Yoona POV
"Terima kasih," aku membungkukkan badan ku sambil menerima satu kantong plastik dari sosok di depan ku dengan jas putih yang membaluti tubuhnya.
"Iya sama-sama. Semoga lekas sembuh," ujarnya. Aku hanya mengangguk dan tersenyum simpul padanya.
Hari ini begitu melelahkan, aku berjalan kaki menuju rumah. Karena dari tadi aku menunggu angkutan umum, tidak datang datang juga. Ya mau tak mau aku harus jalan kaki, lagian agak lumayan dekat menurut kaki penjelajah seperti ku, mengingat waktu SMP aku selalu ikut hiking. Sungguh seru.
Angin menerpa tubuh ku. Walau awalnya terasa dingin, tapi ketika dirasa lebih lama ini lebih menyejukkan. Aku memutarkan musik dan menyumpal telinga ku dengan earphone. Berjalan dengan mengikuti Irama lagu, itu sungguh membuat ku lebih baik dari sebelum-
PLETAK...
Aku meringis kala satu batu kerikil jatuh di atas kepala ku. Tidak sakit, tapi agak mengejutkan juga untuk ku. Aku mencari pelakunya. Tapi tidak ada siapapun di sini, setelah di pikir-pikir sepertinya pelaku itu berasal dari atas.
Aku mendongakkan kepala ku dan melihat sosok itu dari bawah sini. Sedangkan sosok yang tak asing menurut ku, dirinya duduk di atap dengan kaki yang menjulur ke bawah, jika ada yang mendorongnya. Pasti sudah tiada sekarang.
Dirinya masih memakai baju sekolah. Aku menelisik wajah itu lebih jelas. Sungguh sulit mengenalinya, terlebih lagi wajahnya yang sedang menunduk.
Awalnya aku tak mau menghiraukannya dan akan berlangkah pergi, tapi aku menghentikan langkah ku setelah sadar bahwa sosok yang bertengger di atap adalah Suga. Spontan aku langsung memanggilnya.
"Suga!" Panggil ku.
Benar dugaan ku. Dirinya mendongakan kepalanya mencari sumber suara. Dan akhirnya matanya menangkap eksistensi ku.
"Yoona!!" Teriaknya.
"Jangan lompat!!!" Ujar ku setelah menyadari Suga akan melompat dari atap gedung tak terpakai yang terdiri dari tiga lantai. Entah mencari jalan pintas untuk menemui ku, atau dirinya sudah bosan hidup.
Suga menepuk jidatnya. Mungkin dirinya merasa salah akan melompat langsung. Jadi Suga turun menaiki tangga, aku menunggunya di depan gedung.
Beberapa detik kemudian, Suga sudah berada di depan ku. Dirinya mematung, dan menatap ku berbinar.
"Suga, kenapa kau tidak di se-"
Ucapan ku terpotong karena Suga langsung memeluk ku erat. Seperti orang yang tak mau kehilangan. Aku tidak mengerti, kenapa dirinya bisa seperti itu?
Dirinya menjeda pelukan itu dengan menangkup wajah ku. Tak ku sangka air matanya mengalir begitu saja dari pipi Suga. Untuk kedua kalinya Suga menunjukkan mutiaranya di depan ku.
"Suga kau ke-"
Aku dipeluk kembali. Pelukannya begitu erat, hingga aku sulit untuk bernafas. Ku dengar isakan Suga, ternyata Suga masih menangis. Mungkin dirinya sedang dalam kesulitan, itulah mangkanya dirinya butuh sandaran.
Aku tahu ini bukan saatnya. Tapi aku tak bisa memungkiri bahwa jantung ku berdetak lebih cepat, pipi ku mulai memanas. Aku takut Suga mendengar detak jantung ku. Tapi, kurasa memberinya ketenangan akan lebih penting sekarang.
Aku menepuk-nepuk punggungnya. "Sudahlah Suga, jangan me-"
"Jangan pergi dari ku Yoona. Aku mohon, hidupku terasa hampa, jika kau tak ada. Aku merasa kesepian. Aku mohon jangan pergi. Aku memang bodoh, aku tidak tahu apa kesalahan ku. Yoona tolong marahi aku karena kesalahan ku. Tapi ku mohon jangan memilih pergi untuk menghindar dari ku." Ujar Suga dengan suara serak karena isakan tangisnya dan memeluk ku lebih erat.
