8
Valencia terbangun oleh sebuah erangan samar. Dalam keheningan malam, erangan itu terdengar amat sangat jelas. Valencia membuka sedikit matanya yang masih berat oleh kantuk. Bertanya-tanya dari mana erangan itu berasal.
Erangan itu kembali terdengar. Kali ini Valencia mengetahui sumbernya. Ia berbalik dan memandang drake yang tidur di sisi kirinya. Pria itu mengerang dalam tidur.
Sesaat Valencia menatap wajah drake dengan perasaan heran. Tiba-tiba sebuah kesadaran menyentaknya. Dengan cepat ia mengulur tangan, meraba kening drake.
Panas. Drake demam.
Valencia bergerak menyalakan lampu utama kamar. Ruangan yang tadi temaram oleh lampu tidur, kini terang benderang.
Dengan gerakan sepelan mungkin, Valencia duduk di bibir ranjang di sisi Drake.
"Drake," panggil Valencia pelan.
Tak ada sahutan.
"Drake."
"Emm ...."
"Kau demam." Meski marah karena pria itu memperlakukannya dengan buruk, Valencia tak bisa mengabaikan rasa cemas yang melingkupi hatinya.
"Aku akan membuatkanmu sereal. Kau harus minum obat."
Setelah mengatakan itu, Valencia bangkit dan meninggalkan kamar. Beberapa saat kemudian ia kembali dengan nampan berisi segelas sereal, segelas air hangat dan kotak P3K.
Valencia meletak nampan ke atas nakas.
"Drake." Valencia menyentuh lengan Drake dan menggoyangnya pelan.
"Jangan ganggu aku, Jalang! Kepalaku sakit."
Valencia menarik napas panjang mendapat respons tak menyenangkan itu.
"Kau harus makan sereal, lalu minum obat," ucap Valencia selembut dan sesabar mungkin.
"Apa pedulimu??" Drake membuka sedikit matanya. Keningnya berkerut dalam menahan sakit kepala.
"Kau demam."
"Lalu?" tanyanya tak senang.
"Aku ..., menyiapkan sereal dan obat."
"Aku sudah tahu. Kau sudah mengatakannya berkali-kali. Maksudku, apa pedulimu, hah?"
Valencia menggigit bibir, berusaha menyabar-nyabarkan diri. "Ayo bangun dan makan sereal."
Drake mendesah kesal. "Kau sedang mencoba meracuniku?"
Valencia menatap Drake dengan tatapan seolah pria itu sudah kehilangan akal. "Jika ingin meracunimu, kenapa hari ini? Bukan sebelum-sebelumnya?"
"Yah, bisa saja karena baru sekarang terpikirkan olehmu."
Valencia mengembus napas panjang. "Buang jauh-jauh pikiran burukmu. Aku sudah menyiapkan sereal, obat dan air putih hangat. Jika mau makan, silakan. Jika tidak, terserah padamu. Jangan salahkan aku jika demammu semakin parah."
Valencia bangkit dan siap meninggalkan Drake untuk kembali ke tempat tidur.
Tiba-tiba pergelangannya terasa dicengkeram. Valencia berbalik dengan malas. "Apa lagi?"
"Jangan kau pikir perhatianmu akan membuat kebencianku padamu luntur, valencia. Kau akan selalu menjadi orang yang paling kubenci."
Ada rasa sedih menikam hati Valencia, tapi ia berusaha tersenyum. "Aku tak merasa memberimu perhatian, kau jangan terlalu percaya diri. Aku melakukan ini hanya karena tak ingin melihat kau mati di depan mataku." Setelah mengatakan itu, Valencia menyentak tangannya dan meninggalkan Drake. Ia melangkah keluar dari kamar. Keinginan untuk kembali tidur, hilang tak berjejak.
Dasar Drake berengsek.
***
Drake memaksa diri menelan sereal yang terasa pahit di tenggorokan, lalu minum obat.
Jika ditanya, apakah ia terharu dengan perhatian Valencia, jawabannya tidak. Sama sekali tidak. Wanita itu ular berbisa. Drake tak akan terpedaya seperti ibu dan adiknya.
***
Pada pukul sembilan pagi, Valencia membawa sepiring bubur ayam dan segelas teh hangat ke kamar.
Ketika masuk kamar, Valencia melihat Drake masih tidur. Perlahan-lahan ia duduk di bibir ranjang, lalu meraba kening pria itu. Masih panas, hanya saja sudah tidak sepanas tadi subuh.
Rupanya sentuhannya itu membangunkan Drake. Valencia dengan cepat menarik tangannya.
Mata drake terbuka. Pria itu menatapnya tanpa kata. Valencia menelan ludah. Siap menerima amukan Drake. Namun Drake tidak berkata apa-apa.
Valencia meraih gelas berisi teh hangat dan menyodorkannya pada pria itu. "Bangun. Minum teh ini dan sarapan. Aku memasak bubur ayam."
Drake menatap valencia dalam-dalam. Lalu pria itu bangkit dan duduk bersadar di kepala ranjang. Menerima teh dari Valencia dan menyesapnya dengan mata masih menatap wanita itu lekat-lekat.
"Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Valencia tak nyaman.
Wajah tenang itu menguap, berganti seringai sinis. "Aku sedang berpikir hukuman apa yang pantas untuk perempuan laknat sepertimu. Kau mengganggu tidurku, membuatku terbangun."
Tadinya valencia berharap, entah bagaimana, Drake sudah memaafkannya. Rupanya, harapannya terlalu muluk.
"Kau bisa menghukumku sesukamu jika sudah sembuh," kata Valencia dengan nada seringan mungkin. Dihukum oleh Drake bukan hal baru lagi baginya.
valencia mengambil gelas teh drake ketika melihat pria itu berhenti minum, lalu ia menyodorkan piring berisi bubur.
"Selesai makan, kau harus minum obat." Valencia menunjuk obat dan segelas air hangat yang ada di atas nakas. "Semoga cepat sembuh." valencia berdiri. Ia lega drake tidak mencegahnya pergi atau berdebat lagi dengannya.
valencia pun meninggalkan kamar. Ada banyak pekerjaan rumah menunggunya. Sejujurnya, kepalanya mulai terasa berat. Ia kurang tidur. Kurang istirahat. Akan tetapi dengan adanya Drake di rumah, valencia tetap harus bekerja. Ia tak mau drake mendapat senjata untuk menyiksanya.
***
Evathink
Ig /dreame : evathinkVote dan komen yang buanyaaakk ya temen2. Makasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Valencia and Her Devil Husband - REPOST
Roman d'amourREPOST Unexpected Love #1 Drake Arsenio menikahi Valencia Oliver semata-mata demi menyiksa gadis itu. Ia menciptakan neraka untuk perempuan keji yang telah merenggut sang adik semata wayang dari sisinya. Namun bagaimana dengan cinta yang hadir di an...