Happy Reading
.
.
.
Mingyu beserta sang ibu tengah menemani Wonwoo di Rumah sakit tempatnya dirawat. Semalam Tuan Kim mengabari jika Wonwoo dilarikan ke Rumah sakit usai memakan hidangan makan malamnya. Betapa terkejutnya keduanya ketika mendengar kabar tersebut. Mingyu dan Nyonya Kim tak menyangka jika Wonwoo bisa seteledor ini, hingga tidak bisa memilih makanan yang tidak bisa dimakannya. Padahal itu sangat membahayakan nyawanya.Tadi pagi saja ketika Mingyu dan Nyonya Kim masuk kedalam kamar rawat Wonwoo, raut wajah mereka kentara dengan kekhawatiran yang berlebih. Terutama Mingyu. Wonwoo tahu jika Mingyu adalah seseorang yang sangat dekat dengannya dan bahkan anak itu selalu saja tahu apa yang tengah dirasakannya. Mingyu itu ibarat ayah kepada anaknya. Selalu sadar dan merasakan perubahan yang terjadi kepada Wonwoo.
Sekarang Nyonya Kim tengah pergi ke cafetaria Rumah Sakit membeli makan siang untuknya dan Mingyu, sedangkan untuk Wonwoo ? Tentu saja dari Rumah Sakit. Tenang saja, diam-diam Nyonya Kim akan membelikan juga makanan dari cafetaria. Siapa yang akan suka dengan makanan dari Rumah Sakit yang terasa sangat hambar itu ? Jangankan untuk orang sakit, bagi orang yang sehat saja terasa tidak enak dan tidak berasa.
Hingga kini tinggalah Mingyu dan Wonwoo didalam kamar rawat tersebut. Mingyu terlihat masih kurang sehat dan tidak banyak bergerak. Anak itu hanya duduk dikursi samping kasur pesakitan yang Wonwoo tempati. Tangannya tengah mengupas apel yang tadi dibelinya bersama sang ibu. Wonwoo menolak Mingyu melakukan hal itu, tetap saja anak itu sangat keras kepala dan tidak mau mendengarnya. Bahkan dengan tidak elitnya Mingyu memaksa Wonwoo untuk memakan apel yang dikupasnya.
Jika tidak dalam kondisi sakit seperti ini, Wonwoo pasti sudah menghajar habis-habisan. Apa yang dilakukan Mingyu kali ini membuatnya tidak nyaman. Lebih baik Mingyu tidak menemuinya dan berdiam dirumah, daripada harus memaksakan diri. Wonwoo tahu bahwa saudara angkatnya ini masih dalam kondisi yang tak baik dan terlalu memaksakan diri. Dulu Mingyu selalu mewanti-wanti dirinya untuk tidak melakukan sesuatu, sedangkan dirinya ? Wonwoo benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran Mingyu.
Wonwoo memakan apel yang tadi Mingyu kupas dan memakannya dengan pelan. Ingin rasanya Wonwoo memuntahkan kembali apel yang telah masuk kedalam pencernaannya, tapi ia tidak ingin melihat kekecewaan diwajah Mingyu. Indera perasanya seolah tidak bekerja dengan baik, begitupula dengan perutnya yang masih merasa mual. Mungkin untuk beberapa hari ia akan merasa hal tidak nyaman ini.
"Setelah ini lebih baik kau pulang. Aku tak apa sendirian disini. Lagipula ada perawat yang setiap jam datang kemari." ujar Wonwoo sembari menatap kearah Mingyu. Tepat setelahnya raut wajah yang awalnya terlihat berseri itu langsung berubah menjadi tak nyaman.
Mingyu menatap kearah Wonwoo dengan mempoutkan bibirnya tanda bahwa ia kesal dan tidak terima dengan perkataan sang saudara, "Kau tidak ingin aku disini ? Sudah aku katakan bahwa aku baik-baik saja. Di rumah tidak menyenangkan dan Seungcheol hyung juga tidak ada di rumah. Jadi lebih baik aku disini saja menemanimu."
"Aku tahu kau bosan. Tapi tidak harus memaksakan diri bodoh !"
"Sebenarnya ada yang ingin aku katakan padamu, Wonwoo-ya. Aku harap emosimu tidak meledak setelah mendengarnya." ujar Mingyu dan terlihat serius, namun tanpa sadar ada keraguan dalam raut wajahnya.
Perasaan Wonwoo kembali dilanda tidak tenang dan ia merasakan ketakutan. Ia takut Mingyu mengatakan hal-hal yang menyangkut dirinya. Atau kemungkinan masalah semalam tentang makanan yang dimakannya ? Oh tidak. Ia berharap Mingyu tidak mengatakan hal yang menyangkut semalam. Wonwoo belum siap untuk menjawab ataupun menjelaskannya. Cukup untuk sekarang ini ia merasakan ketenangan terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[S1] The Beginning Of Our Destiny [DIBUKUKAN]
Fanfiction[OPEN PRE-ORDER TANGGAL 1-7 SETIAP BULANNYA ] Dia tidak mengerti mengapa kehidupannya berbeda. Ada luka yang terus berulang tanpa tahu dengan apa ia dapat mengobatinya. Luka batin saat dimana ia dikucilkan, diabaikan, sampai tak diharapkan. Dia san...