Happy Reading
.
.
.
Pertama kalinya Wonwoo merasa bersyukur akan hidupnya yang sekarang. Selama hidupnya ia tidak pernah satu kalipun merasa bersyukur juga sebahagia ini. Wonwoo tidak menyangka akan merasakan bagaimana hangatnya sebuah keluarga yang sesungguhnya. Apa yang terjadi padanya saat ini tidak pernah terpikirkan olehnya, ia kira waktu percobaan bunuh diri wakth itu ia akan benar-benar pergi dengan tenang tanpa bisa merasakan apa itu yang namanya kehangatan sebuah keluarga.
Nampaknya Tuhan berkata lain. Tuhan begitu peduli padanya, hingga tidak mengijinkan dirinya untuk kembali kesisinya dan memberikan kesempatan kedua untuk dirinya bisa merasakan bagaimana hangatnya sebuah keluarga. Juga bagaimana keluarga itu yang sebenarnya. Bukankah Tuhan begitu baik ? Meskipun diawal ia harus merasakan bagaimana sakit dan sulitnya hidup, tetapi sekarang Tuhan membalas kesabarannya dengan suatu kebahagiaan. Wonwoo tidak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan ini.
Tak terasa Wonwoo telah tinggal selama satu bulan dirumah keluarga Kim dan menjadi bagian dari keluarga mereka. Bahkan mereka tidak segan mengakui dirinya sebagai keluarga kandung mereka, hingga tanpa sepengetahuannya telah mengganti nama belakang yang dulu diberikan oleh ibunya. Sekarang ia adalah Kim Wonwoo, bukan lagi Jeon Wonwoo yang selalu terluka setiap harinya dan Kim Wonwoo tidak akan pernah lagi merasakan hal itu.
Wonwoo dan Mingyu menjadi begitu dekat layaknya kakak beradik. Tanpa sadar Wonwoo telah menerima kehadiran remaja yang lebih tinggi darinya itu dan selalu bersamanya setiap hari tanpa ada perasaan risih. Dulu ia memang sangat risih dengan sikap Mingyu yang selalu mengganggunya setiap berada disekolah, tetapi kali ini tanpa Mingyu ia akan merasa kesepian. Apalagi dengan Mingyu yang masih bersekolah, tidak dengannya yang selalu berada dirumah dalam masa pemulihan. Bahkan dalam benaknya ia tidak pernah berpikiran akan kembali bersekolah, rasa sesak itu masih dapat dirasakannya. Rasa sesak perlakuan mereka kepada dirinya.
"Kenapa kau melamun ? Ada yang mengganggu pikiranmu ?" tanya seseorang yang tengah berbaring diatas kasur King Size dengan menatap seseorang yang duduk disampingnya dengan pandangan sulit diartikan.
Siapa lagi jika bukan Wonwoo yang semenjak Mingyu pulang dari sekolah masih lengkap dengan seragam sekolahnya masuk kedalam kamar dan membuatnya harus mengingat paksa bagaimana rasanya berada disekolah. Apakah ia trauma akan namanya sekolah itu ? Ataukah justru ia memang ada keinginan untuk kembali sekolah dengan identitas barunya ? Jikapun iya, apakah mereka akan tetap membullynya ataukah sebaliknya ?
"___sepertinya kau rindu sekolah, Wonwoo-ya." tambah Mingyu ketika sang lawan bicara hanya diam tanpa berkata sepatah katapun.
Wonwoo masih saja diam tak bergumam dengan kedua mata rubahnya menatap Mingyu. Mingyu mulai risih ketika Wonwoo kembali diam seolah menjadi bisu. Ia bangkit dari posisi tidurannya dan duduk saling berhadapan dengan Wonwoo. Mingyu bukanlah anak yang bodoh atau dapat dibodohi. Dilihat dari pancaran kedua mata teman yang telah menjadi keluarganya ini terlihat jika Wonwoo memiliki keinginan untuk sekolah. Lihatlah bahkan semenjak tadi kedua matanya terus memperhatikan seragam sekolah yang tengah dikenakan oleh Mingyu.
Wonwoo menarik sudut bibirnya membentuk senyuman tipis sembari memeluk bantalnya, "Aku tidak pernah berpikiran sampai sana, Mingyu-ya. Aku lebih nyaman seperti ini dan membantu eomma dirumah."
Wonwoo memang dalam pemulihan, namun sesekali ia membantu Nyonya Kim untuk mempersiapkan kebutuhan untuk sarapan atau makan malam. Ia tidak ingin terus diam ketika orang lain sangat sibuk, meskipun Nyonya Kim terus menyuruhnya diam dan melarang dirinya untuk tidak membantunya. Tapi ia bukanlah anak penurut, justru terbilang keras kepala dan alhasil Nyonya Kim yang lelah terus berkata hanya pasrah membiarkan Wonwoo membantunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[S1] The Beginning Of Our Destiny [DIBUKUKAN]
Fanfiction[OPEN PRE-ORDER TANGGAL 1-7 SETIAP BULANNYA ] Dia tidak mengerti mengapa kehidupannya berbeda. Ada luka yang terus berulang tanpa tahu dengan apa ia dapat mengobatinya. Luka batin saat dimana ia dikucilkan, diabaikan, sampai tak diharapkan. Dia san...