18

10.3K 1.1K 54
                                    


Klo komen n vite cetarrr bakal cepat update hohiii

Thanks all

18

Valencia keluar dari mobil yang berhenti di pinggir jalan depan sebuah rumah mungil dengan desain elegan yang terdapat di sebuah kompleks perumahan kelas menengah, kota Balikpapan. Taksi online itu kemudian berlalu. Sejak kepergian Patricia, Valencia tak pernah lagi mengendara sendiri. Ada rasa nyeri dan takut di dalam dirinya.

Ia memandang rumah itu. Bibirnya seketika melengkung sedih. Terakhir kali ia bertemu Bibi Marisa, adik perempuan Nyonya Belina Arsenio, adalah pada hari pernikahannya dan Drake yang diselenggarakan dengan sangat sederhana.

Selama rentang waktu itu, bukan Valencia tak merindukan Bibi Marisa yang menurutnya sangat baik, tapi keadaanlah yang tak memungkinkan. Pekerjaan rumah dan sikap buruk Drake telah menguras habis energinya. Ia terlalu lelah. Apalagi matanya yang selalu bengkak akibat menangis dan menderita, pasti akan menimbulkan pertanyaan wanita paruh baya itu.

Bibi Marisa tidak menikah dan hidup sendirian di hari tuanya. Dari Nyonya Arsenio, Valencia tahu, kalau rumah yang saat ini ditempati Bibi Marisa adalah pemberian Drake. Setiap bulan, pria itu juga mengirim sejumlah uang ke rekening bank sang bibi untuk biaya hidup. Akan tetapi setahu Valencia, Bibi Marisa bukan tipikal pemalas. Sehari-hari ia masih menerima pesanan kue tradisional.

Valencia melangkah menuju pagar dan memukul pelan kuncinya hingga menimbulkan bunyi.

Tak lama kemudian, sesosok paruh baya bertubuh sedikit gemuk, melangkah keluar. Ketika melihat Valencia, matanya seketika berbinar.

"Valencia!" Senyum menghias wajah tua itu. Tergopoh-gopoh Bibi Marisa berjalan untuk membuka pintu pagar.

Dengan tangan meneteng tas dan satu rantangan susun, Valencia memeluk sang bibi.

"Bibi apa kabar?"

"Sangat baik, Nak," balas sang bibi hangat. "Bagaimana dirimu?"

Keduanya berdiri di tengah halaman rumah. Bibi Marisa memandang Valencia dari ujung rambut hingga ujung kaki, lalu ia cemberut. "Kau tampak kurus dan pucat. Apa Drake tak memberimu makan?"

Valencia tertawa kecil. "Aku selalu cukup makan, Bibi. Hanya sedikit kelelahan saja."

"Drake masih belum menemukan pengurus rumah yang baru?"

Beberapa kali sang bibi dan Valencia bertukar kabar lewat panggilan ponsel. Pernah satu waktu Valencia sedang sibuk menjemur pakaian, saat itulah tanpa sengaja ia mengatakan kalau di rumah tak lagi ada pembantu.

"Belum, Bibi." Lebih tepatnya tak akan pernah. Drake sengaja memecat semua pengurus rumah untuk menyiksa Valencia, dan pria itu tak akan pernah mencarikan pengganti.

"Bibi bisa bantu carikan, Valen," kata sang bibi sambil mengajak Valencia masuk ke dalam rumah.

"Tidak perlu, Bibi. Aku masih bisa mengerjakan semuanya."

Bibir Bibi Marisa cemberut.

Valencia tersenyum tipis untuk menenangkan.

"Omong-omong apa yang kau bawa?" tanya Bibi Marisa sesaat kemudian. Matanya melirik rantangan yang Valencia tenteng.

"Oh," Valencia menyerahkan rantangan di tangannya pada sang bibi. "Aku memasak lebih banyak hari ini, jadi kupikir, kita bisa makan siang bersama."

Sang bibi tertawa dan membuka tutup rantangan. Aroma makanan seketika menguar. "Wah, harum sekali, Val. Kau sangat pintar memasak."

Valencia hanya tersenyum kecil mendapat pujian tersebut.

"Ayo, kita makan. Kau harus makan banyak, Sayang. Lihatlah, tubuhmu tinggal tulang." Bibi Marisa menatap tubuh Valencia dengan cermat. "Apa Drake menyiksamu?"

Valencia tertawa. Bibi Marisa selalu baik seperti Nyonya Arsenio. "Bibi berlebihan." Benar ia kehilangan berat badan sebanyak tiga kilogram, tapi bukan berarti ia kurus tinggal tulang seperti yang sang bibi katakan. Sementara itu, tentang Drake yang menyiksanya, Valencia akan menutup mulut rapat-rapat. "Ayo kita makan, Bibi," ajak Valencia.

***

"Bagaimana kalau kau menginap di sini untuk beberapa hari, Val?"

Valencia yang sedang mencuci piring, berbalik memandang sang bibi yang sedang mengupas buah di dekat meja makan.

Bibi Marisa tersenyum. "Bibi kesepian, kau tahu? Terkadang bibi ingin mengunjungimu, tapi kau pun tahu, bibi kurang paham bagaimana cara memesan taksi online."

"Seharusnya Bibi menghubungiku. Aku bisa memesankan taksi untuk Bibi."

Bibi Marisa tersenyum dan menggeleng. "Bibi tak mau merepotkanmu, Sayang."

Valencia selesai mencuci piring. Ia mengelap tangan dengan serbet, lalu menghampiri sang bibi.

Tangan Valencia terulur, menyentuh lembut punggung tangan sang bibi yang sedang mengupas apel.

"Maafkan aku, Bi."

"Untuk apa?" Kedua alis Bibi Marisa terangkat.

"Maaf karena tidak perhatian. Tidak menjenguk bibi untuk waktu yang lama."

Bibi Marisa meletakkan buah dan pisau ke piring, lalu balas menyentuh tangan Valencia, dan meremasnya hangat.

"Jangan merasa seperti itu, Nak. Kau datang hari ini saja, bibi sudah sangat senang." Tiba-tiba pandangan Bibi Marisa menerawang. "Ketika Belina memperkenalkan kita, bibi langsung menyukaimu. Di dalam hati, bibi sudah menganggapmu seperti anak sendiri."

Mata Valencia basah. Ia menatap Bibi Marisa dengan pandangan yang mengabur. Setetes air mata jatuh membesahi pipi, diikuti tetes-tetes yang lain.

Bibi Marisa mengangkat tangan dan menyentuh pipi Valencia, menghapus air mata wanita itu.

Valencia menangis tersedu-sedu. Dadanya sesak oleh rasa sedih sekaligus haru. Kelembutan Bibi Marisa mengingatkannya pada sang ibu yang telah tiada.

"Ssstt ..., jangan menangis. Bibi tak ingin melihatmu bersedih. Bibi hanya ingin kau tahu, kau memiliki bibi. Kau bisa menceritakan apa pun pada bibi, kau bisa datang kemari kapan pun kau mau. Pintu rumah bibi selalu terbuka untukmu."

Tak mampu menahan diri, Valencia memeluk sang bibi dengan tangis yang makin menguat.

Bibi Marisa balas memeluk.

Lama kemudian, keduanya mengurai pelukan.

"Bagaimana kalau kau menginap di sini beberapa hari?" Bibi Marisa mengulang pertanyaan yang tadi belum dijawab Valencia.

Valencia terdiam. Ajakan tersebut menggoda. Ia bisa bebas sejenak dari siksaan Drake, tapi ia ragu pria itu akan mengizinkan. "Drake—"

"Bibi yang akan bicara dengan suamimu. Tenang saja, Sayang."

***

Evathink

Valencia and Her Devil Husband - REPOSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang