mengendalikan amarahnya.

"Diem! Ato gue bunuh!"

Evlan kicep. Baru kali ini ia mendengar entah ucapan, umpatan, atau mungkin cacian dari Alna yang langsung membuat Evlan menelan ludah.

Tragedi akhir-akhir ini bukan hanya membuat fisik Alna memburuk, namun mentalnya juga. Mungkin tidak ada yang tahu, namun sejak Alna pulang dari rumah sakit, ia susah bisa tidur. Jangankan menutup mata, untuk berbaring di kasur saja tubuhnya sangat gelisah.

Hatinya tidak tenang. Kejadian kejadian tak terduga selalu datang beruntut seperti kereta api yang tak ada ujungnya. Saat ini ia hanya butuh seseorang yang mengerti dirinya.

FREEZE? UNFREEZE! (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang