Happy Reading
.
.
.
Hari-hari telah berlalu dengan cepat. Wonwoo yang telah kembali ke rumahnya mulai mencoba menerima perlakuan sang ibu yang belum terbiasa. Ia tidak menyangka jika ibu yang dulu sangat membencinya ini berubah dengan sangat drastis. Ibunya memberikan apa yang diinginkannya semenjak dulu, yaitu kasih sayang yang tiada tara. Ya. Keinginan yang cukup sederhana bukan ? Namun perjuangannya yang cukup panjang untuk mendapatkan apa yang diinginkannya itu.
Jam menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, Wonwoo baru saja selesai mandi dan menyiapkan diri untuk berangkat sekolah. Sekolah yang juga banyak berubah untuknya. Teman-teman yang dulu selalu membullynya dan menatapnya jijik, sekarang mereka tak pernah tertinggal menyapa dirinya ketika ia melewati koridor. Senang ? Tentu saja. Tapi rasa senang itu tak benar-benar membuat Wonwoo seratus persen senang dan bahagia. Perasaan itu hanyalah kebohongan belaka.
Mereka memberikan perhatian terhadapnya rasanya sangat sia-sia. Sudah ia jelaskan jika apa yang mereka lakukan sekarang ini telah membuatnya terjatuh semakin dalam. Entah harus bagaimana lagi ia menata hidupnya yang sudah hancur berkeping ini. Mengapa mereka harus memberikan semua ini ketika dirinya telah diambang batas kesabaran ? Tidakkah kesalahan mereka sangat besar terhadapnya ? Dan ya. Kata maaf tidak ada artinya untuk Wonwoo. Mereka semua terlambat menyadari kesalahannya.
Seandainya mereka tak membuatnya terluka berkali-kali lipat, mungkin saat ini ia akan sangat senang menerima permintaan maaf dan sikap hangat mereka terhadapnya. Sekarang, Wonwoo tak bisa menerima semua itu. Hatinya telah mati. Yang ingin Wonwoo lakukan adalah pergi menjauh dari kehidupan mereka. Ia sudah mendapatkan apa yang sejak dulu inginkan, jadi ini saatnya ia untuk pergi bukan ?
"Sayang kau sudah siap ?" suara itu menyadarkan Wonwoo yang baru saja selesai mengenakan almamaternya.
Wonwoo menatap kearah pintu dan disana seorang wanita cantik yang tak lain adalah sang ibu tersenyum hangat kepadanya. Tak lupa juga membawa nampan yang dimana diatasnya terdapat sepotong roti berselai cokelat dan segelas susu hangat. Memang bukanlah makanan yang pas disaat ujian tengah berlangsung, tapi ia yang memintanya. Hari ini adalah hari terakhir ujian sekolah. Dimana selama beberapa hari ini Wonwoo jarang keluar kamar dan selalu belajar, membuat sang ibu khawatir dibuatnya. Tak jarang para maid mengantarkan makanan kepadanya.
Wonwoo mengulas senyum tipis saat sang ibu jalan kearahnya dan meletakkan nampan tersebut diatas meja belajar yang tak jauh dari pintu kamar. Nyonya Kim mengelus puncak kepala Wonwoo dan membenarkan dasi yang sedikit miring tersebut, "Hari ini adalah hari terakhirmu, kan ? Jangan paksakan dirimu jika kau memang tak sanggup mengerjakannya. Apapun hasilnya, eomma tidak akan mempedulikannya." ucap Nyonya Kim merasa sedih ketika kemarin Mingyu mengabarinya jika selama ujian berlangsung Wonwoo kembali mimisan dan itu membuat beberapa anak terkejut dibuatnya.
"Tidak eomma. Aku hanya ingin menjadi anak yang membanggakan dirimu. Hanya ini yang dapat aku berikan kepadamu."
"__bagaimana jika malam nanti kita pergi jalan-jalan berdua ? Bukankah kita tidak pernah seperti itu ? Dan eomma akan menjemputmu ke sekolah." tambah Nyonya Kim tanpa melihat bahwa Wonwoo tidak merasa senang akan perkataannya itu. Entahlah. Rasanya Wonwoo tak bisa menghabiskan waktu bersama sang ibu sampai malam nanti.
Wonwoo meraih tangan sang ibu. Ia menggenggam jemari lembut sang ibu dengan pelan, "Aku tidak ingin pergi kemanapun, eomma. Bisakah eomma tidak menjemputku ? Aku harus pergi ke suatu tempat dulu dan mungkin akan memakan waktu cukup lama."
KAMU SEDANG MEMBACA
[S1] The Beginning Of Our Destiny [DIBUKUKAN]
Fiksi Penggemar[OPEN PRE-ORDER TANGGAL 1-7 SETIAP BULANNYA ] Dia tidak mengerti mengapa kehidupannya berbeda. Ada luka yang terus berulang tanpa tahu dengan apa ia dapat mengobatinya. Luka batin saat dimana ia dikucilkan, diabaikan, sampai tak diharapkan. Dia san...